Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga BBM Naik Menyebabkan Pro dan Kontra


TintaSiyasi.com -- Kenaikan harga BBM ini menimbulkan banyak pro dan kontra, apalagi dengan adanya Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tidak merata tersalurkan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memahami bila pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi BBM ada yang tidak tepat sasaran. Mengingat, jumlah BLT yang disebar sangat banyak, untuk 20,65 juta warga Indonesia (merdeka.com, 03/09/2022).

Padahal, efek pandemi saja sudah dirasa sangat berat. Ekonomi terbilang mandek. Daya beli mayoritas masyarakat dari waktu ke waktu terus berkurang. Wajar jika ada kekhawatiran, ratusan juta rakyat yang sebelumnya terkategori rentan miskin akan turun status menjadi benar-benar miskin.

Alhasil, klaim bahwa pengalihan subsidi merupakan salah satu jalan mewujudkan ketahanan ekonomi nasional tampaknya hanya omong kosong belaka. Apakah semua rakyat sudah mendapatkan BLT? Mungkin fakta di sekitar belum sepenuhnya terpenuhi, terlebih situasi seperti ini terus terjadi secara berulang, dan pemberian subsidi kepada rakyat terus menjadi kambing hitam. Seakan-akan rakyat adalah beban. Padahal inti masalahnya ada pada ketidakmampuan negara mengurus rakyat akibat penerapan sistem hidup yang tidak tepat.

Ketahanan ekonomi didefinisikan sebagai dinamika kehidupan finansial suatu negara yang tangguh dan mampu mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman, rintangan, hambatan, serta tantangan yang berasal dari luar negeri dan dari dalam negeri demi menjamin kemakmuran bangsa dan negara.

Dengan demikian, ketahanan ekonomi sejatinya mengharuskan adanya sistem politik ekonomi dan hankam yang tangguh, termasuk politik anggaran dan moneter yang kuat. Juga mengharuskan adanya sistem politik luar negeri yang mandiri sehingga bebas dari segala bentuk intervensi asing dan fokus menyejahterakan seluruh rakyat sehingga negara mampu tampil sebagai institusi yang stabil, mandiri, dan berdaulat.

Namun, pada faktanya, negeri ini tidak memiliki apa yang dipersyaratkan untuk memiliki ketahanan ekonomi nasional. Sistem hidup yang berbasis paham sekularisme kapitalisme liberalisme yang sudah lama diterapkan justru menjadi biang persoalan.

Sebagaimana namanya, sistem ini memang tegak di atas akidah dan standar hidup yang rusak. Yakni akidah sekularisme yang menafikan peran agama dari kehidupan, serta memiliki aturan yang bersandar pada nilai kemanfaatan.

Sistem ini memberi ruang besar bagi para kapitalis lokal maupun global untuk mengangkangi kekuasaan, dan dengannya mereka bisa membuat berbagai aturan untuk menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk menguasai sumber-sumber kebutuhan vital masyarakat, seperti sektor pangan dan energi melalui skema privatisasi dan liberalisasi yang dilegalkan oleh undang-undang.

Bahkan pada akhirnya, sistem ini membuka lebar jalan penjajahan, melalui ketundukan negara pada berbagai perjanjian internasional, termasuk sistem moneter berbasis dolar dan liberalisasi perdagangan yang sejatinya merupakan alat penjajahan bagi negara-negara kapitalis global.

Tidak heran jika situasi politik ekonomi nasional begitu dipengaruhi oleh apa yang terjadi di dunia internasional. Bahkan kebijakan dalam negeri, termasuk soal pangan dan energi, bisa didikte oleh kekuatan global.

Oleh karenanya, ketahanan ekonomi nasional, tidak mungkin diwujudkan jika negeri ini tetap bersikukuh menerapkan sistem sekuler kapitalistik neoliberal. Negeri ini harus segera beralih pada sistem yang memberi semua prasyarat bagi terwujudnya ketahanan ekonomi dalam kadar yang tidak terkalahkan. Itulah sistem Islam.

Islam tegak di atas asas keimanan bahwa Allah SWT adalah Pencipta dan Pengatur kehidupan. Aturan Islam yang ditegakkan secara kaffah oleh negara Islam (khilafah) dipastikan akan membawa kebahagiaan dan mengantarkan manusia pada kehidupan yang sejahtera dan diliputi keberkahan.

عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Ibn umar ra berkata: "Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya'" (HR. Bukhari Muslim).

Dari hadis di atas perbuatan semua makhluk ataupun pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap apa yang diperbuat. Sistem politik, hankam, dan hukum Islam dipastikan mampu mewujudkan kestabilan, kemandirian, dan kedaulatan. Penguasa Islam akan menerapkan seluruh aturan tersebut sebagai bentuk ketaatan kepada Sang Pencipta alam. Ia benar-benar bertindak sebagai pengurus dan pelindung umat, menegakkan hukum atas seluruh rakyat, dan menolak intervensi asing yang dinilai haram.

Karenanya, negara Islam tidak mungkin memihak pada segolongan orang, meski mereka adalah kalangan pemilik modal. Tidak mungkin pula mau tunduk pada kehendak internasional yang jelas-jelas memudaratkan. Termasuk tunduk pada perjanjian perdagangan dan sistem moneter berbasis dolar yang mengukuhkan penjajahan.

Sistem ekonomi Islam tidak hanya fokus pada produksi dan pertumbuhan, tetapi juga bicara distribusi dan pemerataan. Bahkan Islam mengatur soal kepemilikan, termasuk menetapkan bahwa sumber daya alam, termasuk energi, adalah milik umat yang haram diberikan kepada individu apalagi asing.

Islam justru mengamanatkan pengelolaan milik umat ini kepada negara, dan mewajibkan negara mengembalikan seluruh manfaatnya kepada mereka tanpa hitungan untung dan rugi. Oleh karena itu, skema subsidi dalam Islam tidak boleh dianggap beban, bahkan ia merupakan kewajiban negara atas seluruh rakyat, miskin maupun kaya.

Sistem keuangan dan moneter Islam juga dipastikan mampu mewujudkan ketahanan ekonomi negara dan memodali kesejahteraan rakyatnya. Sumber-sumber kas negara dalam Islam pun begitu banyak. 

Tidak hanya dari SDA yang melimpah ruah, tetapi juga dari ganimah, fai, kharaz, rikaz, jizyah, dan yang lainnya. Ditambah sistem moneter antiriba dan berbasis emas perak, menjadikan ekonomi stabil dan resistan terhadap inflasi dan berbagai krisis, jauh dari risiko penjajahan melalui jebakan utang.

Sungguh, Islam memiliki begitu banyak kebaikan dan menyimpan rahasia kebangkitan. Paradigma kepemimpinan sebagai pengurus dan pelindung umat akan mendorong penguasa mewujudkan tanggung jawabnya dengan berbagai cara halal. Bukti-bukti keunggulan kepemimpinan Islam tercatat dalam sejarah, dan sisa-sisa peradabannya pun masih bisa kita lihat dan rasakan hingga sekarang.

Sayangnya, hari ini kesadaran umat sedang dipalingkan. Perang pemikiran, termasuk main streaming moderasi Islam dan penyesatan politik yang digencarkan kekuatan kapitalisme global dan dijalankan para kompradornya telah mengaburkan pandangan umat dari kecemerlangan sistem kepemimpinan Islam. Mereka tidak mampu melihat bahwa din yang mereka peluk adalah obat mujarab dari segala penyakit yang mereka derita berkepanjangan.

Alhasil, pekerjaan besar kita hari ini adalah merevitalisasi keimanan dan pemahaman umat tentang Islam. Bahwa sejatinya Islam adalah akidah yang memancarkan sistem kehidupan.

Islam tidak hanya agama ritual, tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan yang jika diterapkan akan membawa kesejahteraan dan mengundang keberkahan. Bahkan, penerapan Islam secara kaffah akan membawa umat kembali menjadi umat yang bangkit sebagaimana dahulu selama belasan abad negara Islam pernah tampil sebagai negara pertama yang disegani kawan maupun lawan. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Ai Sopiah
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments