TintaSiyasi.com – Ahli Fiqih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. menyatakan bahwa belum ada bank syariah di Indonesia yang 100 persen syariah dalam acara Fiqih Bisnis Islam ke-13: Hukum Riba, Senin (27/06/2022) di YouTube @tsaqafahfiqih.
“Apakah ada bank syariah yang sudah
benar-benar syariah? Dalam artian benar dan syar’i yaitu kalau dibuat
persentase 100 persen syariah itu belum ada. Ya paling mungkin 50 – 60 persen saja.
Sisanya masih ada yang tidak syariah,” ujarnya menjawab pertanyaan.
Kiai Shiddiq menjelaskan, di
Indonesia sistemnya sebenarnya perbankan yang sifatnya konvensional, hanya
sebagian kecil yang perbankan syariah. “Akhirnya perbankan syariah itu terpengaruh dan dipengaruhi oleh
iklim bisnis perbankan konvensional. Inilah salah satu kesulitan kita,”
jelasnya.
“Misalnya, ada satu jenis rekening
atau tabungan itu namanya tabungan wadiah atau titipan. Sebenarnya itu
tidak memenuhi syarat definisi titipan, tetapi itu qardh
atau pinjaman,” ujarnya.
Lanjut dikatakan, karena enggak mungkin seseorang menyetor tunai dengan akad titipan atau
bahasa Arabnya itu wadiah, kecuali uangnya itu diletakkan di
kotak dan dikunci. Ketika uangnya
itu mau dipakai, maka uangnya adalah uang yang sama ketika disetor.
“Pertanyaannya adalah, apakah ketika
setor tunai kita terus kita tarik tunai di bank atau di ATM nomor serinya sama? Eggak mungkin
itu. Berarti yang terjadi tidak mungkin
yang namanya itu wadiah,” imbuhnya.
Sambungnya lagi, contoh yang benar
tentang wadiah atau titipan adalah ketika ada laki-laki shalat Jumat di masjid
besar dan menitipkan sandalnya. Maka ketika laki-laki itu meminta sandalnya lagi, sandalnya akan sama seperti
ketika menitipkan.
“Apalagi tempat penitipan anak, enggak mungkin kita nitip anak terus kemudian kita ambil lagi itu
anaknya orang lain. Bukan penitipan
itu yang namanya. Ketika kita menyerahkan dengan mengambil barang maka harus sama. Kalau beda jelas
itu bukan titipan namanya,” jelasnya gamblang.
Co-Founder Islamic
Business Online School tersebut melanjutkan penjelasan bahwa penitipan uang dalam bank itu yang benar adalah yang disebut safe
deposit box. “Bank itu punya layanan jasa menyewakan kotak yang kuncinya itu ada
dua, satu dipegang bank dan satunya dipegang nasabah. Di dalam kotak itu bisa kita
simpan macam-macam, bisa ijazah, SK, termasuk uang tunai milik kita. Kalau mau
membuka harus dua-duanya, ada nasabah dan dari petugas bank. Kalau bank yang
membuka sendiri enggak bisa,” ulasnya.
“Sedangkan penyimpanan yang ada dalam
istilah perbankan disebut pool of funds atau kolam uang. Semua uang yang
masuk itu dimasukkan ke pool of funds tersebut. Uangnya tidak bisa dipisah,
pokoknya dijadikan satu. Nanti bank membayar gaji karyawan, ada tagihan listrik,
ada orang yang mengajukan PK (perjanjian kredit) maka bank memberikan dari pool
of funds itu,” ujarnya.
Di dalam pool of funds itu,
lanjut Kiai Shiddiq, uangnya tidak bisa dipilah-pilah lagi. Artinya, ketika
orang setor tunai dengan akad wadiah kemudian besok pagi ambil lagi lewat bank
atau lewat ATM, dijamin duitnya itu enggak mungkin sama.
“Enggak mungkin itu namanya dari titipan. Nah, ini
konsekuensinya. Kalau ada hadiah dari bank, ketika rekening kita itu namanya
wadiah yang sebenarnya qardh, itu statusnya riba. Enggak boleh ya, hati-hati.
Walaupun namanya wadiah, tetapi hakikatnya itu pinjaman atau qardh. Hadiah itu jangan
diambil, walaupun hadiahnya itu kadang-kadang kalender, payung, kaos, atau permen. Itu jangan
diambil,” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
0 Comments