TintaSiyasi.com -- Rakyat bagai dipaksa menelan pil pahit. Belum habis perkara minyak goreng, kini sudah kembali dikejutkan oleh kenaikan LPG non-subsidi. Seperti diketahui, PT. Pertamina (Persero) baru saja melakukan penyesuaian harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang berlaku pada 10 Juli 2022 untuk LPG non-subsidi. Penyesuaian ini memang terus diberlakukan secara berkala sesuai dengan Kepmen ESDM 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU). Menurut Sales Branch Manager PT Pertamina Patra Niaga Madiun, Salman Al Farisi, kenaikan harga elpiji non-subsidi dipicu oleh tingginya harga minyak dan gas dunia (Kompas TV).
Adapun harga untuk LPG 3 Kg nonsubsidi berwarna pink dipatok menjadi Rp 58 ribu per tabung. Sementara untuk harga LPG 5,5 kg naik menjadi Rp 100.000 - Rp 127.000 per tabung. Sedangkan untuk LPG 12 kg rata-rata harganya mencapai Rp 213.000 - Rp 270.000 per tabung dilihat berdasarkan wilayahnya. Kenaikan harga LPG 5,5 kg hingga 12 kg itu dinilai bisa berkontribusi terhadap inflasi di Indonesia, bahkan angka inflasi diproyeksikan dapat menyentuh 5% sampai 5,5% pada tahun ini (CNBC Indonesia).
Tingginya disparitas harga gas subsidi dan non-subsidi akan memicu dampak negatif lainnya. Mulai dari potensi oplosan yang membahayakan, penimbunan, hingga migrasi pengguna LPG non-subsidi ke LPG subsidi akan semakin besar. Terbukti, setelah adanya kenaikan harga LPG nonsubsidi pada bulan Desember 2021 dan Februari 2022 lalu, penjualan LPG 3 kg bersubsidi mengalami lonjakan kenaikan hampir 2%. Jika hal demikian terjadi berulang, dikhawatirkan akan mengancam konsumsi LPG 3 kg subsidi pada tahun ini. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov memprediksi kuota LPG yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini sebanyak 8 juta metrik ton akan jebol (CNBC Indonesia).
Maka, masalah yang akan timbul selanjutnya adalah kelangkaan LPG subsidi. Lalu, akan ada antrian dan akhirnya kenaikan harga LPG subsidi pun tidak bisa dihindari. Hal tersebut sudah pasti akan membuat rakyat semakin menjerit.
Menurut perspektif Islam, sumber daya alam yang termasuk milik umum seperti air berupa sumber daya laut, api berupa sumber daya tambang, padang rumput berupa sumber daya hutan tidak boleh dikelola oleh individu, tetapi harus dikelola oleh negara yang hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat.
Rasulullah SAW telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam sebuah hadis. Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah bersabda: “Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api” (HR Abu Dawud).
Anas ra juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan: wa tsamanuhu haram (dan harganya haram). Artinya, dilarang untuk diperjualbelikan.
Islam mewajibkan negara menyediakan BBM dan gas secara murah dimana rakyat hanya cukup mengganti biaya produksinya saja. Dan Islam menetapkan larangan bagi negara ber’bisnis’ barang kebutuhan dasar rakyat. Barang-barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya seperti bensin, gas, dan lain-lain, semuanya telah ditetapkan oleh syariah sebagai milik umum. Negara harus mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Cara tersebut mampu memberikan keadilan ekonomi dan mengurangi beban hidup masyarakat.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Purnamasari
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments