TintaSiyasi.com -- Kejadian memilukan dialami seorang ibu di Jombang. Ia harus menelan kenyataan pahit, karena bayi yang dilahirkannya meninggal dunia di tengah persalinan. Lebih tragisnya lagi, kepala bayi tersebut harus dipisahkan dari tubuhnya dengan dalih demi menyelamatkan sang ibu.
Tragedi tersebut bermula ketika Bu Rohma dirujuk oleh Puskesmas Sumobito ke RSUD Jombang untuk melakukan operasi Caesar. Rujukan dilakukan karena tidak mungkin melahirkan secara normal akibat keracunan kehamilan (preeklampsia). Sesampainya di RSUD Jombang, tim medis tetap mengupayakan persalinan secara normal karena menilai tidak ada indikasi klinis yang menjadi dasar bagi pasien untuk operasi Caesar. Karena Rohma merupakan pasien peserta BPJS Kesehatan, jika dipaksakan operasi tanpa indikasi, manajemen RSUD Jombang bakal terkena audit (tribunjogja.com, 2/8/ 2022).
Persalinan pun dilakukan secara normal hingga kepala bayi keluar, saat itulah terjadi distosia bahu yang menyebabkan tubuh bayi tidak bisa keluar. Tim medis yang bertugas mengaku sudah berupaya melakukan berbagai teknik untuk mengatasi kendala tersebut, namun sayang tidak berhasil. Sang bayi pun tidak bisa bertahan, lalu meninggal. Demi keselamatan ibu, tim medis terpaksa memisahkan kepala bayi dari tubuhnya. Menurut pihak RS, prosedur tersebut sudah dijelaskan dan Rohma beserta keluarga juga sudah setuju.
Kapitalisme Biang Mahalnya Biaya Kesehatan
Peristiwa tragis ini bukan kali pertama terjadi akibat buruknya pelayanan BPJS Kesehatan. Sudah berulang kali terjadi kasus yang mengakibatkan kematian pada pasien yang menggunakan kartu BPJS ataupun KIS. Banyak masyarakat yang mengeluhkan BPJS Kesehatan, mulai dari aspek administrasi yang ribet, sistem rujukan yang tidak terstruktur, hingga pelayanan medis yang lamban. Tentu masyarakat kecewa, sudah membayar iuran tiap bulan, tapi tidak mendapat pelayanan yang berkualitas.
Bukan hanya pasien, tenaga medis dan fasilitas kesehatan sesungguhnya juga mengalami kesulitan akibat BPJS Kesehatan. Sistem plafon yang diterapkan BPJS membatasi para dokter untuk memberikan penanganan optimal. Segala tatalaksana harus sesuai dengan indikasi yang ditentukan BPJS, padahal kondisi pasien pada praktiknya tak selalu sesuai. Jika tidak ada indikasi, BPJS tidak bisa mencairkan klaim ke RS. Akibatnya, RS-lah yang harus menalangi, hingga menyebabkan keuangan RS tidak stabil dan tidak bisa optimal dalam melayani masyarakat.
Karut-marut BPJS Kesehatan adalah salah satu bukti bobroknya kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Dalam kapitalisme, pelayanan kesehatan tidak dijamin oleh negara. Kesehatan dikapitalisasi lewat sistem asuransi, yang di negeri ini berwujud BPJS. Rakyat diwajibkan membayar iuran (premi) untuk membiayai sendiri kesehatannya.
Sayangnya, sistem BPJS yang berbelit justru sering menyulitkan masyarakat. Ditambah lagi, tak semua layanan kesehatan bisa ditanggung oleh BPJS. Ketika seseorang menginginkan pelayanan kesehatan yang lebih, maka dia harus mengeluarkan dana lebih banyak pula lewat pelayanan umum atau asuransi swasta. Pada akhirnya, kesehatan tak lagi bersifat sosial, tapi dijadikan komoditas bisnis untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
Jaminan Kesehatan dalam Islam
Sebagai agama yang paripurna, Islam juga memiliki pengaturan layanan kesehatan. Dalam Islam, setiap warga negara, baik kaya maupun miskin, akan mendapatkan jaminan kesehatan yang berkualitas dari negara. Hal ini karena kesehatan merupakan salah satu kebutuhan komunal yang wajib ditanggung sepenuhnya oleh negara. Negara akan mendirikan pusat-pusat layanan kesehatan yang lengkap dengan tenaga medis yang profesional, serta peralatan kesehatan yang memadai.
Di masa Daulah Islam, Rasulullah SAW sebagai kepala negara saat itu pernah diberi hadiah seorang dokter. Beliau kemudian menjadikan dokter tersebut sebagai dokter untuk seluruh kaum Muslim. Begitu juga pada masa Bani Ibn Thulun di Mesir, masjid-masjid dilengkapi dengan ahli pengobatan dan obat-obatan untuk memberikan pelayanan secara gratis kepada masyarakat.
Bani Umayyah banyak membangun rumah sakit yang disediakan untuk orang yang terkena lepra dan tuna netra. Para khalifah di masa Bani Abbasiyah juga banyak mendirikan rumah sakit di Baghdad, Kairo, Damaskus. Rumah sakit keliling pun disediakan untuk bisa menjangkau masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan di seluruh negeri.
Begitulah ketika sistem Islam diterapkan, maka rakyat akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan gratis. Maka sudah saatnya kita beralih ke sistem Islam dan mencampakkan kapitalisme yang terbukti hanya membawa kesengsaraan bagi rakyat. []
Oleh: Sri Wulandari
Pemerhati Sosial
0 Comments