TintaSiyasi.com -- Akar masalah kebangkrutan BUMN di Indonesia adalah akibat sistem yang diterapkan hari ini. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, hubungan pemerintah dengan rakyat menggunakan paradigma bisnis, yaitu untung dan rugi. Karena itulah dalam sistem kapitalisme subsidi yang diberikan kepada rakyat dianggap beban. Para pemimpin kapitalis dan intelektual kapitalis selalu berupaya untuk mencari dalih atau alasan agar subsidi dihapuskan dan BUMN diswastanisasikan.
Dalam kasus penghapusan subsidi BBM beberapa tahun yang lalu, mereka membuat alasan agar penghapusan subsidi itu menjadi logis seperti: subsidi membebani APBN; dibandingkan dengan negara Asia lainnya, Indonesia merupakan negara yang paling boros subsidi; murahnya harga BBM membuat konsumsinya menjadi meningkat. Akibatnya, terjadi defisit pada neraca pembayaran. Alasan lainnya, harusnya masyarakat mulai menyadari Indonesia bukanlah negara yang kaya minyak. Alasan lainnya yang juga sering ditonjolkan adalah aspek keadilan karena dianggap subsidi tidak tepat sasaran. Itulah alasan-alasan yang sering dikemukakan untuk menghapuskan subsidi.
Faktanya, setelah subsidi dihilangkan, APBN tetap defisit. Karena itu, alasan yang sebenarnya adalah karena paradigma bisnis yang digunakan untuk mengatur dan mengelola negara. Akhirnya, harga BBM dan listrik mengikuti harga pasar. Salah satu bukti tidak profesionalnya pengelolaan BUMN adalah keberadaan direksi dan komisaris yang masih diisi oleh relawan partai politik yang tidak mempunyai track record atau pengalaman di bidangnya. Akhirnya, BUMN menjadi sapi perah partai politik.
Sejumlah usaha pelat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikabarkan gulung tikar. Ini karena ada yang mengalami salah kelola. Berikut daftar BUMN yang salah urus dan mengalami kerugian hingga punya utang banyak dan berujung pailit (cnbcindonesia.com, 24/07/2022).
Pertama, Istaka Karya. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyampaikan mengabulkan permohonan pembatalan Perjanjian Perdamaian (homologasi) oleh PT Riau Anambas Samudra. Yakni lewat putusan No. 26/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Jkt.Pst. Jo. No. 23/Pdt-Sus-PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 12 Juli 2022.
Kedua, Merpati Airlines. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) telah dinyatakan pailit oleh keputusan Pengadilan Negeri Surabaya. Selain itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya membatalkan Perjanjian Perdamaian (homologasi) PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) pada 2 Juni 2022. Dengan begitu, perusahaan mendapat payung hukum dan lebih mendekat pembubaran. Pengadilan juga menunjuk Hakim Pengawas, hakim ditunjuk oleh Pengadilan Niaga, serta Kurator untuk menjalankan proses kepailitan perusahaan tersebut.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan bahwa dampak pandemi virus Corona atau Covid-19 ini sangat memengaruhi proses bisnis perusahan BUMN hingga beberapa perusahaan mengalami kerugian. Erick menyebutkan, BUMN selama 10 tahun terakhir telah berkontribusi terhadap pajak, PNBP dan dividen sebesar Rp 3.282 triliun.
Klaster perusahaan negara itu disebut bertahan karena masing-masing membukukan pendapatan Rp 13 triliun, Rp 7 triliun, Rp 4 triliun dan Rp 4 triliun. Sebanyak 9 klaster BUMN lainnya merugi dengan penurunan pendapatan terbesar dipimpin klaster migas dan energi, yang kinerjanya turun Rp 193 triliun.
Pernyataan Erick tersebut seolah-olah penyebab kerugian dan kebangkrutan BUMN adalah pandemik Corona. Padahal sebelum ada pandemik Corona, kondisi BUMN ini memang sedang menghadapi krisis keuangan.bMenurut data yang dirilis Tempo tahun 2017, ada 23 BUMN yang mengalami kerugian dengan total kerugian sebesar Rp 5,3 Triliun. Kerugian meningkat pada tahun 2018. Dari 13 BUMN tercatat jumlah kerugian sekitar Rp 22 Triliun, sementara kasus Covid-19 baru melanda Indonesia awal maret 2020. Karena itu akar masalah menumpuknya utang dan bankrutnya BUMN bukan masalah pandemik Corona.
BUMU dan BUMN dalam Sistem Ekonomi Islam
Islam sebagai sistem hidup yang sempurna memiliki paradigma yang berbeda dengan sistem kapitalisme dalam memandang hubungan antara pemerintah dengan rakyat.
Pemimpin adalah pelayan, bukan pedagang. Seorang kepala negara dalam sistem politik dan ekonomi Islam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Sabda Rasulullah SAW, “Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam operasionalnya sebagai pengatur dan pemelihara urusan rakyat, khalifah atau negara berperan sebagai regulator dan pelaku. Sebagai regulator, kepala negara (khalifah) menetapkan hukum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan hukum Allah SWT (syariah Islam), bukan berdasarkan akal atau asas sekularisme.
Sebagai pelaku, negara khilafah akan mengelola sumberdaya alam berbasis negara atau state based managemen, baik berbentuk Badan Usaha Milik Umum (BUMU) maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tentu dengan paradigma riayah, bukan paradigma bisnis.
BUMU bertugas untuk mengelola sumber daya alam yang masuk kategori kepemilikan umum yang masuk kategori fasilitas umum (seperti air, hutan, sumber energi dan jalan tol, pelabuhan) maupun sumberdaya milik umum dalam bentuk barang tambang yang jumlahnya banyak (seperti emas, perak, batubara, besi, dan lain lain). Negara wajib mengelola sumber daya milik umum tersebut sebagai wakil dari umat. Negara haram menyerahkan penguasaan dan pengelolaan barang milik umum tersebut kepada swaasta baik lokal apalagi asing. Dalilnya adalah sabda Nabi SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Hadis lainnya adalah tentang pembatalan pemberian tambang garam kepada Abyad bin Hammal ra. Diriwayatkan; Sesungguhnya Abyad bin Hammal pernah mendatangi Rasulullah SAW dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dia. Ibnu al-Mutawakkil berkata, ”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.” Nabi SAW pun memberikan tambang itu kepada dia.
Dalam menjalankan tugasnya, BUMU dan BUMN tersebut harus melakukan riset, ekplorasi, pengolahan, dan distribusi kepada rakyat. Dalam mendistribusikan hasil produksinya kepada rakyat, keduanya tidak boleh berorientasi laba melainkan bentuk pelayanan publik sebagai bentuk tanggung jawab negara. Namun, untuk optimalisasi pendapatan, negara boleh menjual produksi dengan tujuan ekspor keluar negeri dengan tetap menjamin pemenuhan kebutuhan energi dalam jangka panjang dan tidak menyebabkan kerusakan dan ketidakseimbangan lingkungan. Penjualan keluar negara dibolehkan mengambil keuntungan yang seoptimal mungkin.
Profesional dan bebas korupsi selain paradigma riayah. Pengelolaan BUMU dan BUMN juga harus dikelola secara profesional dan bebas korupsi serta kolusi. Pengelolaan BUMU dan BUMN harus dilakukan secara terpadu dan profesional. Para direktur yang ditugaskan untuk mengelola perusahaan haruslah orang-orang yang memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya. Inilah yang diperintahkan dan diingatkan oleh Rasulullah SAW.
Ada seorang sahabat bertanya, “Bagaimana maksud amanat disia-siakan?” Beliau menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah kehancurannya” (HR al-Bukhari).
Sebagai bentuk profesionalisme, Islam juga akan memberikan gaji yang layak kepada para pekerja dan memberikan ancaman serta sanksi yang tegas bagi mereka yang melakukan korupsi. Rasullah SAW bersabda:
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاه عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْد ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulul (HR Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim).
Berdasarkan hadis ini harta yang diperoleh para direksi, aparat, pejabat dan penguasa selain pendapatan (gaji) yang telah ditentukan, apapun namanya (hadiah, fee, pungutan, suap, dan sebagainya), merupakan harta ghulul dan hukumnya haram. Karena itu pendapatan para direksi dan karyawan perusahaan BUMN dan BUMU hendaknya diungkap secara transparan sehingga mudah diawasi. Harta direksi, karyawan pejabat dan aparat harus dicatat, bukan hanya mengandalkan laporan yang bersangkutan. Harta kekayaan mereka harus diaudit. Jika ada pertambahan harta yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, hartanya yang tidak wajar disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara. Bersamaan dengan itu Islam memberikan sanksi (takzir), mulai dari yang ringan hingga hukuman mati.
Itulah prinsip pengelolaan Badan Usaha Milik Umum dan Badan Usaha Milik Negara. Mekanisme tersebut hanya bisa dilaksanakan dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara yang mennerapkan syariah secara kaffah, bukan hanya dalam urusan ibadah dan muamalah, tetapi juga dalam urusan politik.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ami Amara
Aktivis Muslimah
0 Comments