Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BBM Naik Harga, Rakyat Makin Sengsara


TintaSiyasi.com -- Pemerintah kembali menaikkan harga BBM. Dikutip dari Merdeka.com (4/9/2022), pemerintah menaikan tiga jenis BBM, yakni Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter; Pertamax Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter; dan Solar Rp5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.

Jauh hari, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai kenaikan harga BBM subsidi bukan pilihan yang tepat. Sebab, kebijakan ini mendorong peningkatan inflasi. Ia memproyeksikan, jika kenaikan harga Pertalite dipatok menjadi Rp10.000 per liter, akan memberi kontribusi terhadap inflasi mencapai 0,97 persen. Sehingga, inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen (Merdeka.com, 20/8/2022).

Tidak dapat dimungkiri, kenaikan harga BBM akan berdampak pada kenaikan seluruh aspek kebutuhan masyarakat. Sebab, biaya operasional aktivitas ekonomi naik harga. Sehingga memicu kenaikan harga ongkos transportasi, harga pangan, harga minyak, harga telur, biaya pendidikan, jasa kesehatan, dan lain-lain.

Akibatnya, bagi kalangan menengah ke bawah, terancam tidak dapat maksimal dalam memenuhi kebutahan hidupnya setiap hari, karena ketimpangan antara minimnya penghasilan dan besarnya pengeluaran. Lagi dan lagi, rakyat yang menjadi korban atas kebijakan zalim yang dilahirkan oleh penguasanya.

Makin panjang bukti bahwa kapitalisme nyata tidak mampu menyelesaikan problematika rakyat, termasuk dalam aspek ekonomi. Kapitalisme nyata telah gagal menjadikan sumber daya alam yang kaya raya ini dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Sebaliknya, sistem ini justru sukses meliberalisasi migas sehingga dikuasasi oleh para oligarki kapitalis. Tidak heran, jika rakyat sebagai pemilik sah, kehilangan kedaulatan atas SDA yang dimilikinya.

Selain itu, kapitalisme sukses melahirkan penguasa yang gagal menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyatnya, termasuk dalam mengurus tata kelola migas. Padahal negaralah yang bertanggung jawab dalam mengelola dan menyalurkan hasilnya semata-mata demi kepentingan rakyat. Namun faktanya, migas justru menjadi barang publik yang dibisniskan mengikuti pasar bebas.

Hal ini jelas kontra dengan paradigma Islam. Sistem Islam sangat menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Kesejahteraan akan terwujud seiring penerapan sistem Islam yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Sistem Islam akan memandang rakyat adalah pihak yang wajib dilayani dan dipenuhi kebutuhannya. Sementara itu, penguasa akan bertindak sebagai pelayan, pengelola, dan penjamin kebutuhan dasar rakyat, yakni berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Negara dalam naungan Islam akan memberikan jaminan kepada rakyatnya dengan mengembalikan status kepemilikan migas sebagai harta milik umum. Negara akan berperan sebagai pengelola migas yang diberi mandat rakyat agar dapat untuk mengelolanya. Hasilnya jelas akan di kembalikan kepada rakyat dengan distribusi BBM yang merata dengan harga murah. Negara justru tidak menjualnya kepada rakyat dengan asas mencari keuntungan semata.

Penerapan sistem Islam secara komprehensif telah memberikan contoh nyata kesejahteraan sepanjang sejarah. Dalam kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid, diceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata kepada pegawainya yang bertugas membagikan sedekah, "Jika kamu memberi, cukupkanlah." Lalu, beliau berkata lagi, "Berilah mereka itu sedekah berulang kali sekali pun salah seorang di antara mereka memiliki seratus unta." Beliau juga menikahkan kaum Muslim yang tidak mampu, membayar utang-utang mereka, dan membiayai para petani agar mereka menanami tanahnya. Demikianlah kesejahteraan yang diberikan oleh sistem Islam dalam bingkai khilafah. Hal ini jelas bukan sekadar romantika sejarah.

Alhasil, konsep Islam yang terperinci dalam kepemilikan harta, pengelolaan, serta distribusinya menjadikannya sebagai negara yang sukses menjamin pemenuhan kebutuhan pokok. Khilafah niscaya akan berhasil mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang tidak akan kita jumpai dalam kapitalisme.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Suanah, S.Ag.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments