TintaSiyasi.com -- Peran generasi muda sangatlah penting dalam meneruskan estafet kehidupan. Bahkan setiap orang tidak ada yang memungkiri bahwa generasi muda adalah pelanjut kepemimpinan sebuah bangsa dan peradaban. Sebab, generasi tua pasti akan musnah pada masanya, kemudian digantikan oleh generasi berikutnya. Ini adalah sebuah keniscayaan yang menjadi sunatullah.
Peningkatan kualitas generasi muda sangat penting untuk menjadi prioritas bangsa. Hal ini karena beratnya tanggung jawab yang akan mereka pikul kelak. Allah SWT dan Rasul-Nya memberi tuntunan bagaimana generasi muda itu seharusnya. Ajaran Islam yang diturunkan oleh Allah juga memotivasi dan memberi contoh terkait generasi muda yang berkualitas melalui kisah-kisah para Nabi, Rasul dan orang-orang yang bertakwa.
Di dalam Al-Qur’an Surah al-Anbiya ayat 60, Allah SWT menceritakan bagaimana sosok Ibrahim muda, saat ia belum diutus menjadi Rasul. Nabi Ibrahim as saat muda digambarkan sebagai seorang pemuda yang pemberani, kuat daya pikirnya dan kritis terhadap kemungkaran. “Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim” (QS al-Anbiya: 60).
Keberanian dan kecerdasan Nabi Ibrahim as dalam menghadapi kemungkaran raja Namrudz, raja Babilonia dan rakyatnya telah diceritakan dalam Al-Qur’an. Bacalah kisahnya saat menghancurkan berhala-berhala sembahan mereka. Ketika raja dan penduduk Babilonia gempar dengan hancurnya berhala-berhala sembahan mereka, “Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, “Sesungguhnya kamulah yang menzalimi (diri sendiri)” (QS al-Anbiya: 63-64).
Akhirnya mereka berkata kepada sesama mereka, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri) dengan menyembah benda-benda (berhala) yang tidak dapat berbicara.” Jawaban Ibrahim berhasil mengembalikan kesadaran kaumnya bahwa selama ini mereka salah menjadikan patung-patung berhala menjadi Tuhan yang mereka sembah. Demikianlah kisah keberanian, kecerdasan, dan pemikiran kritis Nabi Ibrahim as yang kala itu masih berusia 16 tahun. Sungguh pemuda seperti Nabi Ibrahim as ini selalu diperlukan di setiap masa.
Contoh lain adalah Usamah bin Zaid. Sahabat Rasulullah ini ikut dalam pasukan Perang Khandaq pada usia 15 tahun. Ia kemudian diangkat menjadi komandan pasukan kaum Muslim saat penyerangan ke wilayah Byzantium ketika berusia 18 tahun. Ia memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang yang jauh lebih tua darinya, seperti Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra. Usamah bin Zaid kemudian membuktikan kepiawaiannya menjadi komandan pasukan dengan keberhasilannya dalam penyerangan tersebut, sehingga membuka jalan bagi penaklukan pasukan kaum Muslim selanjutnya ke wilayah Levant dan Mesir.
Masih banyak lagi sosok pemuda hebat sepanjang lintasan sejarah Islam. Sosok-sosok pemuda ini tidak hanya berkualitas dari sisi kemampuan dan keahliannya di berbagai bidang saja. Namun juga, dari kekuatan keimanan dan keistiqamahannya dalam berpegang teguh dengan Islam. Mereka juga tidak pernah lemah dalam memperjuangkan kemuliaan Islam dan kaum Muslim di hadapan musuh-musuh Islam.
Generasi muda dengan kualitas seperti inilah yang sesungguhnya sangat diperlukan di zaman ini. Generasi muda yang berani, cerdas, dan kritis dalam mencegah kemungkaran saat ini sesungguhnya sangat langka. Kebanyakan kaum muda telah tergoda dengan pragmatisme sistem sekuler kapitalistik. Sistem buatan manusia tersebut saat ini berhasil membujuk dan menggoda generasi muda untuk menjadi pengusung dan pembelanya. Tidak hanya itu, bahkan mayoritas generasi muda saat ini telah berkecimpung dan menikmati sistem sekuler kapitalisme ini.
Tengoklah kehidupan generasi muda yang kerap diancam oleh 4F (fun, food, fashion, faith) dan 4S (sing, sex, sport, smoke). Fun adalah tontonan-tontonan, gaya hidup dan tingkah laku yang melalaikan dari mengingat Allah dan dari pelaksanaan syariat Islam. Fashion adalah busana. Kalangan generasi muda kebanyakan berkiblat pada tren orang kafir Barat yang selalu mengumbar aurat dan merangsang syahwat.
Sedangkan food adalah berbagai makanan dan minuman yang haram dan tidak sehat. Makanan dan minuman ini diproduksi dan disebarluaskan serta ditarik pajaknya oleh pemerintah negeri-negeri Muslim. Sedangkan faith adalah kepercayaan, yaitu paham-paham yang dibuat dan disebarluaskan di kalangan generasi muda seperti kapitalisme, liberalisme, komunisme, orientalisme, zionisme, pluralisme, dan lain-lain.
Terkait 4S, sing adalah musik-musik dan lagu-lagu yang mempertunjukkan budaya dan lirik lagu ala Barat dengan berbagai medianya. Sex adalah gambar dan tayangan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi serta perbuatan asusila seperti pelacuran, seks bebas dan LGBT.
Sport adalah berbagai macam even olahraga yang tidak mencerminkan budaya Islam (contohnya membuka aurat) dan diselenggarakan sehingga melalaikan orang dari pelaksanaan syariat Islam. Sedangkan smoke adalah rokok dengan berbagai merek dan inovasi yang dengan mudah bisa dikonsumsi oleh kalangan tua maupun muda. Kebanyakan kaum Muslim ternyata menjadi pecandu rokok yang hukumnya menurut jumhur ulama adalah makruh.
Baik 4F maupun 4S semuanya tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi berkolaborasi dan bersinergi dalam sistem yang diberlakukan di negeri-negeri kaum Muslim. Pemerintah tidak mengatur, apalagi melarang produksi dan penyebaran pemikiran, barang-barang dan gaya hidup ini. Bahkan minuman beralkohol di negeri ini dilegalkan pembuatan dan penyebarannya, tirto.id (2/3/2021). Contoh lain adalah UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yang berpotensi dimanfaatkan untuk menjadi landasan pelegalan perzinaan.
Pemahaman toleransi ala sekuler Barat juga sangat kuat meracuni pemikiran generasi muda saat ini. Terbukti kebanyakan generasi muda menganggap semua agama sama benarnya (pemikiran pluralisme) yang memicu perbuatan sinkretisme (mencampuradukkan sebuah agama dengan agama lain dan mempraktikkannya). Contoh perbuatannya adalah maraknya dilakukan pernikahan beda agama oleh kalangan muda belakangan ini.
Padahal Islam punya pemahaman tersendiri terkait toleransi beragama, yaitu “lakum diinukum wa lii yadin” (bagimu agamamu/amal ibadahmu dan bagi kami agama kami/amal ibadah kami). Agama-agama tidak boleh dicampuradukkan atau dianggap sama antara Islam dengan agama-agama selain Islam. Sangat disayangkan, ternyata banyak generasi muda saat ini yang menjadi sosok terdepan dalam mengusung pemikiran, budaya dan toleransi ala Barat yang bertentangan dengan Islam.
Karenanya, peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak dengan ajaran Islam harus semakin dikuatkan. Di samping itu, peran negara dalam membuat regulasi harus mengacu pada sistem pendidikan dan tata pergaulan menurut Islam. Bahkan pemerintah dalam membuat kebijakan tidak cukup hanya mengambil dari Islam sebatas substansi/nilai-nilainya saja. Namun, harus betul-betul menjadikan Islam sebagai sistem bernegara secara menyeluruh, bukan parsial. []
Oleh: Dewi Purnasari
Aktivis Dakwah di Depok
0 Comments