Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ancaman Resesi di Depan Mata, Dana Parpol Makin Berganda?


TintaSiyasi.com -- Ekonomi dunia diprediksi akan jatuh ke jurang resesi pada tahun mendatang. Prediksi ini kemungkinan lebih besar karena bank sentral Amerika Serikat (AS) diperkirakan semakin agresif menaikan suku bunga acuan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan dengan adanya kebijakan tersebut akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi, sehingga hal ini dapat mengakibatkan ancaman resesi akan sulit dihindari. Terlebih, dengan kenaikan suku bunga acuan yang cukup ekstrim dari 3,25 persen hingga mencapai 8,3 persen (CNN Indonesia, 27/9/2022).

Parahnya, di tengah ancaman resesi yang akan melanda negeri ini justru pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) hingga tiga kali lipat. Pasalnya, kenaikan yang akan diusulkan jumlahnya naik dari Rp 1.000 per suara menjadi Rp 3.000 per suara (Republika, 22/9/2022).

Paradoks ini menunjukkan rusaknya sistem pemerintahan negeri ini, pemerintah justru lebih berpihak kepada parpol dan tidak memperdulikan rakyat kecil. Ironisnya, saat menjelang pemilu rakyat kecil hanya dijadikan objek untuk memuluskan kekuasaan mereka. Setelah suar diperoleh, justru mereka melegalisasi kebijakan yang menyakiti hati rakyat. 

Tidak hanya itu, bahkan pemerintah memfasilitasi sebanyak 28 mobil mewah listrik Hyundai ioniq bagi DPR dan menganggarkan Rp 1,5M untuk pembelian 100 unit TV LED di ruang kerja anggota dewan. Miris, anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kepentingan rakyat justru dialihkan untuk menyenangkan hati para anggota dewan yang notabene nya memiliki gaji dan tunjangan bisa mencapai ratusan juta tiap bulannya.

Semakin jelas bentuk nyata bobroknya kapitalisme saat ini. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang tetap mempertahankan sistem ini untuk tetap eksis dan percaya dengan janji-janji dari parpol. Padahal jelas, penyebab negara ini mengalami inflasi hingga menuju ancaman resesi adalah penerapan kapitalisme itu sendiri. Seperti sistem uang kertas yang tidak berbasis emas, lembaga perbankan ribawi, dan maraknya ekonomi spekulatif. Tiga hal inilah yang dijalankan untuk kepentingan pemilik modal.

Kapitalisme yang diadopsi di negeri ini menghasilkan sosok pemimpin yang tidak empati terhadap kondisi rakyatnya. Prinsip yang diambil adalah materi, untung dan rugi bukan pada tanggung jawab untuk mengurusi rakyatnya. Melainkan lebih pada pemenuhan bagi kepentingan pemilik modal sendiri.

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Sebuah sistem kehidupan yang bersumber dari sang pencipta Allah SWT. Sistem Islam mampu menghasilkan sosok pemimpin yang bertakwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, dan adil. Pemimpin yang peduli terhadap urusan rakyatnya, menjadi kepentingan sebagai prioritasnya. Dengan memenuhi kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier. 

Rasulullah SAW bersabda "Imam adalah ra'in (pemimpin) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya" (HR. Bukhari).

Sudah seharusnya sebagai seorang pemimpin tidak boleh abai terhadap urusan rakyatnya. Terlebih, sampai mengalami dan mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan rakyatnya.

Selain itu, agar tidak terjadi inflasi hingga ancaman resesi Islam memiliki strategi dan prinsip untuk menghindari ancaman tersebut. Sistem ekonominya antisipatif terhadap resesi ekonomi global dan mensejahterakan seluruh rakyat, bukan hanya kepentingan segelintir orang. Namun demikian, penerapannya harus secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam sistem ekonomi Islam mata uang yang digunakan adalah emas dan perak. Adapun sistem mata uang kertas tetap harus ditopang oleh emas sebagai logam mulia. Artinya jumlah uang yang beredar harus seimbang dengan jumlah emas yang ada.

Islam juga menerapkan ekonomi nonribawi serta berfokus pada ekonomi sektor riil. Allah SWT telah mengharamkan riba, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Hal lain yang menjadi bagian terpenting untuk terhindar dari ancaman tersebut adalah melarang praktik penimbunan dan monopoli perdagangan. Karena jelas akan merugikan rakyat. Ibnu Hajar Al-Haitsami menganggap pelakunya sebagai pelaku dosa besar. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Tidak akan menimbun barang kecuali dia seorang pendosa” (HR. Muslim).

Inilah solusi Islam dalam mencegah terjadinya resesi. Solusi hakiki yang menjadi problem solver bagi umat. Serta hanya bisa diterapkan dalam naungan Khilafah Rasyidah.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Novriyani, M.Pd.
Praktisi Pendidikan
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments