Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Judi, Narkoba, dan Miras di Bekasi Merajalela, ke Mana Peran Negara?

TintaSiyasi.com -- Tiada henti di Kota Bekasi selalu terdengar berita-berita yang membuat miris di hati. Suka tidak suka faktanya hal tersebut telah menjadi bagian dari nafas kehidupan warga di kota ini. Salah satunya adalah berita yang berkaitan dengan judi, narkoba, dan miras yang telah menjadi makanan sehari-hari. 

Belum lama ini, Kepolisian Sektor (Polsek) Jatiasih menyita 36 botol minuman keras (miras) dari sebuah warung di Jalan Cipendawa, Jatiasih, Kota Bekasi, Rabu (24/8/2022). Kepala Seksi Humas Polres Metro Bekasi Kota, Komisaris Polisi Erna Ruswing Andari menuturkan, pemilik warung tidak dapat menunjukkan surat izin untuk menjual miras (megapolitan.kompas.com, 26/8/2022).

Selain miras, ada pula kasus terkait judi. Kepolisian Resor (Polres) Metro Bekasi Kota menangkap HE (41) yang diduga sebagai pengepul judi togel online. Kepala Seksi Humas Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Polisi Erna Ruswing Andari mengatakan, HE ditangkap di Jalan Raya Lingkar Utara Teluk Pucung, Bekasi Utara (megapolitan.kompas.com, 26/8/2022).

Dari kasus narkoba, polisi mengungkap sindikat narkoba jaringan internasional di Bekasi Timur, Kota Bekasi. Sindikat tersebut diketahui mengirimkan paket sabu dan ekstasi dari Kongo-Belgia-Jerman. Kapolres Metro Bekasi Kombes Gidion mengungkapkan peredaran gelap narkoba ini terungkap atas kerja sama dengan Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Berawal dari adanya informasi terkait pengiriman paket narkoba ke Indonesia (news.detik.com, 25/8/2022).

Judi, narkoba, dan miras adalah kejahatan yang selalu sejalan. Kenapa disebut sebagai kejahatan? Karena efek dari hal tersebut yang begitu membawa dampak buruk tidak hanya bagi orang-orang yang mengkonsumsinya tetapi juga yang melakukannya. Bahkan sampai membawa dampak buruk di masyarakat.

Minuman keras ataupun narkoba mempunyai sifat khamr atau memabukkan. Hal ini akan mempengaruhi bagian sistem syaraf di otak  yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi menjadi terganggu. Dampaknya kemampuan berpikir akan terganggu pula, salah satunya menurunkan tingkat kesadaran seseorang. Ketika menurunnya tingkat kesadaran, orang akan lepas kontrol terhadap apa yang dilakukannya. Ia tidak akan mampu memahami apa-apa yang membahayakan dirinya atau orang lain. 

Mereka bisa berbuat nekad, seperti tindakan asusila bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain. Apalagi ketika orang mabuk berkumpul tanpa ada pihak yang mengawasinya, sangat berpotensi mengundang terjadi tindakan-tindakan di luar akal sehat. Sebagaimana beberapa kasus kejahatan yang diangkat media belakangan ini. Bahaya bukan mengancam dirinya, tetapi bahaya lebih besar lagi adalah akibat  kondisi mabuknya terhadap orang di sekitarnya. Dari sini kita bisa memahami dan tergambar dengan jelas bahwa efek yang ditimbulkan dari miras ini sangat berbahaya, tidak bisa disepelekan.

Begitu pula dengan judi. Sifat judi yang membuat ketagihan akan terus mempengaruhi pelaku judi untuk lagi dan lagi bertaruh. Apalagi kalau belum bisa memenangkannya akan menimbulkan rasa penasaran orang. Dan tak jarang orang akan menghalalkan segala cara demi memenangkan judi.

Selain dilihat dari sisi efek kejahatan yang ditimbulkan, yang utama judi, miras, dan narkoba adalah perbuatan maksiat yang dibenci Allah dan perbuatan yang dilarang dalam Islam.

Allah berfirman yang artinya, "Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir" (QS. Al Baqarah: 219).

Sejatinya tidak ada kebaikan yang didapat dari judi, miras, dan narkoba. Sudah banyak fakta-fakta yang menunjukkan bahwa ketiga hal tersebut harus dijauhi masyarakat. Namun mengapa masih saja hal tersebut terjadi hingga kini, bahkan menjadi bagian kehidupan, termasuk masyarakat di Bekasi. Kita bisa melihat dari tiga faktor : 

Pertama. Faktor ketakwaan individu. Hilangnya ketakwaan pada banyak individu di masyarakat menyebabkan rasa takut kepada Allah juga tidak ada sehingga manusia bebas berbuat sekehendak hati  termasuk melakukan perbuatan yang dilarang Allah seperti judi, miras dan narkoba. Banyak individu yang sudah tidak peduli lagi terhadap ajaran agama, yang penting bisa memuaskan nafsu semata. Sehingga tidak masalah bagi mereka jika melakukan hal-hal yang berseberangan dengan nilai-nilai agama. Sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan yang telah bercokol sampai ke level inidvidu telah menghasilkan gaya hidup hedonis dan serba boleh. Prinsip hidupnya bukan lagi halal haram melainkan hak asasi dan kebebasan. Akhirnya miras, narkoba, dan judi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sebagian masyarakat di negeri ini.

Kedua. Faktor masyarakat. Masyarakat yang lemah kontrol terhadap kejahatan. Sifat induvidualistik dan egoistik telah membentuk masyarakat menjadi cuek dan tidak peduli. Selama yang dilakukan orang lain tidak mengganggu kehidupan pribadinya maka hal itu tidak masalah. Prinsipnya adalah saling mengurus urusan masing-masing atau tidak boleh mencampuri urusan pribadi orang lain

Ketiga. Faktor negara. Negara memiliki andil yang besar terhadap maraknya judi, narkoba, dan miras. Sekularisme juga berimbas sampai dengan kepada lahirnya kebijakan penguasa. Untuk miras sendiri, industri ini, didukung juga dengan dibukanya keran investasi di Indonesia sehingga membuat pabrik illegal produksi miras mengalir kian deras. Pasca Presiden Joko Widodo menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI), membuat peluang investasi untuk usaha miras skala besar hingga eceran telah dibuka dan berlaku mulai 2 Februari 2021. Kebijakan tersebut tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. 

Memang negara ini tengah kehilangan arah, pemerintah tak lagi memiliki pedoman yang jelas dalam menentukan kebijakan. Apalagi kini pemerintah justru memberikan ijin berdirinya usaha yang merusak.  Bukannya menyelesaikan persoalan, pemerintah justru membuat kebijakan yang bertentangan dengan tugas dan perannya di tengah masyarakat. Penguasa lebih memprioritaskan dan mengedepankan kepentingan pelaku usaha daripada menyelamatkan rakyatnya. Inilah akibatnya kalau kapitalisme yang berkuasa. Halal haram tidak lagi menjadi ukuran, tapi keuntungan materi yang menjadi pijakan. 

Berbeda dengan sistem Islam dalam naungan khilafah. Bahwa negara akan melarang semua barang-barang haram yang dapat merusak akal, seperti narkoba dan miras. Aturan ditegakkan dengan tegas. Tidak ada tebang pilih. Sanksi yang diberikan pun akan membuat jera para pelaku. Negara juga akan membangun masyarakatnya menjadi manusia-manusia yang bertakwa. Sehingga terbentuk ketakwaan individu dan kontrol masyarakat yang kuat. Dengan begitu kejahatan akan bisa dicegah dan dapat segera di atasi.

Ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang melakukan pelanggaran hukum akan tertutup. Hal ini dikarenakan landasan dalam mengatur negara bersumber dari akidah Islam yang mewajibkan setiap manusia hanya taat kepada satu-satunya pembuat hukum yaitu Allah SWT. Bukan taat kepada hukum buatan manusia yang sudah pasti lemah, terbatas, dan cenderung memiliki kepentingan pribadi di dalamnya.

Akidah Islam mewajibkan negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan. Setiap individu akan sadar bahwa ada hari akhir dimana setiap amal perbuatan dimintai pertanggungjawabkan. Kehidupan bernegara dilandasi dengan suasana keimanan yang tebal, bukan seperti saat ini.

Secara hukum, dalam syariah Islam, narkoba dan miras adalah haram sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah ra: “Rasulullah SAW melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan” (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Sebagai zat haram, siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan, dan memproduksinya berarti telah melakukan tindakan kriminal. Pelakunya layak dijatuhi sanksi di mana bentuk, jenis, dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad khalifah atau qadhi. Sanksi bisa berupa diekspos, penjara, denda, cambuk bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.

Terhadap pengguna narkoba dan miras yang baru sekali, selain harus diobati atau direhabilitasi oleh negara secara gratis, cukup dijatuhi sanksi ringan saja. Jika berulang-ulang tertangkap menggunakan narkoba sanksinya bisa lebih berat. Terhadap pengedar tentu sanksinya lebih berat lagi karena juga membahayakan masyarakat. Gembong narkoba (produsen atau pengedar besar) layak dijatuhi hukuman berat bahkan sampai hukuman mati. Dalam kasus yang terjadi di Bekasi ini, tentunya aparat yang berwenang harus meneliti dengan detail status penyalahgunaan narkoba yang mereka lakukan, baru memakai sekali, berulang kali atau bahkan termasuk pengedar. Jika dilihat yang diungkap adalah sindikat jaringan internasional berarti termasuk ke pengedar besar.

Jika vonis telah dijatuhkan, maka harus segera dilaksanakan dan tidak boleh dikurangi atau bahkan dibatalkan. “adapun untuk takzir dan mukhalafat, vonis qadhi itu jika telah ditetapkan, maka telah mengikat seluruh kaum Muslim, karena itu tidak boleh dibatalkan, dihapus, dirubah, diringankan atau yang lain, selama vonis itu masih berada dalam koridor syariah. Sebab hukum itu ketika sudah ditetapkan oleh qadhi, maka tidak bisa dibatalkan sama sekali” (Sumber: Syekh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-‘Uqûbât hal. 110, Darul Ummah, cet. li. 1990).

Pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan itu harus dilakukan segera, tanpa jeda waktu lama setelah dijatuhkan vonis. Pelaksanaannya hendaknya diketahui dan disaksikan oleh masyarakat, sehingga masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi atas kejahatan tersebut dan  memberikan efek pencegahan karena orang akan berpikir ulang ribuan kali ketika hendak melakukan pelanggaran yang serupa. 

Pemerintah harus menutup dan mendisiplinkan semua jenis usaha yang berkaitan atau membuka peluang tersebarnya barang haram ini termasuk usaha perjudian. Tidak boleh ada izin beroperasi. Pengawasan negara dalam hal ini harus kuat. Kontrol di dalam masyarakat juga berjalan sebab masyarakat dibentengi juga dengan suasana iman yang kuat. Suasana iman yang kuat terbentuk, karena penguasa juga melakukan tindakan menjaga akidah umatnya dari kerusakan dengan melakukan pembinaan tsaqafah Islam.

Terakhir, maraknya penyalahgunaan narkoba, miras, dan judi di tanah air  bahkan hingga melibatkan generasi muda sebagai pelakunya yang seringkali merembet pada kejahatan lain, juga merupakan bukti dari bobroknya arah dan pola pendidikan nasional, sekaligus kondisi sistem kehidupan di masyarakat yang telah rusak. Pendidikan nasional gagal mencetak output lulusan yang berakhlak mulia, apalagi beriman. Ini semua karena sekularisme menjadi landasan berdiri bangsa ini termasuk dalam dunia pendidikan. Pelajaran agama minim dan sebatas teori, bukan untuk membentuk karakter yang berakhlak mulia.

Maka sudah jelas, jika ingin menyelamatkan masa depan masyarakat, kita tidak mungkin terus berharap pada sistem sekularisme yang sudah jelas malah menciptakan kehancuran bagi manusia. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
Ibu Generasi Pemimpin Peradaban Islam
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments