TintaSiyasi.com -- Berita Tindak Amoral Dalam Lembaga Islam
Belakangan marak kita dengar pemberitaan tentang pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren yang menyeret petinggi pesantren sebagai aktor utama dari peristiwa tersebut. Seperti yang terjadi di pesantren Shiddiqiyah, Jombang, Jawa Timur. Dimana pelakunya adalah Moch Subchi Azal Tsani alias Mas Bechi (42). Mas Bechi adalah putra dari pengasuh Pondok Pesantren Majma'al Bahroin Hubbul Wathon minal Iman Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur.
Tak hanya kasus pelecehan seksual, berita dugaan penyelewengan dana oleh pendiri sekaligus pimpinan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyuddin yang mengundurkan diri pada Januari lalu itu, muncul dalam berita investigasi di Majalah Tempo Edisi Sabtu, 2 Juli 2022 yang bertajuk "Kantong Bocor Dana Umat". Aksi Cepat Tanggap ( ACT) merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia. Pada 2018 hingga 2020 lalu, lembaga ini disebut mengumpulkan dana masyarakat sebesar Rp 500 miliar. Dana ratusan miliar tersebut digunakan untuk berbagai program. Mulai dari membantu korban bencana alam hingga pembangunan sekolah, atau pun tempat ibadah. Akan tetapi pengelolaan dana ratusan miliar tersebut juga diduga bermasalah.
Kedua berita viral di atas adalah contoh perbuatan tidak bermoral yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang identik dengan simbol keislaman. Dan sebagaimana yang kita tahu kedua berita tadi begitu masifnya diberitakan di berbagai media hingga mendominasi berita trending pekan ini dengan berbagai drama yang menyertai. Tak main-main, tim gabungan yang berjumlah ratusan anggota Brimob dari Polda Jatim dan Polres Jombang dengan menggunakan mobil Barakuda mengamankan tersangka dugaan asusila, mas Bechi, di ponpes Shiddiqiyah Jombang dan berlangsung hingga 15 jam menyedot animo pembaca di urutan 1, 2, 3, dan 5. Begitu pula dengan kasus ACT, yang juga menjadi trending topic.
Kedua kasus viral di atas seolah merupakan kasus besar dan menimbulkan dampak besar, padahal kita tahu kasus tersebut juga banyak terjadi di lembaga lembaga lain.
Media Dalam Kekuasaan Kapitalis
Sejak awal abad 21, di mana dunia memasuki era baru yaitu era informasi dimana produksi berbasis informasi dan komputerisasi, media massa pun memasuki era baru, yaitu era konvergensi. Para pemilik modal pun tak ayal mulai merambah bisnis media. Bahkan ada satu prinsip yang menjadi dasar, siapa yang menguasai media, dia akan menguasai dunia. Media mampu menggiring dan memanipulasi opini publik untuk membangun sebuah citra dan akan mendapatkan legitimasi dan kepercayaan publik untuk melakukan segala kepentingannya. Media bisa memoles hal yang kontraproduktif menjadi bias di masyarakat.
Berdasarkan data theunjustmedia.com, ada 6 perusahaan taipan yahudi yang menguasai sekitar 96% media sejagat. Bisa dibayangkan bagaimana opini dunia akan tergiring jika para taipan ini memiliki agenda setting atas produk informasi mereka. Karena para pemilik media ini tidak hanya sekedar berbisnis demi meraih keuntungan ekonomi tetapi mereka juga bagian dari kekuasaan global untuk menguasai dunia.
Media Punya Agenda
Setiap media memiliki agenda setting yang menginformasikan sesuatu berdasarkan keyakinan yang dimiliki para pengelolanya. Setiap media mempunyai sudut pandang yang khas dan bahkan para jurnalisme yang bekerja pun dalam kondisi tertentu wajib menyajikan informasi berdasarkan politik media pengelolanya.
Visi media Barat tidak pernah lepas dari hegemoni kapitalisme global atas dunia. Keberadaan media adalah untuk menopang keberadaan hegemoni dan imperialisme Barat atas dunia Islam. Jadi, media massa Barat tidak akan mungkin memberikan ruang bagi kebangkitan Islam. Mereka akan selalu menghalang-halangi kebangkitan Islam di seluruh dunia karena mereka tahu bahwa hal itu akan menghancurkan peradaban mereka.
Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan menyampaikan, "Saya ingat dengan pendapat Cheryl Bernard yang merupakan peneliti dari Rand Corporation, suatu lembaga think-tank dan konsultan militer Amerika Serikat, yang dituangkan dalam dokumen penting “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, And Strategy” Cheryl Bernard menyarankan beberapa hal, di antaranya:
Pertama, “encouraging journalists to investigate issues of corruption, hypocrisy, and immorality”. Media didorong untuk mempublikasikan secara massif tentang kesalahan dan kelemahan para “tokoh atau orang yang mengelola pesantren dan lembaga” seperti korupsinya, kemunafikannya dan tindakan-tindakan tidak bermoral lainnya pelecehan seksual, pemerkosaan dan penyalahgunaan dana.
Tujuannya adalah memutus mata rantai kepercayaan masyarakat terhadap simbol pendidikan Islam yaitu pesantren dan lembaga kemanusiaan Islam.
Kedua, “exposing their relationships with illegal groups and activities“. Memunculkan ke hadapan publik untuk mengaitkan “tokoh atau pengelola lembaga” dengan kelompok yang dicap teroris, radikal, ekstrimis. Dengan tujuan agar masyarakat menjauhi lembaga tersebut dan menjadi waspada untuk menyumbangkan dananya (Kedaypena.com, 10/07/2022).
Maka dari itu umat Islam tidak boleh menjadikan media massa Barat sebagai sandaran dalam mencari sumber kebenaran informasi. Media massa Barat merupakan bagian dari propaganda Barat dalam mempertahankan hegemoni dan ideologi mereka atas dunia Islam. Mereka akan selalu menjaga dan menyebarkan ideologi kapitalisme dan mencegah serta menghancurkan ideologi Islam dengan segala teknik pemberitaan.
Demikian pula dengan media lokal, hampir semua mempunyai sudut pandang yang sama dengan media Barat, yaitu kebebasan yang tentunya sesuai dengan politik media tersebut, dan jelas bukan bagi Islam. Apalagi di masa sekarang di mana media-media lokal terafiliasi dengan media Barat. Maka opini-opini yang disebarluaskan akan seirama bila itu terkait dengan Islam, yaitu menempatkan Islam dan kaum Muslim sebagai musuh. Media lokal wajib tunduk pada kebijakan rezim jika ingin eksistensinya terjaga.
Demikianlah baik media Barat maupun hampir semua media lokal berada dalam satu koridor ideologi kapitalisme. Mereka tidak menginginkan Islam tampil dalam kancah politik dan memimpin dunia. Maka tentu tak mengherankan jika berita- berita tindak kriminal di mana oknum pelakunya berkaitan dengan simbol keislaman maka akan masif diberitakan.
Dan patut dicatat ,hal-hal tadi tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme dengan sudut pandang sekulernya yakni memisahkan agama dari kehidupan. Segala upaya dilakukan agar masyarakat tidak melirik Islam yang memiliki aturan yang sempurna dan terperinci, termasuk media. Dan selama umat berpijak pada sistem sekuler maka upaya mencitraburukkan Islam akan terus terjadi.
Media Dalam Sistem Islam
Dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah, media didaulat sebagai sarana menebar kebaikan, alat kontrol dan sarana syiar dakwah Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Media memiliki peran politis dan strategis sebagai benteng penjaga umat dan negara sehingga akan selalu tercipta suasana ketaatan. Akan tertutup upaya penyelewengan media sebagai alat propaganda kebatilan, media akan berperan sebagai sarana edukasi umat dalam rangka penerapan dan pelaksanaan hukum syariat.
Hanya dalam sistem khilafah media akan menjadi sarana kebaikan dan membangun ketakwaan.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Atik Kurniawati
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments