TintaSiyasi.com -- Indonesia sebagai negara kepulauan yang dikenal dengan zamrud khatulistiwa, sejak beberapa tahun belakangan dilanda kekeringan. Daerah-daerah di belahan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara yang mengalami kekeringan pada tahun 2019 lalu. Di tahun ini pun beberapa daerah di Indonesia mengalami kekeringan.
Dampak dari kekeringan ini, diprediksi tidak hanya memicu krisis air warga tetapi juga dapat menyebabkan penurunan produksi beras. Sehingga akan berpotensi mengakibatkan anak kurang gizi.
Penyebab Kekeringan
Salah satu penyebab kekeringan adalah rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh liberalisasi sumber daya air melalui maraknya perusahaan air minum dalam kemasan. Padahal regulasi tentang sumber daya air sudah ada yaitu UU No. 17 tahun 2019. UU ini mengatur Sumber Daya Air agar dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penguasaan oleh korporasi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) membawa dampak bagi lingkungan. Keberadaan industri AMDK ini sangat berpengaruh terhadap kualitas dan persediaan air di daerah tersebut. Apabila jumlah pemakaian rata-rata air di daerah tersebut melebihi dari kapasitas total potensi air tanah maka akan berakibat buruk bagi lingkungan. Akibat yang ditimbulkan oleh eksploitasi yang berlebihan akan mengakibatkan yaitu permukaan air tanah yang makin menurun dan terjadi kekeringan di daerah tersebut.
Penyebab kekeringan yang lain terjadi juga disinyalir sebagai akibat intervensi manusia yang buruk terhadap alam. Salah satunya peralihan fungsi hutan yang secara permanen menurunkan kemampuan tanah untuk menyerap air. Hutan yang berfungsi sebagai resapan air dialihfungsikan untuk industri.
Inilah dua faktor penting yang menyebabkan kekeringan di beberapa daerah. Kedua faktor ini akibat ulah tangan manusia-manusia serakah yang hanya bertujuan mengeruk keuntungan materi, tanpa mempedulikan rusaknya lingkungan yang berakibat kekeringan terjadi. Semua terjadi karena kapitalisme yang mencetak pribadi-pribadi yang individualistik materialistik.
Peran Negara
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan paripurna memiliki aturan yang khas dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Termasuk dalam hal mengatasi persoalan kekeringan yang melanda umat manusia.
Ada tiga visi politik sumber daya alam yang dilakukan negara yaitu:
Pertama, mengembalikan kepemilikan sumber daya alam yang terkategori milik umum kepada rakyat. Sabda Nabi SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Dalam hal ini status kepemilikan air merupakan milik rakyat dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat.
Kedua, negara mengelola secara langsung proses produksi dan distribusi air. Negara melakukan pengawasan atas berjalannya pemanfaatan air, seperti peningkatan kualitas air dan menyalurkan kepada masyarakat melalui industri air bersih perpipaan hingga kebutuhan masyarakat atas air terpenuhi dengan baik. Terhadap sumber daya kepemilikan umum ini, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada individu atau swasta. Negara harus memberdayakan para ahli terkait agar masyarakat bisa menikmati air bersih dengan mudah.
Ketiga, negara melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang. Negara akan mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat, serta memberi sanksi tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan.
Khatimah
Begitu penting peran negara dalam mengelola sumber daya alam untuk menjaga kelestarian lingkungan mengatasi krisis air dan kekeringan yang melanda. Sehingga terwujud negeri yang berkah yang menjadikan syariat Islam sebagai solusi atas semua persoalan.
Tentu sangat berbeda dengan tata kelola kapitalisme yang berorientasi kepada keuntungan semata tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kewajiban bagi kita sebagai Muslim untuk mencampakkan sistem rusak ini, dengan menerapkan syariat Islam dalam bingkai khilafah.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Haryati
Aktivis Muslimah
0 Comments