Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Begini Dua Efek Perang Pemikiran yang Dilancarkan Kafir Penjajah terhadap Nusantara


TintaSiyasi.com -- Sejarawan Muslim Nur Fajarudin mengungkapkan dua efek dari adanya perang pemikiran yang di lancarkan oleh kafir penjajah terhadap Nusantara. 

"Ada dua efek dari adanya perang pemikiran yang dilancarkan kafir penjajah terhadap Nusantara," ungkapnya dalam JKDN Series: Perang Pemikiran di Era Kolonial dari Raffles hingga Hurgronje di Youtube Khilafah Channel Reborn, Kamis (16/06/2022).

Pertama, Nusantara sebagai wilayah yang menjadi laboratoriumnya Belanda, terutama Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur). “Pada saat itu secara tidak langsung berhasil mengubah identitas kaum Muslim,” ujarnya.

"Dengan mengubah identitas kaum Muslim Jawa, secara tidak langsung kaum Muslim di luar Jawa selalu menganggap bahwa Jawa itu sinkretisme. Belanda berhasil menanamkan itu sebagai identitas zaman dulu, yang identitas awalnya Muslim," tuturnya. 

Ia menerangkan, di zaman Perang Diponegoro (Perang Jawa), orang Jawa itu mengatakan bahwa Jawa itu ya Islam, Islam itu Jawa. “Jadi kalau ada sebutan kacang ninggal lanjaran itu sindiran terhadap orang-orang yang murtad, jadi dia bukan orang Jawa. Meskipun banyak juga orang Jawa yang melepaskan keimanannya dan di mata orang nonJawa mereka menganggap Jawa itu sinkretis,” imbuhnya.

"Sudah menjadi kesepakatan umum, identitas Muslim telah melekat di wilayah nusantara, orang Minangkabau Muslim, orang Melayu pasti Muslim, di Indonesia Timur di Papua itu juga ada suku-suku yang identitasnya Muslim," jelasnya. 

Kedua, Belanda berhasil memecah belah masyarakat Jawa menjadi tiga golongan. “Golongan priayi, abangan, dan santri. Jadi kesultanan-kesultanan itu dipisahkan dari ulama-ulamanya,” ungkapnya. 

"Waktu kita di Buton, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Buton mengatakan bahwa, 'Kita kehilangan pusat keilmuan yang sengaja dihilangkan oleh Belanda. Di Bugis. Makassar, Aceh, Pasundan pun dijauhkan dari ulama. Kadang orang Sunda pun kesulitan mencari tahu agama yang dianut orang Sunda di masa Pajajaran," sebutnya. 

Ia menambahkan, ada pemisahan antara umara dengan ulama. Ketika itu terjadi, maka budaya Barat itu disusupkan. itu yang terjadi di seluruh wilayah Nusantara di masa itu. Mereka dijauhkan dari nilai-nilai Islam sehingga kemudian mudah sekali dijinakkan.

"Saat keliling kota-kota besar di Indonesia, kita jumpai sociated harmony atau bahasanya sekarang diskotik. Awalnya hanya khusus untuk orang Belanda, akhirnya kalangan bangsawan (priayi) boleh juga gabung di situ, setelah menyebar, akhirnya umat pada kebingungan," terangnya.[] Rina
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments