Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Aturan Demokrasi Ramah terhadap Eks Koruptor


TintaSiyasi.com -- Terkait 23 eks napi korupsi atau koruptor yang kini dibebaskan dengan bersyarat, yaitu mendapatkan hukuman jadi lebih pendek karena dipotong remisi. Aturan remisi koruptor ini, termuat dalam Permenkumham Nomor 7 tahun 2022 pasal 1. “Remisi adalah pengurangan menjalani masa pidana yang diberikan kepada napi dan anak yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Selain itu, setelah dibebaskan eks napi korupsi ternyata masih bisa menjadi calon anggota legislatif (caleg) di DPR, DPRD, untuk pemilu 2024 mendatang. Hal ini dikarenakan, aturan UU Pemilu mengizinkan eks napi koruptor tersebut bisa kembali mencalonkan diri menjadi caleg.

Seperti, pada pasal 240 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang UU Pemilu. Dalam pasal ini mengatur persoalan syarat yang harus dipenuhi bagi caleg yang mencalonkan diri, baik pada tingkat DPR, DPRD provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.

Dengan ketentuan syarat yang berlaku. Yaitu, apabila seorang eks napi yang ingin mendaftarkan diri, wajib baginya mengungkapkan ke publik kalau dia pernah dipidana dan sudah selesai menjalani hukumannya.

Selanjutnya, pada pasal 45A ayat 2 PKPU Nomor 31 Tahun 2018. Menjelaskan syarat bagi eks koruptor bila ingin menjadi caleg pemilu, dengan syarat memberikan keterangan berupa lampiran terkait statusnya. Termasuk juga eks napi koruptor tersebut, wajib melampirkan berupa salinan putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Apa sebenarnya di balik bebasnya para eks napi koruptor ini? Apakah hanya untuk dicalonkan kembali menjadi caleg 2024 mendatang. Dengan remisi dan syarat aturan yang bisa dikatakan tidak memberatkan bagi mereka. Jadi aturan yang sudah ditetapkan dalam sistem demokrasi ini, bisa dikatakan sangat ramah terhadap eks koruptor.

Lantas, bagaimanakah korupsi menurut pandangan Islam? Dan apa hukuman yang layak bagi para koruptor. Ternyata, Islam memiliki aturan yang sangat bertolak belakang dengan sistem demokrasi saat ini. Jika demokrasi membuat aturan berdasarkan akal yang terbatas. Islam diatur berdasarkan wahyu Ilahi.

Terkait korupsi dalam pandangan syariat Islam, hal ini diatur dalam ilmu fiqih jinayah. Jinayah adalah sebuah perbuatan atau tindakan seseorang yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh manusia.

Juga berpotensi akan menimbulkan kerugian pada harga diri, harta kekayaan manusia. Sehingga, tindakan atau perbuatan itu haram dilakukan. Dan pelakunya akan dikenakan berupa sanksi hukum. Baik hukuman itu akan diberikan di dunia maupun di akhirat.

Menggelapkan uang negara, dalam syariat Islam disebut al-ghulul mencuri ghanimah atau harta rampasan perang, termasuk menyembunyikan sebagiannya untuk dimiliki. Meskipun yang diambil itu hanyalah bernilai kecil adanya.

Rasulullah SAW Bersabda: “Serahkanlah benang dan jarum. Hindarilah al-ghulul, sebab ia akan mempermalukan orang yang melakukannya di akhirat kelak.”

Dalam hadis ini jelas, Rasulullah SAW melarang untuk melakukan tindakan al-ghulul (korupsi), walaupun hanya seutas benang dan jarum sekalipun.

Allah SWT, berfirman yang artinya, “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa yang berkhianat, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dkhianatkannya; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya” (QS. Ali-Imran ayat 161).

Dalam ayat ini, Allah SWT mengancam orang-orang yang berkhianat termasuk korupsi di dalamnya. Kelak di akhirat mereka akan dibalas siksa sesuai dengan perbuatan mereka.

Dengan demikian, aturan dan hukum dalam sistem demokrasi yang dibuat oleh manusia, mudah berubah-ubah. Sesuai dengan kepentingan dan keuntungan kelompok tertentu (oligarki). Juga tidak membuat jera bagi para pelakunya. Aturan dalam Islam, sangat tegas dan jelas, tujuannya adalah untuk menyelamatkan manusia dari tindakan yang melanggar syariat, yang berefek jera. 

Wallahu a'lam. []


Oleh: Mariyam Sundari 
Muslimah Ideologis
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments