TintaSiyasi.com -- Jurnalis Joko Prasetyo membeberkan tiga pedoman yang harus dipegang teguh jurnalis. "Setidaknya ada tiga pedoman yang harus dipegang teguh oleh seorang jurnalis (penulis) dalam membuat produk jurnalistik (tulisan)," ujar jurnalis yang akrab disapa Om Joy tersebut kepada TintaSiyasi.com, Senin (13/6/2022).
Menurutnya, bila dilanggar bisa melahirkan ketidakprofesionalan, berurusan dengan hukum, dan yang paling mengerikan menjadi dosa jariah. Ketiga pedoman dimaksud adalah sebagai berikut.
Pertama, tulisan yang dibuat harus sesuai dengan kaidah jurnalistik, baik secara anatomi. "Kalau menulis opini ya harus sesuai dengan anatomi opini, kalau membuat berita lugas ya harus sesuai dengan anatomi berita lugas," jelasnya.
Ia menambahkan, bahasa jurnalistik yang digunakan harus sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ataupun kaidah teknis jurnalistik lainnya.
"Bila melanggar kaidah-kaidah jurnalistik, maka tulisan yang dihasilkan dikategorikan tidak profesional dan menjatuhkan kredibilitas penulisnya bahkan media yang memuatnya. Oleh karena itu ada baiknya penulis belajar jurnalistik," sarannya.
Ia menerangkan, macam-macam cara penulis belajar jurnalistik, yaitu dengan kuliah jurnalistik, ikut training jurnalistik, membaca pembahasan jurnalistik, dan bertanya kepada yang paham terkait jurnalistik.
Kedua, tidak melanggar hukum yang berlaku di wilayah tulisan tersebut dipublikasikan. Bila melanggar hukum yang berlaku di wilayah tulisan tersebut dipublikasikan tentu saja bisa membuat penulisnya bahkan media yang mempublikasikannya terkena jerat hukum.
"Oleh karena itu, penulis juga mesti memiliki wawasan hukum terkait berbagai regulasi yang ada. Misal, terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik bila tulisannya dipublikasikan secara daring," tuturnyam
Ketiga, tidak melanggar syariat Islam. Tulisan jenis apa pun yang dibuat, membahas apa pun tetap tidak boleh melanggar aturan Islam.
"Ya, meskipun tulisan yang dibuat bukan dalam rangka dakwah, media yang memuat juga bukan media massa dakwah tetap saja tidak boleh melanggar syariat Islam," sarannya.
Ia menerangkan, tulisan jenis apa pun yang dibuat, membahas apa pun tetap tidak boleh melanggar aturan Islam. Karena semua yang dilakukan termasuk menulis akan dicatat sebagai amal baik oleh malaikat Raqib atau amal buruk oleh malaikat Atid yang berkonsekuensi pahala atau dosa yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT di akhirat kelak.
"Oleh karena itu, penulis harus memahami berbagai hukum Islam terkait tulisan yang akan disajikan tersebut. Salah satu caranya ya mengaji kepada ulama yang paham masalah tersebut," ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa poin ketiga adalah harga mati. "Enggak bisa ditawar-tawar lagi. Karena hidup di dunia hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, jadikan tulisan yang dibuat sebagai uslub untuk mendapatkan pahala jariah bukan malah menjadi dosa jariah gegara tergiur rupiah,” pungkasnya.[] Vyana
0 Comments