Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Legalisasi LG87 di ASEAN Mewabah, Indonesia Jangan Latah


TintaSiyasi.com -- Singapura bersiap menyusul Vietnam, dan Thailand yang telah lebih dulu melegalkan hubungan sesama jenis. Keputusan yang diumumkan oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong di TV nasional tersebut muncul setelah bertahun-tahun menjadi perdebatan sengit. Keputusan yang terjadi di Singapura ini jelas membawa kekhawatiran masyarakat Indonesia akan kemungkinan diadopsinya kebijakan serupa di negeri ini. Sebaliknya, kalangan eljibiti jelas mengharapkan keputusan serupa ada di negeri ini. 

Menyikapi hal tersebut, anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengambil kebijakan yang sama. Menurutnya eljibiti bertentangan dengan Pancasila. Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenudin bahwa perilaku LGBT terkutuk dalam pandangan semua agama yang dianut di Indonesia maka negara ini tidak boleh latah ikut-ikutan melegalkannya (republika.co.id, 22/8/2022).

Tak dimungkiri bahwa kaum eljibiti kian eksis di dunia. Mereka berusaha menjadikan eksistensinya suatu hal yang wajar dan layak diterima di tengah-tengah masyarakat. Maka pelegalan keberadaan hubungan sesama jenis ini terus diperjuangkan. Denmark menjadi negara pertama yang mengakui hubungan pasangan sejenis secara sah. Selanjutnya Belanda menjadi negara pertama yang mengizinkan perkawinan sejenis pada tahun 2001. Akhirnya diikuti oleh banyak negara. Hingga hari ini setidaknya telah ada 30-an negara yang telah melegalkan hubungan sesama jenis ini.

Jelas situasi tersebut menjadi angin segar bagi kalangan eljibiti. Semakin nampak keberanian dari kalangan eljibiti untuk menunjukkan identitas dirinya juga pasangannya tanpa ada lagi rasa malu. Salah satunya seperti kehadiran pasangan sesama jenis di acara podcast Deddy Corbuzier yang lantas menjadi kontroversi. 

Realita eljibiti yang kian eksis jelas membuat miris. Betapa tidak, penyimpangan perilaku ini sebuah kemaksiatan dan perilaku buruk yang seharusnya dibasmi. Bahkan harus dicerabut hingga ke akarnya agar tidak tumbuh kembali. Sayangnya malah minta diakui, dihargai, dan dianggap wajar terjadi.

Inilah realita buah dari sekularisme dan liberalisme yang mencengkeram kehidupan masyarakat saat ini. Sekularisme berprinsip bahwa dalam menjalankan kehidupan tidak boleh melibatkan agama di dalamnya karena agama hanya untuk beribadah saja. Karenanya suatu hal yang wajar dan sah-sah saja jika ada yang beragama tapi juga dalam orientasi seksualnya menyukai sesama jenis. 

Demikian pula dengan liberalisme. Liberalisme merupakan paham kebebasan. Termasuk kebebasan berpendapat, berperilaku, beragama dan kepemilikan. Tidak ada standar yang hakiki. Semua dikembalikan pada manusia karena menganggap manusia jika dibebaskan akan lebih baik. Demikian halnya dengan eljibiti, mereka bebas menyuarakan pendapatnya juga bebas bersikap seperti menyukai sesama jenis. Dalam paham liberalisme seseorang berhak merasa nyaman meski orientasi seksualnya "berbeda". Itu sah-sah saja. Bukan menyimpang. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kondisi tersebut merupakan kelainan genetik.

Padahal sejatinya manusia di dunia ini diciptakan Allah SWT lengkap dengan seperangkat aturan. Aturan yang harus diikuti agar menjalankan kehidupan di dunia di jalan yang benar. Juga standar yang jelas dan hakiki. Itulah Islam. Benar salah, baik buruk ada standar yang jelas yaitu halal haram. Bukan dikembalikan menurut pandangan manusia.

Karenanya hubungan sesama jenis dalam Islam merupakan hal yang menyimpang. Suatu kemaksiatan. Suatu yang dilarang dan tidak untuk dilestarikan. Maka pelakunya harus mendapatkan sanksi tegas. Semua itu bukan karena diskriminasi atau pelanggaran HAM. Namun semata suatu hal yang salah yang akan membawa kemudharatan bagi umat manusia jika dibiarkan. Karenanya Indonesia dengan penduduknya yang mayoritas Muslim, jangan latah melegalkan eljibiti. Tapi justru dicegah agar tidak eksis di muka bumi.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Dr. Erwina MA
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments