TintaSiyasi.com -- Kanjuruhan menyisakan pilu yang mendalam, Indonesia kembali berduka dan terkhusus keluarga yang di tinggalkan. Kejadian tanggal 3 Oktober 2022, Kepolisian RI merilis data jumlah korban tragedi di Kanjuruhan. Sejumlah 125 korban meninggal dunia, 21 orang korban luka berat, dan 304 orang korban luka ringan. Total korban 450 orang dan dimungkinkan jumlahnya terus bertambah sejalan proses penyelidikan. Data terakhir, untuk korban meninggal dunia 132 orang, luka ringan sedang 596 orang dan luka berat 26 orang. Total 754 orang (AntaraJatim).
Tidak hanya itu saja, menurut laporan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat ada 33 anak yang meninggal dunia (terdiri atas) delapan anak perempuan dan dua puluh lima anak laki-laki, dengan usia antara empat tahun dan tujuh belas tahun dalam tragedi di stadion kanjuruhan , kabupaten malang, jawa timur (MPIJatim).
Jumlah korban sebanyak ini tentu sangat mengenaskan. Apalagi, rata-rata korban meninggal atau terluka akibat kehabisan nafas dan terinjak-injak sesamanya. Yang ada saat itu pasti kepanikan yang luar biasa, terbayang, saat ribuan orang menghadapi ancaman kematian yang tiba-tiba datang.
Kanjuruhan disebut-sebut sebagai insiden terburuk kedua sepanjang sejarah liga sepak bola di dunia. Pada Mei 1964 pernah terjadi kerusuhan mematikan antar pendukung tim Peru dan Argentina. 328 orang tewas, dan lebih dari 500 orang luka-luka (Kompas.com). Bukan rahasia, jika pertandingan sepak bola cenderung melahirkan fanatisme buta suporternya. Di Indonesia, kisruh sepak bola pun sudah menjadi hal biasa. Hanya sebelum-sebelumnya, tidak sampai menelan banyak korban jiwa, namun tragedi kanjuruhan ini menyedot perhatian yang luar biasa baik dari media lokal maupun media Internasional.
Bisa di pastikan bahwa adanya aparat pada setiap pertandingan sepak bola di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat peluang besar terjadi rusuh antar supporter, sehingga hal ini sudah di antisipasi terlebih dahulu oleh penguasa, bahkan aparat di bolehkan membawa gas air mata, Padahal, penggunaannya telah dilarang FIFA. Sayangnya, negara seakan abai terhadap fakta yang ada. Bahkan, cenderung membiarkan potensi buruk akibat fanatisme buta ini dengan terus menggelar berbagai liga. Kok bisa ya?
Pada suasana persaingan, fanatisme buta dan dendam yang menggelora, justru ada potensi besar mengeruk cuan. Tidak heran jika klub-klub sepak bola terus bermunculan. Bahkan, para miliuner kelas dunia dan nasional, termasuk perusahaan milik negara, pejabat, dan anak pejabat, serta tidak ketinggalan para artis ternama, beramai-ramai terjun menjadi pemilik klub sepak bola atau terlibat dalam bisnis sepak bola. Besarnya profit yang akan mereka raup tentu menjadi basis hitungannya. Bayangkan saja, untuk Indonesia, ada ratusan juta orang yang bisa jadi objek pasar bisnis sepak bola. Bukan hanya dari penjualan tiket pertandingan saja, tetapi yang lebih besar lagi adalah dari penjualan cendera mata, hak siar televisi, sponsor, bahkan penjualan pemain sepak bola.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Mohamad Dian Revindo pernah menghitung, nilai ekonomi industri sepak bola di Indonesia saja hitungannya luar biasa. Satu putaran liga utama BRI yang diselenggarakan pada Agustus 2021 saja, nilai ekonominya bisa mencapai Rp1 triliun.
Global Data pernah merilis sebuah temuan, pada musim 2020/2021 saja industri sepak bola Eropa untung 497,82 juta dolar atau sekitar Rp7,1 triliun dari perusahaan taruhan (startingeleven, 4/4/2022). Keuntungan perusahaan judinya? Jangan ditanya! Itulah kenapa di level dunia, klub-klub sepak bola ternama pendanaannya lazim di-support oleh perusahaan-perusahaan judi bermodal besar, semisal Ladbrokes, SportPesa, Betway, dan lain-lain. Hingga tidak jarang ajang judi sepak bola internasional melibatkan mafia pengatur hasil pertandingan, yang berujung pada tindak kriminal.
Mirisnya, negara berdiam diri atas kesesatan yang terjadi pada warganya. Para penguasa bahkan tidak peduli generasi muda menjadi rusak karenanya. Alangkah buruk dampak sekularisme liberalisme pada fitrah manusia. Hingga para penguasa, mengorbankan rakyat, khususnya para pemuda, demi bisnis hiburan yang dipandang punya daya ungkit terhadap perekonomian negara. Lebih tepatnya, pada perekonomian sekelompok pemilik kapital. Di antaranya, ya mereka-mereka juga. Padahal, negara atau penguasa sejatinya punya tanggungjawab besar menjaga rakyat dari segala hal yang membahayakan bahkan menghindarkan dari kematian.
Islam menggambarkan penguasa atau pemimpin itu sebagai penggembala. Jika penggembala sembrono dan lalai, hewan gembalaannya akan dimakan binatang buas. Penggembala harus selalu memperhatikan gembalaannya, apakah mereka aman ataukah tidak. Demikian juga dengan penguasa. Penguasa itu pelayannya rakyat, bukan bosnya rakyat. Penguasa harus selalu memperhatikan urusan rakyatnya, bukan justru mengeluarkan kebijakan yang membahayakan nyawa rakyat apalagi sampai menghilangkan nyawa rakyatnya.
Dalam pandangan Islam, tugas polisi masuk dalam departemen keamanan dalam negeri. Departeman Keamanan Dalam Negeri adalah sebuah departemen yang dipimpin oleh kepala polisi. Tugasnya adalah menjaga keamanan di dalam Negara Islam. Namun, dalam kondisi tertentu, yakni ketika kepolisian tidak mampu, bisa ditangani oleh militer dengan izin Khalifah (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 116; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 94). Dalilnya adalah hadis dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki kedudukan sebagai kepala kepolisian, dan ia termasuk di antara para amir.” (HR al-Bukhari).
Islam menaruh perhatian besar pada keamanan manusia. Nyawa manusia sangat berharga dalam Islam. Allah SWT berfirman :
مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِى الۡاَرۡضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَمَنۡ اَحۡيَاهَا فَكَاَنَّمَاۤ اَحۡيَا النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS Al Maidah: 32)
Perintah Allah SWT ini menjadikan sistem Islam sangat memperhatikan keamanan/nyawa rakyat. Di sinilah pentingnya hadir seorang pemimpin yang mampu mengatur dan menyelesaikan problematika kehidupan berdasarkan syariat Islam. Karena syariat Islam hadir di muka bumi ini sejatinya untuk menjadi jawaban kegundahan, kegalauan, dan kebingungan umat manusia. Ketika manusia sombong tidak mau diatur dengan syariat Islam, ketidakadilan dan kegelapan akan mewarnai kehidupan ini.
Oleh: Mimi Husni
Aktivis Muslimah
0 Comments