Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bukti Pemerintah Mengurus Rakyatnya Adalah Mengelola Barang Tambang yang Tidak Terbatas Jumlahnya


TintaSiyasi.com -- Semua benda di alam semesta ini sejatinya makhluk ciptaan Allah SWT. Karena Allah yang menciptakan benda-benda ini, maka menjadi hak Allah untuk mangaturnya. Peruntukan semua benda ciptaan-Nya juga mengikuti kehendak Allah karena Ia Mahakuasa atas segala sesuatu. Terkait hal ini, keimanan seorang Muslim memang wajib diutamakan untuk bisa meyakini kekuasaan Allah atas segala sesuatu. Sehingga jika keimanan belum bulat, maka tentu sulit menerima hal tersebut di level paling mendasar ini.  

Di antara semua benda-benda ciptaan Allah terdapat perbedaan peruntukan benda atau barang. Perbedaan peruntukan ini juga Allah yang menetapkan, bukan manusia. Bahkan manusia sesungguhnya tidak mempunyai hak untuk itu! Sekali lagi, itu adalah mutlak hak Allah! Manusia seharusnya hanya menerima ketetapan dari Allah ini, tidak boleh ada tawar-menawar. 

Berdasarkan peruntukannya, benda-benda ciptaan Allah dibagi menjadi tiga macam. Pertama, benda-benda milik individu. Kedua, benda-benda milik umum, dan yang ketiga, benda-benda milik negara. Walaupun semua benda ciptaan Allah, tetapi Allah menyertakan hak bagi manusia untuk memilikinya. Namun, harus diingat bahwa pemberian hak kepemilikan ini bersifat istikhlaf. Artinya, manusia hanya boleh memanfaatkannya atas izin dari Allah SWT semata. Hal ini karena, pemilik aslinya bukan manusia, tetapi Allah.


Kepemilikan Benda-Benda Menurut Peraturan Islam

Benda-benda milik individu atau pribadi adalah semua benda yang diizinkan oleh Allah untuk dimiliki perorangan. Namun, penting diperhatikan bahwa penyebab kepemilikan ini juga harus mengikut aturan Allah. Tidak boleh semaunya manusia. Sedangkan benda-benda milik umum adalah benda-benda yang diciptakan oleh Allah dengan disertai pemberian hak oleh Allah untuk dimanfaatkan secara bersama oleh manusia.

Sementara itu, benda-benda milik negara adalah semua benda yang tidak termasuk dalam dua kategori di atas. Manfaat benda-benda ini diperuntukan untuk kaum Muslim, tetapi pengelolaannya dilakukan oleh negara. Jika jumlahnya tidak menguasai hajat hidup orang banyak, amir (khalifah) boleh memberikan kepada perorangan warga negaranya untuk mengelolanya. Namun, jika jumlahnya besar sehingga menguasai hajat hidup orang banyak, maka amir wajib mengelolanya untuk kemaslahatan warga Daulah Islam.

Berdasarkan pengaturan dari Allah ini, maka benda-benda milik umum tidak boleh dimiliki oleh perorangan. Sedangkan benda-benda milik perorangan harus menjadi milik umum manakala jumlah yang dihasilkan olehnya sangat banyak dan jenisnya diperlukan oleh semua orang. Sementara itu, benda-benda milik negara bisa diberikan kepada perorangan manakala jumlah yang dihasilkannya setelah diolah tidak banyak. Jika hasilnya banyak, seperti tambang minyak bumi di Cepu atau tambang emas di Grasberg misalnya, maka ia harus menjadi benda milik umum. 

Benda-benda milik umum bisa berupa berbagai macam hasil tambang yang jumlahnya tidak terbatas, bisa berupa fasilitas umum seperti jalan dan jembatan. Bisa pula berupa sumber daya alam yang pembentukannya memerlukan waktu yang lama dan manfaatnya diperlukan oleh semua manusia, seperti hutan mangrove, terumbu karang dan lain-lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Abdulah bin Said, dari Abdullah bin Khirasy bin Khawsyab asy-Syaibani, dari al-‘Awam bin Khawsyab, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api. Dan harganya adalah haram.”

Hadis di atas adalah salah satu dalil terkait benda-benda yang harus menjadi milik umum, yaitu benda-benda yang diperlukan oleh semua manusia. Terkait hal ini, fasilitas umum dan sumber daya alam juga termasuk benda-benda milik umum, walaupun tidak disebutkan di dalam hadits tersebut. Hal ini karena, keberadaannya yang pasti diperlukan oleh semua manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung.


Semua Barang Milik Umum Tidak Boleh Dikuasai Individu atau Kelompok

Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah SAW dan meminta diberi tambang garam—Ibnu  al-Mutawakkil berkata—yang ada di Ma’rab. Lalu Rasul SAW memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia  air yang terus mengalir.” Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani, redaksinya menurut Abu Dawud).

Hadis tersebut menjadi dalil dilarangnya benda milik negara diberikan kepada seseorang untuk dikelola, manakala barang tersebut mempunyai hasil yang tidak terbatas banyaknya. Hasil yang melimpah tidak habis-habis ini digambarkan bagaikan air yang mengalir. Tambang garam di Ma’rab yang semula dimiliki oleh negara, awalnya diberikan oleh Rasulullah SAW (sebagai kepala negara) kepada Abyadh bin Hamal. 

Namun, ketika Rasulullah mendapat informasi bahwa tambang garam tersebut menghasilkan garam yang sangat banyak, maka beliau segera membatalkan pemberian atas nama negara terhadap Abyadh bin Hamal. Hal ini karena garam pasti diperlukan oleh semua manusia. Sementara hasil tambang garam yang tak terbatas tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak secara cuma-cuma, tanpa perlu kompensasi. Ini karena, hajat hidup rakyat sejatinya memang harus ditanggung oleh institusi negara tempat mereka tinggal, tanpa perlu membayar kompensasi untuk mendapatkannya.


Sistem Islam Terbaik dalam Mengatur Perekonomian Negara 

Memperoleh kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan, termasuk kebutuhan akan energi untuk menggerakkan berbagai macam mesin sesungguhnya harus dijamin oleh negara. Filosofi ini mungkin asing dan dinilai utopis menurut pandangan sistem kapitalisme. Hal ini wajar, karena pandangan kapitalisme terhadap semua benda selalu didasarkan atas keuntungan semata. Segala cara dihalalkan demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan mereka meyakini tidak ada yang gratis selama dunia masih berputar.

Maka tak heran jika pemerintah RI menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi sejak 3 Setember 2022 dengan argumen mengurangi beban APBN. Dengan alasan meningkatnya harga minyak dunia, maka pemerintah mengurangi subsisi APBN terhadap BBM. Entah di mana letak salah perhitungannya, bukankah seharusnya saat harga minyak dunia tinggi negara ini mendapatkan keuntungan lebih banyak? Bukankah Indonesia termasuk negara penghasil minyak bumi cukup besar? Bahkan berdasarkan BP Statistical Review 2022, Indonesia menempati urutan ke-24 sebagai negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia, dengan total hasil 692 ribu barel per hari atau berkontribusi terhadap 0,8% produksi minyak dunia.

Namun, mengapa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa selama ini pemerintah telah menaikan anggaran kompensasi dan subsidi 3 kali lipat dari yang dianggarkan dalam APBN 2022? Katanya semula hanya Rp152,2 triliun sekarang naik menjadi Rp502,4 triliun. Angka inipun, menurutnya masih berpotensi naik hingga di atas Rp600 triliun jika harga minyak mentah dunia masih tinggi. 
Padahal, menurut perhitungan Lembaga ECO Macro Blast, kenaikan harga BBM saat ini akan memicu kenaikan inflasi. Kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan Pertamax sebesar 16,00 persen tersebut secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt. Jadi di satu sisi, APBN dikatakan tidak sanggup lagi mensubsidi, tetapi di sisi berseberangan ancaman inflasi siap menghadang. 

Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan tersebut telah nyata membuktikan bahwa pemerintaah Indonesia tidak berada dalam posisi sebagai garda terdepan dalam membela kepentingan warga negaranya. Bukan sebagai pembela kepentingan rakyat yang menjerit karena makin terpuruk kondisi ekonominya. Terbukti dengan mahalnya berbagai harga kebutuhan yang ikut naik seiring naiknya harga BBM. Bahkan yang lebih menyedihkan, pemerintah mengangap rakyat membebani APBN dengan memberikan subsidi pada harga BBM. Ini kesalahan yang fatal, karena rakyat sejatinya bukan beban bagi pemerintah, tetapi memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengurus dan membela rakyatnya. 

Pemerintah tampaknya tidak menempatkan dirinya sebagai pengurus dan pembela kepentingan rakyat, melainkan lebih mengikuti alur perkonomian dunia yang dikuasai dan diatur oleh negara-negara kapitalis. Padahal negara-negara kapitalis dengan para oligarkinya selalu rakus akan keuntungan bagi perut mereka sendiri. Seharusnya pemerintah berupaya sekuat tenaga demi perut lapar ratusan juta rakyatnya, bukan makin membebani rakyat dengan pengaturan ekonomi yang tidak memihak kepada rakyat.

Jika APBN tidak sanggup menanggung beban pengeluaran, maka seharusnya biaya untuk pengeluaran yang tidak urgen dipangkas dahulu. Berbagai pembangunan yang tidak terlalu diperlukan saat ini, seperti pembangunan IKN baru, seharusnya ditanggguhkan. Di sisi lain, seharusnya proyek-proyek strategis dan sumber daya alam yang menghasilkan pemasukkan besar bagi negara diambil alih dari pihak swasta dan asing sehingga bisa menjadi sumber pemasukkan yang besar bagi APBN. Namun, harapan sehebat apa pun tentu hanya akan menjadi khayalan manakala pemerintah negara ini lebih memilih tunduk pada kekuasaan kapitalisme dan para oligarkinya ketimbang menjadi negara yang kuat dan mandiri dalam naungan sistem Islam. []


Oleh: Dewi Purnasari
Aktivis Dakwah Politik
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments