Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kaum Pelangi Makin Berani, Negara Wajib Mencari Solusi


TintaSiyasi.com -- Indonesia kini dinilai makin liberal. Atas nama kebebasan, hampir setiap bentuk ekspresi diri diapresiasi. Meskipun itu berbenturan dengan naluri. Termasuk dalam perkara identifikasikan diri. Maka tidak heran, kaum pelangi kini makin berani. Meskipun masyarakat memandang mereka dengan sebelah mata. Namun, demi eksistensi mereka kian kentara.

Saat ini keberadaan "kaum pelangi" kembali menjadi sorotan. Bukan hanya karena jumlah mereka yang makin meningkat, namun juga karena sepak terjangnya yang kian nekat. Dengan tanpa rasa malu mereka mengekspose identitasnya yang dinilai menyalahi fitrah dan menciderai nalar. Seorang Mahasiswa Baru (Maba) di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar dengan terang-terangan mengaku berjenis kelamin "Nonbinar". Saat itu Maba berinisial NA itu ditanya oleh seorang dosen tentang identitas dirinya. Karena jawabannya yang dianggap meremehkan dan mengarah kepada kaum el-ge-be-te, maka NA kemudian dikeluarkan dari ruangan. Peristiwa yang sempat viral di media sosial ini terjadi pada hari Jum'at, 19 Agustus 2022 (suara.com, Minggu, 21/8/2022).

Menyingkapi kejadian ini, berbagai kalangan pun buka suara. Pro dan kontra bergulir, mewarnai gelapnya peradaban kapitalisme-liberalisme di negeri ini. Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, menghimbau kepada pihak kampus untuk bertindak tegas, apabila ada indikasi el-ge-be-te di dalam aktivitas perkuliahan. Menurutnya, apabila pelaku menyebut dirinya "nonbinar" dalam perkara orientasi seksual pribadi yang menyimpang, maka ini harus ditindak. Sebab, dikhawatirkan hal ini akan menjadi kampanye bagi kaum el-ge-be-te. "Apapun bentuknya, kampanye semacam ini harus ditolak dan jangan diberi ruang" ujarnya (fajar.co.id, Minggu, 21/8/2022).

Kekhawatiran masyarakat akan mewabahnya perilaku menyimpang ini cukup beralasan. Pasalnya, nonbinar merupakan gender yang mendefinisikan dirinya bukan sebagai perempuan maupun laki-laki. Padahal, secara naluriah jenis kelamin manusia hanya ada laki-laki dan perempuan. Tidak ada lagi yang selain itu. Ini menunjukkan bahwa apa yang digaungkan oleh kaum pelangi, termasuk jenis penyimpangan seksual. Sehingga sebagian besar ulama mengharamkan perilaku tersebut. Apa saja bahaya yang ditimbulkan oleh eksisnya kaum pelangi?

Keberlangsungan kaum el-ge-be-te disinyalir dapat merusak kemuliaan dan martabat manusia. Selain itu juga beresiko dapat menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya bagi pelaku dan pasangannya. Di antaranya yaitu: penyakit kanker kelamin, sipilis, hingga penyakit mematikan seperti HIV/ AIDS. Bukan hanya itu, dalam ajaran Islam, keberadaan kaum pelangi secara tidak langsung dapat mengundang azab dan murka Ilahi.

Munculnya berbagai jenis golongan baru dalam mendefinisikan dirinya, semisal nonbinar ini, tidak lepas dari penerapan sistem kapitalis liberalisme yang diadopsi oleh banyak negara di dunia. Dalam sistem pemerintahan demokrasi, semua hal bertumpu pada empat pilar utama, yaitu kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku, kebebasan beragama, dan kebebasan dalam kepemilikan. Demokrasi adalah sebuah sistem yang mendewakan kebebasan, bahkan terkadang sampai menabrak rambu-rambu agama. Inilah yang menyebabkan mengapa kaum pelangi tumbuh subur di negeri ini, tak ubahnya "bak cendawan di musim hujan".

Ditambah lagi dengan lemahnya penolakan terhadap nilai perilaku el-ge-be-te oleh negara. Kita tentu masih ingat, kampanye global yang didengungkan oleh kalangan liberalisme Barat, yang menganggap laki-laki yang berperilaku seperti perempuan dan sebaliknya, perempuan yang berperilaku seperti laki-laki, disebut "given" atau pemberian Tuhan. Padahal, pada kenyataannya perilaku seseorang itu dapat dibentuk mulai sejak kecil. Melalui stimulasi atau pembiasaan yang ditampilkan oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Mirisnya, dari kalangan ulama sendiri ternyata masih ada yang mendukung kaum yang berperilaku seperti kaum Nabi Luth ini. Lihat saja ucapan M. Tafsir, salah seorang ulama di Jawa Tengah. Dia mengatakan bahwa komunitas waria dan kaum el-ge-be-te dapat masuk Surga. Sedangkan di luar negeri ada Irsyad Manji (tokoh Muslim yang kontroversial) dari Uganda. Bahkan dirinya secara terang-terangan mengakui telah menikahi kekasihnya yang juga seorang perempuan seperti dirinya. Inilah fakta yang terjadi di sekitar kita.

Dilansir dari solopos.com, Jum'at, 1 April 2022, menyebutkan bahwa ada beberapa pemimpin perusahaan kelas dunia yang blak-blakan mendukung el-ge-be-te. Permasalahan yang sesungguhnya adalah kurangnya peran negara dalam meriayah dan melindungi akidah umat (warga negaranya). Negara dinilai belum maksimal dalam upaya mencegah terjadinya berbagai bentuk penyimpangan seksual di negeri ini. Dalam sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia, keberadaan kaum pelangi masih dilindungi. Sehingga mereka terus berkembang secara masif. Pasal-pasal yang berisi kecaman terhadap perilaku menyimpang ini, tidak tertulis secara jelas. Misalnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tentang pelanggaran terhadap kesucian melalui perbuatan homoseksual. Pasal ini diberlakukan hanya jika korbannya adalah anak-anak. Sedangkan mereka yang melakukan hubungan seksual dengan sesama orang dewasa dan suka sama suka, maka tidak dikenakan sanksi hukum.

Aturan ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, liwath (perbuatan yang menyerupai kaum Nabi Luth), jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam, dan pelakunya wajib dijatuhi sanksi yang berat. Dalam Islam, ada beberapa pendapat terkait hukuman atau sanksi bagi pelaku el-ge-be-te ini. Pendapat pertama berasal dari para Sahabat Nabi, al-Nashi dan Qashim bin Ibrahim dan Imam Syafi'i.

Sabda Rasulullah SAW, "Siapa yang kalian temukan melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth (homoseks), maka bunuhlah pelakunya dan pasangannya, karena perbuatan itu" (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Abbas).

Adapun pendapat yang kedua menurut Madzhab Imam Syafi'i yaitu pelaku liwath harus dirajam (dilempari batu hingga mati). Baik bagi yang sudah menikah maupun bagi yang belum menikah. Hukuman yang dijatuhkan sama dengan hukuman bagi pezina. Adapun pendapat yang ketiga, (menurut Imam Abu Hanifah), jenis hukumannya diserahkan kepada kebijakan penguasa.

Namun, menurut jumhur ulama, pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama. Yakni hukuman mati, yakni hukuman had (badan), bukan hukum takzir.

Dalam ajaran Islam, hukuman (sanksi) yang dijatuhkan kepada pelaku, bertujuan sebagai jawabir dan jawazir. Jawabir artinya sebagai penebus siksa akhirat, sedangkan jawazir artinya sebagai pencegahan agar tidak terjadi tindak kriminal yang sama. Hukuman atau sanksi dalam Islam bersumber dari Kitabullah dan As-sunah, sehingga dipastikan dapat memenuhi syarat keadilan. Inilah salah satu keistimewaan penerapan hukum Islam, yang tidak ditemukan pada sistem kapitalis sekularisme. Yakni, agar pelakunya dan masyarakat yang menyaksikan hukuman tersebut menjadi jera. Sehingga berbagai jenis penyimpangan seksual akan mudah diberantas.
 
Apapun alasannya, perilaku homoseksual termasuk perbuatan sesat dan menyimpang. Bertentangan dengan fitrah manusia. Fitrah manusia yaitu hidup berpasang-pasangan dan memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis (gharizah nau'), dengan cara yang diatur oleh syarak, yaitu melalui pintu yang bernama "pernikahan". Adapun tujuan pernikahan adalah untuk menyempurnakan separuh agama dan untuk saling melengkapi satu sama lain. Agar rumah tangga senantiasa sakinah, mawaddah, warahmah dalam naungan syariat Allah SWT. Dalam hal ini negara wajib mencari solusi bagi seluruh problematika yang dihadapi umat (rakyat). Termasuk urusan untuk mengatasi masalah penyimpangan seksual kaum pelangi. 

Hanya syariat Islam yang mampu memberikan solusi. Sebab, hanya syariat Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Jadi, negara perlu menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dan total. Sehingga martabat dan kemuliaan umat manusia tetap terjaga.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Sumiyah
Pemerhati Kebijakan Publik
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments