Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Media di Bawah Demokrasi, Agenda Masif Merusak Citra Islam


TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir ini media pemberitaan nasional ramai membicarakan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak seorang tokoh agama kyai pondok pesantren yang membuat geger masyarakat. Pada saat yang sama, lembaga sosial kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terjerat dalam kasus dugaan penyelewengan dana. Pihak kepolisian mengungkapkan sejumlah dugaan terkait kasus penyelewengan dana yang dilakukan oleh ACT, diantaranya penyelewengan dana donasi untuk kepentingan pribadi pengurus lembaga ACT, hingga adanya kemungkinan pengggunaan dana CSR dari pihak Boeing untuk keluarga korban kecelakaan Lion Air JT610 (dikutip dari nasional.kompas.com). Detail investigasi terkait kasus ini masih memenuhi laman pemberitaan media nasional.

Menyoroti frekuensi pemberitaan kedua kasus yang besar membuat kita bertanya-tanya, mengapa kasus atau skandal yang menjerat lembaga berbasis Islam dan tokoh-tokoh Islam diangkat besar-besaran, sedangkan kasus-kasus serupa bahkan banyak terjadi pada lembaga-lembaga lain tidak diangkat sepanas kasus ACT? 

Maka disebutkan dalam teori Agenda Setting yang dikemukakan oleh McComb dan Donald L. Shaw, mereka mengasumsikan bahwa media memiliki kemampuan untuk mentransfer isu sehingga dapat memengaruhi agenda dan opini publik. Asumsi ini kemudian mendukung sebuah buku berjudul Civil Democratic Islam: Partners, resources, and Strategy yang menyebutkan bahwa dalam sistem demokrasi media didorong untuk memberitakan secara massif kesalahan yang menjerat tokoh dan lembaga berbasis Islam yang merupakan salah satu simbol keislaman. Dengan begitu mata rantai kepercayaan antara masyarakat dengan tokoh maupun lembaga-lembaga keislaman akan terputus dan membuat masyarakat takut terhadap simbol-simbol Islam tersebut. Media pemberitaan sebagai alat berhasil memberitakan kasus tokoh dan lembaga ACT sehingga isu tersebut saat ini menjadi agenda dan opini khalayak publik.

Hal ini adalah upaya membangun citra buruk Islam di hadapan masyarakat agar masyarakat kita semakin menjauh dari Islam. Tentu agenda membangun citra buruk Islam ini tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme berbasis sekulerisme yaitu paham untuk memisahkan agama dari kehidupan yang dituangkan dalam kehidupan sistem demokrasi. Sehingga tujuan agenda ini adalah untuk membuat masyarakat terpisah dan menjauh dari agamanya yaitu Islam. Karena dalam sistem kapitalisme demokrasi saat ini di mana kebebasan berpendapat digaungkan, tidak hanya satu kali ini saja Islam dicitraburukkan dalam media-media pemberitaan.

Umat Islam yang tidak memiliki pelindung sehingga berada di level terbawah membuat kita sangat mudah untuk dihinakan dan dicitraburukkan. Penghinaan terhadap Islam saat ini cukup banyak kita temukan di media-media termasuk sosial media. Semua itu karena ketiadaan perisai umat Islam yaitu pemimpin yang dapat melindungi Islam dan umat Islam. 

Dalam Islam, media sendiri memiliki peran strategis dalam menyebarkan syiar Islam dan menjaga citra baik Islam dan umat Islam sebagai sebuah benteng pelindung. Media membawa agenda mulia untuk membentuk isu Islam di tengah masyarakat dengan memasifkan syiar Islam sehingga Islam bisa dirasakan pengaruhnya oleh seluruh elemen masyarakat. Sekali lagi, peran strategis media seperti ini hanya dapat dibentuk melalu peran pemimpin sebagai pelindung dan penjaga Islam dalam bingkai sistem kehidupan Islam.

Terakhir, sebagai seorang Muslim, tidak selayaknya kita ketakutan dengan agama kita sendiri, bahkan tidak masuk akal jika kita Muslim dan memilih Islam tapi takut dengan Islam itu sendiri akibat masifnya pemberitaan di media-media. Oleh karena itu, umat Islam harus melawan isu yang merusak Islam dengan memasifkan pula mempelajari Islam sebagai benteng agar tidak terpengaruh oleh agenda media tersebut. 

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Fadhila Rohmah
Mahasiswa
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments