TintaSiyasi.com -- Beberapa waktu lalu ramai di jagad twitter tentang penjaja seks komersial atau PSK berusia nenek-nenek yang memiliki pelanggan anak sekolah dasar. Fakta ini bermula dari twit seorang alumnus mahasiswa psikologi dia mengatakan: “Dulu, waktu aku praktik, kita harus wawancara PSK. Beberapa dari mereka tidak mau diwawancara. Tidak hanya yang masih muda, udah tua pun ada yang masih jualan. Ketika ditanya customernya siapa beliau anak kecil, anak sekolah dasar. Bayangin anak kecil main sama mbok-mbok, ibu-ibu sudah tua gitu,” ungkap Si Mbak.
Fakta yang sama pernah diungkap oleh Bu Tri Rismaharini delapan tahun lalu ketika beliau melakukan wawancara oleh Najwa Shihab. Dalam wawancara tersebut beliau mengungkap berbagai permasalahan yang beliau temukan ketika melakukan sidak, salah satunya adalah masalah prostitusi. Bu Risma mengungkap fakta sambil menangis, menceritakan ada satu orang berusia tua yang tetap menjadi PSK, hidup di rumah ukuran 2x2 pinggir rel kereta, terlilit rentenir, tetap menjadi PSK karena ia menelan janji-janji pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Bu Risma bercerita, pekerja seks tersebut bekerja sejak usia 19 tahun hingga 60 tahunan pada waktu itu, dan di usia senjanya sebagai PSK, ia hanya dibayar Rp. 1.000,- sampai Rp. 2.000,- oleh pelanggannya yaitu anak usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Sungguh sebuah fakta miris, yang bahkan ketika fakta tersebut didengar delapan tahun kemudian tetap membuat kita tercengang betapa rusaknya sistem sekarang. Mungkin memang terdengar masuk akal jika seorang PSK tua memiliki pelanggan anak sekolah dasar, karena PSK muda tidak mungkin mau dibayar ribuan, dan seorang pelanggan kaya tidak mungkin menyewa seorang PSK tua. Masuk akal tapi miris kita melihat seorang wanita tua masih berjuang menjual diri hanya demi uang seribu rupiah, yang bahkan untuk makan satu hari saja tidak cukup. Dan juga betapa mirisnya kita melihat generasi penerus yang liar dan bobrok.
Keterpaksaan membuat mereka melakukan hal yang hina. Semua terjadi karena tidak adanya mekanisme yang mampu menjamin kebutuhan rakyatnya di saat tak memiliki penghasilan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, makanan dan tempat tinggal. Sungguh sangat menyesakkan dada melihat mereka terpaksa melakukan kehinaan untuk mempertahankan hidup. Sementara, di sisi lain, harta berlimpah bertumpuk ada pada sebagian kecil warga dunia yang sudah mati rasa, berbagi hanya sekadarnya saja, serta abai menyelamatkan nyawa dan kehormatan sesama. Abainya negara atas jaminan dalam kondisi darurat telah menghancurkan kehormatan perempuan.
Ditambah pergaulan anak-anak remaja Indonesia makin bebas. Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2007 menyebutkan, dari 4.500 remaja yang disurvei, 97%-nya mengaku pernah menonton film porno. Data tersebut tentu sangat mengiris hati kita para orang tua. Bagaimana tidak? Remaja yang usianya masih sangat produktif, yang diharapkan bisa belajar dengan baik dan berkarya dengan sebaik-baiknya, justru malah terjerumus ke dalam kehidupan kelam penikmat prostitusi. Sebuah kombinasi yang sempurna untuk menambah kerusakan.
Islam tidak membebani perempuan dengan tanggung jawab finansial atas dirinya dan keluarganya. Islam justru menjaganya agar tetap dapat menjalankan fungsi keperempuanannya yang telah ditetapkan Allah dengan mewajibkan negara menjamin kebutuhan dasarnya. Islam akan menanggung seluruh kebutuhan perempuan baik kebutuhan individu maupun komunal. Allah juga berfirman dalam surah An-Nur ayat 33, “…dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi.”
Generasi penerus juga akan dibentuk memiliki kepribadian Islam melalui pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Ditambah kontrol orang tua dan masyarakat. Orang tua harus mendidik anak-anaknya dengan akidah yang kokoh dan masyarakat akan saling menasihati dalam kebaikan, serta mencegah anggota masyarakat lainnya berbuat maksiat. Seluruh akses yang mengarah pada kemaksiatan, pornografi, kejahatan, kriminalitas, penipuan, dan seluruh kegiatan digital yang menyalahi syariat Islam akan diblokir. Dengan begitu Islam dapat memberikan perlindungan yang hakiki untuk semua perempuan dan semua generasi penerus di muka bumi ini.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Tyas Widya Damayanti
Alumnus Matematika Universitas Airlangga
0 Comments