Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PLN Hanyalah Tempat Bakar Batu Bara Oligarki Indonesia



TintaSiyasi.com -- Menanggapi penghapusan batu bara Domestik Market Obligation (DMO), Pengamat Politik Ekonomi Salamuddin Daeng menilai bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanyalah tempat bakar batu bara oligarki Indonesia.

"PLN hanyalah tempat bakar batu bara mereka (oligarki), tungku untuk memasak agar mereka bisa terus meraup untung. Selama pembangkit Batu bara masih merupakan 70 persen pembangkit existing, maka selama itulah uang akan mengalir ke pundi-pundi pengusaha batu bara," tuturnya.

Ia melanjutkan, PLN tidak menikmati keuntungan dari usaha dan jerih payahnya. Lalu dari mana PLN dapat uang. "Ya utang. PLN terus menimbun utang dan tak berhenti menimbun utang," katanya.

"Bisnis energi primer batu bara adalah pusaran bisnis utama oligarki Indonesia. Siapa mereka? Sekelompok kecil elite yang sangat berkuasa, memiliki uang banyak, sanggup membiayai pembuatan UU dan peraturan, serta menempatkan pemimpin-pemimpin lokal. Untuk apa? Demi meraup uang yang makin besar. Darimana? Dari uang rakyat, uang bank, uang APBN, uang perusahaan asuransi negara, uang belanja BUMN, dan lain sebagainya," paparnya.

Peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) tersebut mempertanyakan, bagaimana pemerintah mau menghapus DMO, sementara itu telah diatur dalam UU Minerba. Hal ini masih dikaji, tetapi peraturan sudah keluar terlebih dahulu. Pemerintah akan mengikuti pola perdagangan sawit. Pemerintah akan membentuk BLU yang akan menjadi lembaga untuk memungut selisih harga jual DMO dengan harga pasar ekspor. Pungutan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK No.17/PMK.02/2022,” ungkapnya.

"Alasannya, keadaan mendesak pemerintah lagi sangat butuh uang (BU) banget. Katanya hasil pungutan ini nanti akan menjadi semacam subsidi untuk PLN. Lah, utang subsidi dan kompensasi pemerintah di PLN aja masih segunung belum dibayar sampai sekarang. Lagipula uang hasil pungutan sawit yang ratusan triliun itu ke mana larinya? Kok gak berani transparan?" ujarnya.

Ia mengungkapkan, awal Juli lalu, PLN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan penyesuaian tarif golongan atas. Atau bahasa lainnya tarif listrik golongan atas dinaikkan. Demi menyelamatkan keuangan PLN. Tarif listrik yang dinaikkan adalah tarif golongan 3.500 volt amphere (VA) ke atas. Ya, konon tarif itu untuk orang kaya, kelas tajir, kelompok orang yang banyak uang," jelasnya.

"Baru saja PLN menaikkan tarif, hanya kurang dari satu bulan berselang pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Menteri ESDM menghapus batu bara DMO. Artinya apa? Harga batu bara akan diserahkan kepada mekanisme pasar. PLN harus membeli batu bara sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Kalau di saat harga DMO kemarin PLN membeli batu bara seharga 70 dolar Amerika Serikat (AS) per ton, maka sekarang harus mengikuti harga pasar. Harganya berkisar antara 300 – 400 dolar AS per ton," bebernya.

Ia menuturkan, PLN kena jebakan pukat harimau, diberi sedikit uang dengan kebijakan penyesuaian tarif, namun hasilnya segera disedot oleh bandar energi primer yang menguasai PLN.

"Siapa mereka? Mereka adalah penjual batu bara. PLN memang harus punya uang dari hasil mendistribusikan listrik, tetapi yang menikmati uangnya adalah bandar energi primer batu bara. Itulah hukum yang berlaku di sana sekarang," tutupnya.[] Sri Astuti

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments