TintaSiyasi.com -- Miris dan memprihatinkan! Bagaimana tidak, fenomena kaum Sodom (LGBT) di wilayah Asia Tenggara (ASEAN) khususnya negara Singapura, Vietnam, dan Thailand makin hari makin bertambah parah, bahkan terkesan adanya pembiaran dari pemerintah pusat terkait. Hal ini mendorong eksistensi kaum LGBT bertambah kian masif dan leluasa serta memungkinkan negara tersebut memfasilitasi pelaku kemaksiatan LGBT dengan melegalisasi pernikahan sejenis.
Wilayah Indonesia sendiri populasi LGBT dari tahun ke tahun terus bertambah, mereka tersebar di semua daerah di Nusantara. Pertambahan kaum LGBT ini bukan saja memprihatinkan dan membahayakan, tetapi negara sudah mengarah kepada darurat LGBT. Mengapa? Karena LGBT adalah gerakan global di semua negara, baik terang-terangan maupun tersembunyi dan mereka terus bergerak untuk mendapatkan ‘pengakuan” yang mereka sebut dengan “kesetaraan”.
Bagi kalangan pemuja Hak Azasi Manusia (HAM) keberadaan kaum Sodom (LGBT) harus dihormati. Alasannya, mereka mempunyai hak yang sama dengan kaum normal lainnya. Kaum LGBT tidak peduli dengan larangan agama. Bahkan, beberapa aturan yang dibuat berbau LGBT. Pejabat pemerintah menyebut LGBT tidak bisa dihukum karena tidak ada UU-nya. Padahal LBGT kerap menyasar anak-anak, remaja, orang tua, dan bahkan mereka juga tak segan melakukan kekerasan seksual pada korban mereka terutama anak-anak.
Kerja keras kaum LGBT membuahkan hasil dan ini setidaknya setelah organisasi kesehatan dunia WHO pada tanggal 17 Mei 1990 menghapus homoseksualitas dari klasifikasi internasional terkait penyakit. Sejak saat itu kaum homo mendapatkan angin segar untuk terus bergerak lebih maju untuk mendapatkan pengakuan.
Dukungan untuk kaum LGBT pun datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui United Nations Development Programme (UNDP) dengan program penguatan LGBT bernama the Being LGBT in Asia Phase 2 Initiative (BLIA-2). Program ini mendapat dukungan Kedubes Swedia di Bangkok, Thailand dan Lembaga Pendanaan AS, USAD. Dana yang digelontorkan sebesar 8 juta dollar AS atau Rp 107,8 milyar untuk Indonesia, Filipina, Thailand dan Cina dari tahun 2014 sampai 2017.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa media-media yang selama ini sangat dekat dengan publik di seluruh dunia menjadi corongnya. Salah satu contohnya adalah Facebook yang dengan tegas mendukung LGBT dan memblokir siapa saja mereka yang anti-LGBT.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenudin meminta kepada pemerintah Indonesia untuk tidak ikut melegalkan perilaku LGBT tersebut. “Kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki konstitusi berbeda dengan Vietnam dan Singapura, tentu saja tidak boleh latah ikut-ikutan melegalkan perilaku LGBT yang terkutuk dalam pandangan semua agama yang dianut di Indonesia,” ujar Kiai Jeje (Republika.co.id, Senin, 22/8/2022).
Menurut dia, pemerintah harus menggandeng organisasi keagamaan untuk memantau perkembangan LGBT di Indonesia. Menurut dia, masyarakat Indonesia harus terus diberikan edukasi tentang larangan seks di luar ikatan pernikahan. “Pemerintah harus terus memantau perkembangan LGBT, dan menggandeng semua elemen masyarakat serta organisasi keagamaan untuk terus mengedukasi masyarakat tentang larangan hubungan seks di luar ikatan perkawinan dan bahayanya hubungan seksual sejenis dari sudut norma agama, moral sosial, maupan kesehatan,” jelas Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Melihat, mencermati realitas kehidupan yang terjadi saat ini yaitu makin mengakarnya virus liberalisme dan seks bebas yang merasuk, mengakibatkan kaum LGBT berjalan bebas lenggang kangkung dalam tubuh masyarakat. Bahkan peran serta Islam makin tergerus, terpinggirkan bahkan terpojokkan, dengan segala daya dan upaya Islam dimungkinkan hilang dari tatanan kehidupan praktis.
Hal ini akan menimbulkan desakan terhadap Indonesia untuk melegalkan LGBT bisa muncul dari kelompok mereka kapan saja. Padahal sudah ada kejelasan bahwa pelegalan LGBT diharamkan Allah SWT.
Liberalisme sampai kapan pun tidak mungkin berkesesuaian dengan Islam. Namun, para pengusungnya terus menderaskannya di tengah-tengah umat. Tujuannya untuk menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar. Jika keadaan seperti ini terus dibiarkan, apalagi menjalar dalam kehidupan anak-anak, remaja dan orang dewasa, maka ini merupakan ancaman yang besar bagi Islam itu sendiri ke depannya.
Pandangan Islam
Allah SWT sebagai Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan menjelaskan bahwa tujuan penciptaan laki-laki dan perempuan adalah untuk kelangsungan hidup manusia dengan segala martabat kemanusiaannya. Sesuai firman Allah SWT dalam QS an-Nisa [4] ayat 1 yang artinya, "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak."
Maka, hubungan seksualitas yang dibenarkan dalam Islam hanyalah adanya ikatan pernikahan yang sah secara syari. Semua hubungan seksualitas di luar ikatan pernikahan adalah ilegal dan menyimpang. LGBT, perzinaan semuanya adalah perilaku seks yang menyimpang dan tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang normal. Semua perilaku mereka menjadi ancaman terhadap keberadaan manusia dengan segala harkat martabat kemanusiaannya. Dan semua perilaku tersebut adalah haram.
Allah mewajibkan kita semua memiliki ketaatan dan ketundukan yang penuh terhadap syariat-Nya. Bukan sebaliknya, mereka berperilaku liberal yang membebaskan dan menghalalkan segala cara apapun selama sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya dan dipandang menguntungkan. Karenanya masyarakat Muslim wajib terus menunjukkan penolakan terhadap perilaku LGBT dan menentang setiap kebijakan yang dapat membuka jalan legalisasi LGBT.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Dewi Rahayu Cahyaningrum
Komunitas Muslimah Rindu Jannah Jember
0 Comments