TintaSiyasi.com -- Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar menilai kebijakan pengalihan liquefied petroleum gas (LPG) tiga kilogram ke kompor listrik (induksi), dinilai bisa menyebabkan kualitas hidup akan turun.
“Kalau langsung dipaksa ubah, maka kualitas hidup akan turun," tuturnya kepada Tintasiyasi.com, Sabtu (25/6/2022).
Karena menurutnya, memasak pakai kompor listrik berdaya rendah akan lebih lama. Sedang kalau daya dinaikkan begitu saja, bisa berbahaya, karena kabelnya kurang besar.
"Belum soal bahwa di beberapa daerah, supply listriknya masih belum stabil, sering mati. Tentu ini akan fatal,” ujarnya. Menurut Prof. Fahmi Bagi sebagian daerah tepat, yakni daerah yang supply listriknya stabil dan infrastrukturnya sudah memadai. Daya terpasang untuk itu minimal 2200 VA. Banyak RT yang masih 1300 VA atau bahkan di bawah itu.
Selain itu, menurutnya, secara teknis distribusi, subsidi energi dengan listrik lebih terkendali daripada dengan gas LPG tiga kilogram, yang saat ini banyak diborong oleh pengusaha. Akibatnya, besaran subsidinya juga jadi melambung.
Sisi lain, menurutnya ada over-supply dari listrik swasta yang wajib dibeli PLN. Dan kalau penggunaan listrik untuk memasak ini tinggi, tentu ada demand yang lebih besar akan listrik, bahkan akan pada posisi non-subsidi (daya 2200 VA atau lebih).
“Jadi, pada jangka panjang, pemerintah akan menyelesaikan dua hal sekaligus, pertama, defisit PLN turun karena listrik yang wajib dibeli dari swasta akan terjual habis. Kedua, subsidi turun, karena kebutuhan gas LPG 3 kg turun, dan pada saat yang sama, subsidi listrik juga turun,” pungkasnya.[] Aslan La Asamu
0 Comments