Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mencari Akar Kebencian Salman Rusdhie terhadap Islam


TintaSiyasi.com -- Jangan berharap umat Islam akan diperlakukan adil, karena kita hidup di sistem demokrasi dan kapitalisme, sistem yang memuja kebebasaan, namun kebebasaan mereka tidak memberikan keadilan bagi Islam. Hal tersebut adalah fakta, bahwa hingga detik ini Islam menjadi sasaran fitnah dari kebencian. Tentu kita mengenal novelis Salman Rusdhie yang sudah terang-terang menulis buku ayat-ayat setan, mengolok-ngolok ajaran Islam. Patut diketahui Salman Rusdhie sekarang telah menjadi manusia atheis, murtad keluar dari Islam, namun anehnya seiring dengan perkembangannya saat ini, Salman Rusdhie memposisikan Islam sebagai agama yang dijadikan objek keburukan. Lantas di manakah benang merah akar kebencian Salman Rusdhie terhadap Islam? Siapa Salman Rusdhie? 

Jika namanya Salman Rusdhie, seharusnya itu menunjukkan identitas seorang Muslim, karena namanya tersebut khas dengan Islam, namun tidak kenyataan bagi sosok Salman Rusdhie. Salman Rusdhie lahir dari seorang ayah Muslim bernama Anis Ahmad Rusdhie, seorang pebisnis sukses yang mampu memberikan kehidupan dan pendidikan layak bagi anak-anak, namun sang ayah adalah pribadi yang moderat, yang mempunyai andil membentuk Salman Rusdhie menjadi pribadi yang kontroversi. Ayahnya lebih memilih menyekolahkan ke sekolah berbasis kurikulum Barat. 

Melihat dari jejak pendidikannya Salman Rusdhie dibesarkan oleh pendidikan sekuler, yaitu Chatedral and John Connon School Bombay, sekolah yang terkenal melahirkan tokoh penting India, setelah itu melanjutkan ke Rubgy School, Warwickshire Inggris, dan king's College University of Cambridge. Pendidikan Rusdhie erat kaitannya dengan pendidikan Inggris yang saat itu menjajah India. Inggris mengakui bahwa perlawanan yang hebat datangnya dari umat Islam, yang jelas menolak segala bentuk penjajahan atau pun kompromi. Sehingga Inggris mengubah penjajahannya salah satunya dalam bentuk soft power, yaitu mendirikan sekolah sekuler untuk meracuni pemikiran. 

Salman Rusdhie dari awal sudah dikondisikan Barat dengan pemikirannya yang sekuler untuk menyerang Islam, salah satunya menjadi tokoh dengan lulusan terbaik dari sekolah Inggris di India. yang telah menghabiskan pendidikan di bawah asuhan kurikulum Inggris. 

Salman Rusdhie mempunyai kegemaran dalam menulis novel, yang terbit pada 1975, novel yang berkisah mengenai seorang warga pribumi Amerika yang diberkahi kehidupan abadi dan berpetualang untuk mencari makna hidup. Meski novel ini minin kritik negatif, novel yang berjudul Grimus tidak laku di pasaran. 

Baru pada novel kedua, Midnight's Children, nama Salman Rusdhie melambung. Dirilis perdana di AS pada tahun 1981, novel yang ditulis dengan gaya realisme magis itu bercerita mengenai Saleem Sinai, seorang anak hasil selingkuhan yang lahir tepat tengah malam saat India merdeka. Saleem diceritakan punya kemampuan telepati untuk "mengumpulkan" bocah-bocah lainnya yang bernasib sama sepertinya, lahir di India tengah malam hingga jam 1 dini hari pada tanggal 15 Agustus 1947. Sang protagonis juga dikisahkan terjebak dalam dilema dia agama besarnya India, Islam dan Hindu. Novel tersebut disukai para kritikus. Pada tahun 1981 novel tersebut dianugerahi penghargaan Booker Prize sebagai novel terbaik untuk karya fiksi. Di Inggris novel tersebut terjual lebih dari 1 juta cetak. 
 
Pada isu-isu sensitif seperti itulah Rusdhie menjual Islam, kita memahami bahwa, Barat begitu memanjakan Rusdhie selama dia menjadikan sastra sebagai media untuk menghina Islam. Rusdhie hidup dalam sanjungan Barat selama dia mampu memposisikan Islam sebagai objek cemooh. Hampir setelah itu karya tulisan Salman Rusdhie semakin kontroversi dalam menyerang Islam. 


Cara Islam Menyudahi Penghinaan

Jangan berharap segala bentuk penghinaan terhadap Islam bisa berhenti, karena junnah kemulian Islam yaitu Khilafah tidak ada. Bagaimana pun caranya perisai umat tidak ada, maka kita akan melihat penghinaan itu akan terus berulang. Kebebasaan berekspresi yang saat ini dilindungi atas nama HAM dan demokrasi, nyata menjadikan Islam sebagai bahan pergunjingan, akibatnya orang yang menghina Islam semakin banyak dan tidak tersentuh hukum. Hal tersebut tak jarang menimbulkan banyak gelombang protes yang terjadi di Timur Tengah yang berujung bentrok karena ketidakpuasan hukum. Lantas bagaimana cara Islam menghentikan segala bentuk penghinaan? 

Apabila orang kafir yang jelas sudah menghina dan memerangi Islam maka adalah Allah perintahkan untuk diperangi, sebagaimana firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang ada disekitar kamu itu dan hendaklah menemui kekerasan dari padamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa [At-Taubah/9:123].

Hukuman tersebut dapat direalisasikan apabila umat Islam menerapkan syariat Islam dalam bingkai negara. Dalam sejarahnya sepanjang syariat Islam diterapkan dalam sebuah negara mampu bersikap tegas dan memberikan efek jera, seperti pengusiran yang dialami oleh Bani Qainuqa dari tanah Madinah, hal tersebut bermula dari adanya pelecehan seorang muslimah oleh Yahudi di pasar, yang menyebabkan terbunuhnya lelaki muslim, sampai akhirnya berita tersebut sampai kepada Rasulullah SAW, sampai akhirnya mereka menjadi kaum yang diperangi. Akibatnya kehormatan Islam dan umatnya terjaga dan disegani lawan. 

Wallahu a'lam. []


Oleh: Anastasia, S.Pd.
Guru
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments