Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketum KPAU: Tidak Ada Satu pun Amar Putusan yang Menyatakan HT1 sebagai Ormas Terlarang


TintaSiyasi.com -- Ketua Umum KPAU (Koalisi Persaudaraan Advokasi Umat) Ahmad Khozinudin, S.H. membantah tuduhan Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. bahwa tidak ada satu pun amar putusan yang menyatakan HT1 (Hizbut Tahrir Indonesia) sebagai ormas terlarang atau menyatakan khilafah ajaran terlarang.

"Tidak ada satu pun pertimbangan atau amar putusan yang menyatakan HT1 (Hizbut Tahrir Indonesia) sebagai organisasi massa (ormas) terlarang atau setidaknya menyatakan khilafah sebagai ajaran terlarang," terangnya kepada TintaSiyasi.com, Rabu (08/06/2022).

Khozinudin mengatakan bahwa berdasarkan asas legalitas, seluruh umat Islam memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam termasuk di dalamnya khilafah, karena khilafah tidak pernah dinyatakan terlarang.

Lebih lanjut, ia menegaskan beberapa hal terkait upaya Romli yang memaksa menghubungkan Putusan PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara) Jakarta dan UU (Undang-Undang) Ormas dengan narasi kejahatan terorisme, dan hubungannya dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang menolak judicial review UU Ormas.

"Pertama, putusan PTUN Jakarta adalah putusan sengketa administratif, bukan peradilan pidana. Majelis Hakim PTUN Jakarta memang telah memutus Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara yang diajukan Ormas Islam HT1, di mana pengadilan menolak gugatan HT1 melalui putusan 211/G/2017/PTUN.JKT. Pengadilan menguatkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN/beshicking) yang dikeluarkan pemerintah," bebernya.

Advokat tersebut kembali menjelaskan, majelis tingkat banding dan kasasi menguatkan amar putusan PTUN Jakarta melalui Putusan Kasasi ‭Nomor ‭ ‬27K/TUN/2019 ‭tanggal ‭14 ‭Februari ‭2019.

"Namun perlu diketahui bahwa objek sengketa a quo adalah sengketa administratif berupa gugatan pembatalan Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017. tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017," sambung Khozinudin.

Menurutnya, amar putusan majelis hakim hanya menolak gugatan HT1 dan menguatkan KTUN objek sengketa berupa Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

"Kedua, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang menolak permohonan pembatalan UU Ormas (UU No 16/2017 tentang Penetapan Perppu No. 2/2017 tentang Perubahan UU No 17/2013 tentang Ormas menjadi UU), di dalamnya juga tidak ada satu pun pertimbangan dan/atau amar putusan yang menyatakan khilafah sebagai ajaran terlarang," detailnya.

lanjutnya, berdasarkan asas legalitas, seluruh umat Islam memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam termasuk khilafah, karena khilafah tidak pernah dinyatakan terlarang.

Ketiga, dasar konstitusi yang menjadi basis hak konstitusional untuk mendakwahkan ajaran Islam termasuk khilafah adalah ketentuan pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan: pertama, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; kedua, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” bebernya.

"Sepanjang Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, maka setiap ajaran Tuhan yang termanifestasi dalam ajaran agama, termasuk ajaran Islam termasuk khilafah tidak boleh dilarang. Kecuali, Indonesia mendeklarasikan diri sebagai negara komunis yang menganggap agama adalah candu bagi kehidupan," tandasnya.

Ia mengatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 

"Menjalankan kewajiban mendakwahkan ajaran Islam termasuk khilafah adalah ibadah bagi umat Islam, yang menjalankannya akan mendapat pahala dan yang meninggalkannya akan mendapatkan dosa," imbuhnya.

"Keempat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwanya menegaskan bahwa jihad dan khilafah adalah ajaran Islam. MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa MUI merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.

"Satu hal yang diharamkan dalam hukum pidana adalah melakukan analogi. Sayangnya, Romli melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi makna terorisme agar menjangkau ajaran Islam dan khilafah melalui penalaran yang bersifat analogi," ujarnya.

Ia mempertanyakan, kenapa memaksakan kalau memang tidak ada pasal yang melarang khilafah dan begitu begitu ngotot dan bersemangat memang kalau tidak bisa mempidana khilafah.

"Sedangkan urusan L68T yang jelas merusak moral bangsa, Romli tak pernah mengeluarkan satu pun ulasan secara pidana, bagaimana bisa menjangkau dan mempidana pelaku L68T," pungkasnya.[] Heni
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments