Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hijab: Kesadaran, Pemahaman, dan Pembiasaan


TintaSiyasi.com -- Salah satu argumen populer yang kembali bergema di dunia maya adalah "berhijab itu harus karena kesadaran dan keinginan, bukan paksaan". Penyebabnya tentu saja kasus pemaksaan penggunaan hijab di salah satu sekolah negeri yang sempat viral beberapa waktu lalu. Sikap pihak sekolah yang mendapatkan banyak kecaman itu membuat banyak sekali perempuan khususnya Muslimah bersuara mengemukakan pendapat tentang kemerdekaan seseorang untuk menentukan apakah dirinya akan mengenakan hijab atau tidak. 


Berhijab di Atas Kesadaran

Statement yang menyatakan bahwa berhijab haruslah di atas kesadaran seorang perempuan adalah valid. Memang pada dasarnya yang terikat dengan kewajiban berhijab ini hanya perempuan-perempuan yang sadar, yang akalnya masih berjalan normal. Bukan perempuan-perempuan yang sedang kehilangan kesadaran, lebih-lebih gila. Bukan hanya hijab, seluruh hukum syara pun memang hanya berlaku bagi manusia yang sehat secara akal, artinya dia mampu berpikir dengan normal. Itulah mengapa anak-anak yang belum baligh tidak dibebankan dengan kewajiban itu sebab anak-anak belum sempurna akalnya.

Sebagai sebuah kewajiban, mengenakan hijab adalah realisasi dari keyakinan dan keimanan seseorang dengan menaati perintah Tuhannya. Ketika seorang Muslimah meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya, kemudian dia memahami bahwa konsekuensi sebuah keimanan adalah keterikatan secara totalitas pada Islam, maka dia akan memiliki kesadaran bahwa satu-satunya cara membuktikan keimanannya adalah dengan menjauhi larangan Allah dan melaksanakan perintah-Nya. Kesadaran bahwa berhijab adalah kewajiban. Kemudian, dengan kesadaran penuh dia akan menutup auratnya secara sempurna sesuai tuntunan syariat. 


Kesadaran Muncul dari Pemahaman

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, sebuah pemahaman akan melahirkan kesadaran. Ketika seseorang memahami konsekuensi keimanan maka kesadaran itu akan muncul dengan sendirinya. Meski memang tidak semua perempuan yang memiliki kesadaran akan serta-merta menjalankan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan tuhannya.

Karena kesadaran muncul dari pemahaman seseorang, maka memberikan pemahaman yang shahih kepada setiap Muslimah menjadi sebuah misi penting, terutama kepada anak-anak yang belum tersusupi pemahaman yang keliru. Sebab pemahaman yang keliru akan menghantarkan pada kesadaran yang keliru juga. Karenanya, untuk membentuk kesadaran yang shahih, diperlukan pemahaman yang shahih. 

Sayangnya, kini sudah bergaung banyak pemahaman yang keliru tentang hijab di mana-mana. Banyak orang yang dengan sadar mengindentikkan hijab dengan budaya arab, teroris, radikal, ekstrimis, fanatik agama, bahkan taliban. Sesuatu yang sebenarnya jauh dari definisi hijab itu sendiri. Mirisnya, hal ini terjadi di negara dengan mayoritas muslim. Kenapa? Sebab umat hari ini tidak memiliki kesadaran. Umat tidak memiliki kesadaran sebab umat tidak memiliki mafhum yang shahih.


Peran Sentral Ibu

Ini adalah kesempatan emas dan misi penting seorang Ibu untuk memaksimalkan perannya sebagai madrasah ula (sekolah pertama) untuk anak. Ibu adalah guru dan teladan pertama bagi anak, peran yang sangat penting. Menjadi kewajiban bagi seorang ibu untuk mengenalkan, mengajarkan, dan memahamkan Islam pada anak-anaknya. Hal ini bisa menjadi benteng yang melindungi anak-anak dari pemahaman yang keliru, sekaligus mempersiapkan anak untuk menjadi generasi yang taat pada syariat.

Jika sistem pendidikan saat ini tidak bisa menjamin penerapan Islam secara sempurna, setidaknya Ibu sudah membangun pondasi yang kuat, pemahaman yang shahih, sebagai sekolah pertama bagi anak anak.

Tidak hanya memberikan pengajaran dan pemahaman pada anak, sudah menjadi tugas seorang Ibu untuk memberikan contoh dan membiasakan anak-anak melakukannya juga. Dalam hal ini, memberikan pemahaman tentang pentingnya berhijab saja tidak cukup jika tidak pernah membiasakan anak untuk berhijab sejak dini. Apalagi jika ibunya sendiri pun tidak berhijab. Bagaimana anak akan memahaminya jika yang dia lihat justru berkebalikan dari yang dia pelajari?

Membiasakan anak menutup aurat sejak dini juga akan mempermudah anak untuk menutup auratnya ketika sudah baligh nanti. Menjadikan anak 'butuh' dengan hijabnya, percaya diri, dan mengakuinya sebagai identitas diri. Hal ini akan mencegah terjadinya kasus-kasus seperti yang disinggung di paragraf pembuka, mencegah anak merasa terpaksa saat harus menutup auratnya. 

Jadi, sebagai upaya kontribusi kita untuk membangkitkan umat dan mengembalikan kejayaan Islam, kita bisa memulainya dengan memperbaiki generasi. Membiasakan anak-anak kita untuk menaati syariat, memahamkan mereka pemahaman yang shahih, sehingga kelak mereka akan memiliki kesadaran untuk menjadi seorang hamba yang bertakwa. Tak hanya itu, kita pun jangan pantang menyerah untuk membangun kesadaran di tengah-tengah umat tentang pentingnya berhijab. Sebab hijab adalah bagian dari Islam dan Islam adalah rahmat (kasih sayang Allah) bagi seluruh alam.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Auliya Khuzaimah
Konten Kreator Dakwah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments