TintaSiyasi.com -- Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menegaskan, sulit menempatkan Pancasila sebagai ideologi, karena ideologi harus memiliki pemikiran mendasar, solusi problematika kehidupan, dan metode penyebarannya.
"Maka, akan tampak sulit jika menempatkan Pancasila sebagai ideologi, tetapi yang benar adalah pancasila sebagai falsafah. Sebuah ideologi itu mesti ada pemikiran mendasar, aspek solusi problem dunia, dan metode penyebaran pemikiran," tegasnya dalam Focus Group Discussion (FGD) ke-32 Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa bertajuk Islam is Beyond Ideologi, Sabtu (18/06/2022).
Menurutnya, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, bukan sebagai ideologi negara. "Jadi, ideologi itu hanya merupakan salah satu unsur dari sebuah peradaban. Karena di samping ideologi itu ada juga metodenya, aqidahnya, sistemnya, falsafahnya, juga termasuk persepsi kehidupan," urainya.
Ia mencontohkan, peradaban Barat ideologinya kapitalisme, metodenya imperialisme, akidahnya sekularisme, sistemnya demokrasi, falsafahnya liberalisme, dan persepsi kehidupannya adalah soal kemanfaatan.
"Jika dilihat, sebenarnya ideologi bisa dibagi menjadi tiga tahap pembagian milenium. Milenium pertama dibuktikan dengan kejayaan Islam, yaitu di abad ke-7 Masehi, kemudian di milenium kedua memang ada dua yang jaya, yaitu ideologi kapitalisme dan komunisme. Nah, sekarang kita berada di milenium ketiga. Ini pun masih ada pertarungan antara ideologi Islam, sosialis-komunis, dan kapital-liberal," imbuhnya.
Kemudian ia mempertanyakan, terkait hukum positif Indonesia, jika berbicara ideologi di negeri Indonesia sebenarnya berada di mana.
"Apabila kita melihat perkembangan di tahun 1945, itu berarti berada di milenium kedua. Bagaimana Indonesia memiliki ideologi, apakah Pancasila itu sebuah ideologi atau bukan?" tanyanya.
Lanjut ia mengajak untuk melihat perkembangan perumusan dasar negara, yaitu Pancasila. “Jika diperhatikan, dasar negara dirumuskan tentu tidak tanpa dasar dan sejarah. Coba perhatikan, di Indonesia juga ada masa kejayaan yaitu kejayaan kerajaan Islam, termasuk kesultanan di abad 7-16 Masehi. Hal tersebut tidak bisa disingkirkan dari forum perumusan dasar negara tersebut,” ujarnya.
"BPUPKI dan PPKI, dua badan ini yang berperan dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara atau sebelumnya dipahami sebagai falsafah. Nah, jika disebut sebagai ideologi masih debatable. Namun, jika Pancasila sebagai dasar negara itu dirumuskan oleh BPUPKI kemudian sampai pada panitia 9, maka lahirlah Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945," bebernya.
Lanjut ia menjelaskan, di sila pertama yang disebut dasar negara berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa dan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.
"Dari sini sebenarnya ada semacam kompromi, mengingat tadi sejarah Islamnya begitu kuat di Indonesia. Namun, ada kelompok-kelompok lain, taruhlah kelompok nasionalis, mereka tidak menginginkan Islam atau syariat Islam sebagai dasar negara atau kelompok Islam menginginkan negara berdasarkan pada syariat Islam. Maka, sila pertama sebagai salah satu cara untuk kompromi," jelasnya.
"Apabila ditarik ke UUD 1945, di situ kita bisa memperoleh dasar pemikiran bagaimana negara harus dijalankan. Dimulai dari alinea ketiga, bahkan di alinea keempat justru lebih ditekankan bahwa kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bukan sebagai ideologi," lanjutnya.
Lebih jauh ia katakan, sampai disini belum didapatkan bahwa Pancasila sebagai ideologi. Misalkan di Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 disebutkan negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa.
"Sehingga, jika berbicara dari sini, maka Pancasila merupakan dasar negara bukan ideologi," tuntasnya.[] Nurmilati
0 Comments