Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Derita Pengungsi Palestina Derita Muslim Sedunia


TintaSiyasi.com -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pertemuan tingkat menteri di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-77 PBB di New York menegaskan Indonesia senantiasa mendukung program Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). UNRWA didirikan sejak 1948 untuk membantu warga Palestina yang mengungsi akibat pendudukan Israel. 

Dalam forum tersebut, Retno mengungkapkan keprihatinan atas sikap dunia internasional yang seakan menganggap nasib pengungsi Palestina sebagai hal yang normal. Padahal mereka juga berhak menikmati hidup layaknya kehidupan yang biasa (www.inilah.com, 23/9/2022).

Menlu mengajak dunia internasional untuk bekerja sama membantu UNRWA, dalam menangani sekitar 5 juta pengungsi Palestina. Ada dua cara yang diajukan Retno. Pertama, mengatasi kendala keuangan UNRWA.
Kedua, memastikan UNRWA melaksanakan tugasnya dengan baik (Republika.co.id, 23/9/2022).

Retno menegaskan, dukungan kepada UNRWA merupakan bagian dari upaya solusi damai terhadap isu Palestina (www.inilah.com, 23/9/2022). Akankah kehadiran UNRWA mengakhiri derita panjang rakyat Palestina?

 
Persekongkolan Barat

Menurut Fathi Yakan di dalam buku Islam di Tengah Persekongkolan Musuh Abad-20, masalah Palestina muncul sebagai masalah politik sejak tahun 1916 M, ketika wilayah Turki Utsmani dibagi-bagi diantara negara Eropa dengan Perjanjian Sykes-Picot, dilanjut Perjanjian Balfour. Deklarasi yang dibuat Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur Balfour merupakan restu Inggris pada kaum Yahudi di Eropa untuk bermukim di Palestina. Mereka memberikan bantuan harta, senjata dan bantuan lainnya bagi berdirinya Negara Israel. Pada 1948, Zionis Yahudi berhasil mendirikan entitas negara Israel dengan menduduki 77 persen tanah Palestina dan mengusir dua pertiga rakyat Palestina.

Berdirinya Negara Israel, awal derita panjang penduduk Palestina. Secara terstruktur dan masif, Zionis Israel melakukan serangan brutal terhadap warga Palestina. Menachem Begin, salah satu Perdana Menteri Israel pernah mengomentari pembantaian biadab yang dilakukan kaumnya, "Pembantaian ini tidak hanya bisa dibenarkan. Justru tidak ada Negara Israel tanpa 'kemenangan' di Deir Yassin" 

Pembantaian demi pembantaian warga Palestina sengaja dilakukan dan berulang. Berbagai kecaman, juga resolusi dari dewan keamanan PBB yang diharapkan menghentikan aksi brutal Israel belum berhasil. Zionis Israel selalu melanggar resolusi PBB dan terus mencaplok wilayah Palestina hingga tersisa Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kebiadaban Negara Zionis terhadap rakyat Palestina seolah "mendapat restu" dari negara adidaya Amerika. Meski berulangkali melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, Negara Israel tidak pernah dijatuhkan sanksi dan ditindak tegas. Amerika selaku polisi dunia justru menganakemaskan Israel, dan buta dengan penderitaan rakyat Palestina. Maka wajar jika dikatakan Negara Israel lahir dibidani oleh Inggris, dirawat dan dibesarkan oleh Negara Amerika. Persekongkolan jahat dunia barat terhadap Islam dan kaum Muslim.

Sementara rakyat Palestina hidup terlunta-lunta dalam pengungsian di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang terkepung, serta Yordania, Suriah dan Lebanon. Untuk menangani masalah pengungsi Palestina, pada 1948 PBB mendirikan UN Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East. Badan ini bergantung pada dana dari negara-negara anggota PBB dan Uni Eropa. Namun dana itu juga sudah sangat menipis selama bertahun-tahun.

Meski UNRWA sudah berdiri 70 tahun lebih, penderitaan rakyat Palestina belum berhenti. Bahkan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka memihak Israel dan mengecam UNRWA dengan memotong pendanaannya.

Hingga saat ini ada sekitar 5,5 juta warga Palestina hidup dalam pengungsian. UNRWA, dengan lebih dari 30.000 karyawan dan anggaran sekitar 1,6 miliar dolar tahun 2022, memberikan bantuan pendidikan, perawatan kesehatan, makanan dan bantuan lainnya. Hanya saja keberadaan badan PBB tersebut tidak menyentuh akar masalah rakyat Palestina. Terlebih solusi yang ditawarkan Barat untuk menjaga stabilitas kawasan tersebut adalah berdirinya dua negara, yakni Palestina dan Israel. Padahal, selama Israel masih eksis di wilayah tersebut, derita rakyat Palestina akan terus berlanjut. Sudah seharusnya kaum muslim mencari solusi sendiri, bukan bergantung pada Barat yang sudah nyata kebenciannya terhadap Islam dan kaum muslim.

 
Kaum Muslim Ibarat Satu Tubuh

Penderitaan rakyat Palestina adalah penderitaan seluruh kaum Muslim sedunia, karena seluruh Muslim bersaudara. Sebagai saudara maka sudah seharusnya Muslim harus memperhatikan nasib saudara lainnya. Bahkan suatu keharusan untuk membantu kesulitan saudaranya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

"Barangsiapa yang bangun pagi tetapi dia tidak memikirkan kepentingan umat Islam maka dia bukan umatku (umat Nabi Muhammad SAW)” (HR. Muslim).

Bahkan dihadis lain Rasulullah SAW menegaskan sesama Muslim ibarat satu tubuh, apabila ada yang sakit maka anggota tubuh yang lain ikut merasakannya.

"Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam'' (HR. Bukhari dan Muslim).

 Sebagai saudara maka sudah seharusnya kita tidak bisa membiarkan mereka dalam nestapa dan derita. Kewajiban kita menghilangkan kesulitan mereka dengan memberikan bantuan berupa makanan, sandang, obat-obatan dan kebutuhan lainnya, hingga pengiriman pasukan yang akan membebaskan mereka dari penjajah Israel. Hanya saja, kaum Muslim hari ini terkotak-kotak dalam sekat ashabiyah yakni nasionalisme, sehingga merasa masalah Palestina bukan urusan mereka. Penguasa di negeri-negeri Muslim hanya sebatas mengutuk dan mengecam kebiadaban Israel, maksimal mengirimkan bantuan makanan dan obat-obatan. Padahal yang mereka butuhkan lebih dari itu. Ibarat rumah yang kemasukan perampok tetangganya hanya mengirimkan obat untuk meringankan sakitnya, sementara perampoknya dibiarkan leluasa memukuli dan menjarah harta empunya rumah.

 
Solusi Mendasar Palestina

Bantuan makanan dan obat-obatan bukan solusi tuntas dan mendasar. Bantuan tersebut belum cukup, karena akar masalah penderitaan mereka adalah keberadaan Zionis Israel yang menjajah bumi Palestina. Maka selama Israel masih eksis di wilayah tersebut maka akan menjadi duri bagi rakyat Palestina. Terlebih keberadaan negara ini oleh Barat justru untuk melemahkan Dunia Islam dengan menciptakan konflik berkepanjangan di Timur Tengah. 

Oleh karena itu penyelesaian tuntas rakyat Palestina adalah mengirim pasukan untuk mengusir penjajah Israel. Berharap penguasa di negeri-negeri Muslim untuk mengirimkan pasukan, seperti menegakkan benang basah. Negeri-negeri Muslim masih berada di bawah cengkeraman hegemoni global. Mereka terikat dengan Piagam PBB Pasal 2 ayat 7, yang melarang setiap negara ikut campur tangan urusan dalam negeri bangsa lain. 

Maka satu-satunya alternatif hanya dengan menegakkan institusi negara berkekuatan adidaya yang akan mampu membebaskan bumi Palestina dan mengusir penjajah Israel. Sebagaimana dulu ketika Sultan Abdul Hamid II mampu melindungi setiap jengkal tanah Palestina dari rongrongan Zionis laknatullah. Herzl pemimpin Zionis pernah mendatangi pemimpin kaum Muslim saat itu, Khalifah Sultan Abdul Hamid II. Dia berusaha membujuk dan menyuap Khalifah dengan uang sebesar 150 juta poundsterling (setara Rp 3 triliun) untuk mendapatkan tanah Palestina. 

Namun, Sultan Abdul Hamid II menolak tegas. Ia berkata, Aku tidak dapat memberikan walau sejengkal dari tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Ia adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi bumi ini. Mereka telah membasahi tanahnya dengan darah-darah mereka.” Sultan kemudian melanjutkan, “Jika Kekhalifahan Islam ini hancur pada suatu hari, mereka dapat mengambil Palestina tanpa biaya! Namun, selagi aku masih hidup, aku lebih rela sebilah pedang merobek tubuhku daripada melihat bumi Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Kekhilafahan Islam. Pemisahaan tanah Palestina adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.” Sultan Abdul Hamid II kemudian mengusir Herzl. 

Berharap pada PBB dan UNRWA untuk menyelesaikan masalah Palestina ibarat pungguk merindukan bulan, tidak mungkin membuahkan hasil. Sudah saatnya kaum muslim bersatu dalam satu kepemimpinan, membentuk kekuatan adidaya untuk membebaskan bumi Palestina dari cengkraman Penjajah Israel, yakni Khilafah Islamiah.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments