TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir ini tersebar berita siswi SMA yang mengaku depresi karena paksaan guru untuk mengenakan hijab di sekolah. Bahkan, banyak pihak yang ikut terjun dalam menyelidiki kasus tersebut seperti Ombudsman RI (ORI) (detikjateng.com, 29/7/2022). Bahkan, Kepala ORI perwakilan DIY, Budhi Masturi mengatakan bahwa, tindakan guru BK tersebut dapat masuk dalam kategori pemaksaan bahkan perundungan.
Melihat kasus yang bergulir di atas, yang dipermasalahkan adalah tindakan guru dan aturan hijab di sekolah. Padahal, perlu kita sadari bahwa tugas guru adalah sebagai pendidik, dan aturan sekolah dibuat untuk melakukan pembiasaan yang baik bagi muridnya. Guru dituntut untuk mendidik murid-muridnya menjadi pribadi-pribadi yang baik dan berkarakter. Terlebih, melihat kondisi saat ini di mana arus modernisasi, pluralisme, dan paham-paham lain yang membahayakan generasi muda seperti pelajar, haruslah memiliki benteng pemahaman yang kokoh dalam membendung paham-paham racun tadi.
Sayangnya, HAM yang lahir dari demokrasi sekularis ini menjadi penghalang bagi para pendidik dalam mendidik muridnya. Sekularisme yang telah mengakar pada generasi muda khususnya pelajar yang mengakibatkan mereka jauh dari jati dirinya, yang ada hanya mengikuti hawa nafsu untuk eksistensi dirinya. Dengan adanya payung hukum yang bernamakan HAM, mereka dengan bebas memilih tindakan yang menurutnya benar tanpa memiliki dasar dan arah yang benar. Kemudian, hijab yang menjadi persoalan di sekolah telah menunjukkan bahwa sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) telah nampak terjadi bahkan di tempat pendidikan seperti sekolah. Sekolah yang seharusnya mencetak generasi ulung dan berkepribadian telah ditanamkan paham-paham liberal dan sekuler. Inilah produk-produk yang dihasilkan dalam sistem kapitalis sekularis yang saat ini diterapkan oleh negara.
Lain halnya jika berdasarkan pandangan Islam. Dalam Islam, tempat pendidikan seperti sekolah merupakan tempat di mana para peserta didik dibina dan dididik oleh guru dengan tsaqafah Islam sebagai penguat untuk membentuk pribadi yang bersyakhsiyah islamiah. Dengan pemberian tsaqafah Islam dan pembiasaan-pembiasaan yang berdasarkan syariat, maka peserta didik akan membiasakan dan menjadi terbiasa dalam menerapkan aturan syariat tanpa ada rasa keterpaksaan.
Dengan demikian, seharusnya hijab tidak lagi menjadi permasalahan bagi para Muslimah, baik pelajar maupun non-pelajar selama ia masih beragama Islam. Karena, aturan hijab bukan hanya aturan sekolah semata, melainkan aturan yang datang langsung dari Allah SWT, sebagai Pencipta makhluk-Nya. Oleh karena itu, Sudah seharusnya Muslimah terikat dengan aturan ini tanpa keterpaksaan melainkan karena keimanan yang haq terhadap Pencipta. Serta, pandangan dan pemahaman ini hanya akan lahir dan terwujud apabila Islam menjadi poros dalam setiap aspek kehidupan.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Marselia Kurniawati
Pendidik Generasi dan Aktivis Dakwah
0 Comments