TintaSiyasi.com -- Harga telur yang terus naik sesungguhnya tidak hanya disebabkan oleh masalah populasi, supply and demand seperti yang dikatakan oleh Eko Sugitno, dikutip dari liputan6.com (25/8), melainkan karena sistem yang tegak saat ini, yakni kapitalisme, menjadi biang kerok segala permasalahan.
Dalam dunia kapitalisme, ekonomi liberal sangat dijunjung tinggi untuk menyokong persaingan korporasi yang bebas. Sebisa mungkin meminimalisir intervensi negara dalam regulasi pasar, sehingga siapa pun bisa menguasai. Pasar seakan hutan belantara dengan hukum rimbanya, “Siapa yang kuat dia akan bertahan”.
Akibatnya, tak sekadar komoditas biasa yang para korporat kuasai, melainkan kebutuhan primer umat manusia pun dikuasainya. Mereka yang mengatur ketersediaan stok beredar di pasar dan mereka pula yang mengatur harga pasar yang berlaku. Yang terpenting menjadi patokan mereka dalam mengambil segala kebijakan adalah keuntungan, bukan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Ditambah dengan keterbatasan kuasa negara untuk mengawasi perjalanan proses produksi dan distribusi yang terjadi di pasar, akhirnya negara tak berdaya mengatur ketersediaan komoditas pokok semacam telur yang beredar di pasaran.
Tanggung Jawab
Seharusnya negara bertanggung jawab memastikan ketersediaan komoditas di pasar untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya. Baik yang sekadar kebutuhan primer, sampai yang sekunder. Tak sekadar tersedia, komoditas tersebut pun dapat dijangkau oleh rakyat. Karena negara juga harus menjamin tidak ada pihak-pihak yang culas menguasai pasar. Sehingga tidak ada yang bisa menguasai pasar demi mengeruk keuntungan pribadi semata.
Negara pun akan mengupayakan ketersediaan kebutuhan yang berlimpah bagi masyarakat. Bisa dalam bentuk subsidi bagi para pelaku produksi, melakukan penelitian untuk mengembangkan inovasi-inovasi terbarukan, ataupun membangun infrastruktur yang memudahkan mobilitas distribusi.
Islam
Masalah kenaikan harga telur dan kebutuhan lainnya yang ikut naik hanya akan terselesaikan dengan solusi dari sistem Islam. Karena hanya Islam-lah agama yang Allah ridhai dan mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hanya Islam pula yang asas politiknya riayatu syuunil ummah (mengurusi urusan masyarakat). Sehingga negara ada bukan sebagai pengusaha yang mengeruk keuntungan dari tetes keringat rakyatnya. Melainkan menjadi Imam atau ayah yang mengurus dan mendidik warganya.
Dengan adanya fenomena ini pula, kita disadarkan akan bobroknya sistem kapitalis yang tak mampu menyelesaikan problematika masyarakat. Solusi yang ada hanyalah tumpang tindih. Satu masalah selesai tumbuh seribu masalah lainnya. Tak lain karena kapitalisme adalah produk akal manusia yang terbatas menantang kuasa Allah SWT.
Saatnya kita sadar dan semangat memperjuangkan tegaknya kehidupan Islam. Tidak hanya berorientasi menyelesaikan segala problematika umat. Melainkan juga untuk mewujudkan ketaatan totalitas sebagai hamba dan meraih ridha Allah semata, puncak kebahagiaan hakiki seorang Muslim. []
Oleh: Qathratun
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments