"PLN
hanyalah tempat bakar batu bara mereka (oligarki), tungku untuk memasak agar
mereka bisa terus meraup untung. Selama pembangkit Batu bara masih merupakan 70
persen pembangkit existing, maka selama itulah uang akan mengalir ke
pundi-pundi pengusaha batu bara," tuturnya.
Ia melanjutkan,
PLN tidak menikmati keuntungan dari usaha dan jerih payahnya. Lalu dari mana PLN
dapat uang. "Ya utang. PLN terus menimbun utang dan tak berhenti menimbun
utang," katanya.
"Bisnis
energi primer batu bara adalah pusaran bisnis utama oligarki Indonesia. Siapa
mereka? Sekelompok kecil elite yang sangat berkuasa, memiliki uang banyak,
sanggup membiayai pembuatan UU dan peraturan, serta menempatkan
pemimpin-pemimpin lokal. Untuk apa? Demi meraup uang yang makin besar.
Darimana? Dari uang rakyat, uang bank, uang APBN, uang perusahaan asuransi
negara, uang belanja BUMN, dan lain sebagainya," paparnya.
Peneliti Asosiasi
Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) tersebut mempertanyakan, bagaimana pemerintah mau menghapus DMO, sementara
itu telah diatur dalam UU Minerba. “Hal ini masih
dikaji, tetapi peraturan sudah keluar terlebih dahulu. Pemerintah akan
mengikuti pola perdagangan sawit. Pemerintah akan membentuk BLU yang akan
menjadi lembaga untuk memungut selisih harga jual DMO dengan harga pasar
ekspor. Pungutan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK No.17/PMK.02/2022,” ungkapnya.
"Alasannya, keadaan
mendesak pemerintah lagi sangat butuh uang (BU) banget. Katanya hasil pungutan
ini nanti akan menjadi semacam subsidi untuk PLN. Lah, utang subsidi
dan kompensasi pemerintah di PLN aja masih segunung belum dibayar sampai
sekarang. Lagipula uang hasil pungutan sawit yang ratusan triliun itu ke mana larinya?
Kok gak berani transparan?" ujarnya.
Ia
mengungkapkan, awal Juli lalu, PLN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) melakukan penyesuaian tarif golongan atas. Atau bahasa lainnya tarif
listrik golongan atas dinaikkan. “Demi menyelamatkan keuangan PLN. Tarif listrik yang dinaikkan
adalah tarif golongan 3.500 volt amphere (VA) ke atas. Ya, konon tarif itu untuk orang kaya, kelas tajir, kelompok orang yang
banyak uang," jelasnya.
"Baru saja
PLN menaikkan tarif, hanya kurang dari satu bulan berselang pemerintah melalui Menteri Keuangan dan
Menteri ESDM menghapus batu bara DMO. Artinya apa? Harga batu bara akan
diserahkan kepada mekanisme pasar. PLN harus membeli batu bara sesuai dengan
harga yang berlaku di pasar. Kalau di saat harga DMO kemarin PLN membeli batu bara seharga 70 dolar
Amerika Serikat (AS) per ton, maka sekarang harus mengikuti harga pasar. Harganya
berkisar antara 300 – 400 dolar AS per ton," bebernya.
Ia menuturkan,
PLN kena jebakan pukat harimau, diberi sedikit uang dengan kebijakan
penyesuaian tarif, namun hasilnya segera disedot oleh bandar energi primer yang
menguasai PLN.
"Siapa
mereka? Mereka adalah penjual batu bara. PLN memang harus punya uang dari hasil
mendistribusikan listrik, tetapi yang menikmati uangnya adalah
bandar energi primer batu bara. Itulah hukum yang berlaku di sana
sekarang," tutupnya.[] Sri Astuti
0 Comments