Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Akibat Ulah Kapitalis Terjadi Bencana Ekologis


TintaSiyasi.com -- Berbagai bencana melanda negeri ini, menambah deretan derita rakyat di tengah himpitan ekonomi yang belum tersolusi.

Mulai dari banjir yang melanda Garut pada Jumat malam (15/7) yang menyebabkan hanyutnya sembilan rumah. Selain itu, puluhan rumah juga mengalami kerusakan. Banjir juga melanda Kecamatan Telukjambe Barat Desa Karangligar, Ketawang, Jawa Barat, Sabtu (16/17). Banjir ini menyebabkan 304 unit rumah, 2 unit fasilitas ibadah, dan 3 unit fasilitas umum tergenang banjir dengan ketinggian antara 10 cm -100 cm.

Begitu juga yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau juga mengalami erupsi, Minggu (17/07/2022). Dan kejadian erupsi ini telah dikonfirmasi oleh Koordinator Gunung Api di Unit Pusat Vulkonologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Oktory Prambada.

Bencana-bencana tersebut jelas dampaknya sangat merugikan manusia. Tentunya hal ini menambah kesengsaraan masyarakat di tengah harga bahan pokok masih melangit.

Tetapi kita memang harus bersikap bijak untuk menerima bencana tersebut sebagai ketentuan dari Allah SWT, namun kita juga tidak menutup mata, bahwa benarkah semua bencana itu terjadi mutlak karena ketentuan Allah SWT ataukah ada sebab lain.

Kita bisa melihat bencana seperti banjir yang melanda di setiap musim hujan pasti terjadi di berbagai daerah yang biasa dilanda banjir. Artinya ada sesuatu yang itu bisa dipelajari penyebabnya. Bukan semata itu takdir dari Allah SWT.

Dari peristiwa bencana tersebut, yang terjadi berulang di setiap musim yang sama ada unsur keterlibatan manusia. Seperti yang dinyatakan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat UU Ruzhanul Ulun bahwa banjir yang terjadi di Garut tidak hanya akibat curah hujan yang tinggi. Lebih dari itu, banjir karena adanya pembabatan dan alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai. Selain itu, kasus penurunan tanah yang terjadi di kota Semarang yang disamping disebabkan faktor oleh antropogenik, yaitu penurunan muka air tanah ternyata juga disebabkan beban bangunan.

Begitu juga bencana yang lain seperti tanah longsor terjadi karena adanya penebangan maupun penambangan liar yang tidak memperhatikan dampak lingkungan. Tapi begitulah kondisi Indonesia saat ini, berbagai bencana selalu melanda dan berulang terjadi dan terkesan tidak ada antisipasi. Jadi dari tahun ke tahun bencana selalu ada bahkan kondisinya bisa lebih parah dari tahun sebelumnya. 

Kebebasan individu dalam kepemilikan menjadikan faktor utama kerusakan lingkungan. Karena individu yang dibebaskan memiliki lahan apapun akan berpikir profit, tanpa memikirkan kerusakan lingkungan, habitat hewan, ataupun keseimbangan alam.

Kebebasan kepemilikan hanya tegak di dalam sistem kapitalisme. Karena sistem kapitalisme menjamin kepemilikan individu. Bahkan kepemilikan negara pun justru terkalahkan oleh kepemilikan individu. Alhasil para kapitalis yang merusak alam kerap berlindung di bawah undang-undang yang mereka kehendaki melalui penguasa yang ada. Alhasil, dampak dari pengelolaan lingkungan berbasis kapitalisme sangat bahaya dampaknya baik untuk masyarakat sekitar maupun kelestarian SDA (sumber daya alam) yang ada.

Tata kelola lingkungan perkotaan berbasis kapitalis menyebabkan daerah resapan air berkurang karena lingkungan perkotaan oleh para kapital digunakan untuk pembangunan hotel, mal ataupun bangunan lain sebagai lahan bisnis semata. Terkait keberadaan hutan lindung yang oleh para kapital dialih fungsikan sebagai pemukiman ataupun bangunan lainnya tentu juga mempunyai dampak rawan longsor ketika hujan tiba.

Jadi berbagai bencana yang ada saat ini jelas tidak semata-mata karena ketentuan dari Allah SWT. Tetapi lebih kepada ulah manusia khususnya penguasa dan para pemilik modal yang dengan membabi buta memanfaatkan SDA demi keuntungan yang ingin dicapainya.

Hal ini diperparah dengan keberadaan penguasa saat ini yang hanya berfungsi sebagai regulator saja. Jadi, wajar jika bencana berulang kali melanda akan tetapi tidak ada tindak nyata untuk mengurai akar masalah yang menyebabkan bencana tersebut. Bahkan kebijakan pengelolaan SDA justru diserahkan kepada para pemilik modal.

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Penguasa dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab besar di hadapan Allah SWT atas keselamatan warganya. Penguasa adalah pelayan umat. Jadi, mereka akan memperhatikan akar masalah yang memicu timbulnya bencana.

Dengan pandangan bahwa penguasa sebagai pelayan umat tersebut, maka penguasa akan berusaha mengambil strategi dalam menanggulangi bencana. Adapun langkah yang diambil adalah dengan membuat kebijakan sebelum bencana, ketika bencana dan setelah bencana melanda.

Kebijakan sebelum bencana diambil sebagai bentuk antisipasi sebelum terjadinya bencana. Penguasa akan memperhatikan daerah yang rawan bencana. Misalnya di daerah yang rawan banjir, maka penguasa akan memastikan terserapnya air dengan baik dan aliran air yang tidak mengalami sumbatan. Untuk mengatasi curah hujan yang tinggi bisa dengan membuat bendungan yang besar. Begitu juga ketika terdapat daerah pemukiman yang rawan banjir atau tanah longsor maka penguasa akan memindahkan pemukiman warga ke tempat yang tidak rawan bencana. Penguasa juga membuat kebijakan yang ketat ketika akan mendirikan bangunan untuk memastikan bahwa lingkungan tetap terjaga ketika ada bangunan di daerah tersebut. Selain itu penguasa juga mengawasi pembangunan sehingga tidak memperparah terjadinya penurunan kontur tanah.

Penguasa juga akan bertindak cepat ketika bencana melanda. Penguasa akan melibatkan warga sekitar bencana dan menyediakan tenda, makanan, pengobatan dan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh korban bencana. Di samping itu penguasa juga akan menerjunkan para alim ulama untuk memotivasi para korban bancana agar bisa mengambil hikmah atas bencana tersebut.

Begitulah penguasa Islam mengambil kebijakan dalam mengatasi bencana dan solusi ini tidak akan bisa diterapkan ketika Islam diterapkan secara kaffah. Jadi solusi untuk keluar dari berbagai bencana dan penanganan korban bencana yang tepat tidak ada cara lain selain kita kembali kepada aturan Islam.

Wallahu a'lam. []


Oleh: Zulia Adi K., S.E.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments