Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Begini Empat Syarat Bolehnya Berhaji atau Umrah dengan Utang


TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. menjelaskan bahwa boleh naik haji atau umrah dengan berutang, tetapi dengan empat syarat. “Bagi yang belum mampu, boleh naik haji atau umrah dengan berutang, tetapi dengan empat syarat,” jelasnya dalam acara Renungan Fajar: Hukum Dana Talangan Haji dan Umrah di YouTube Amazing People, Ahad (22/05/2022).

Pertama, utang tersebut tidak disertai riba. Kedua, utang tersebut berupa harta yang halal. Ketiga, orang yang berutang mempunyai kemampuan untuk melunasi utangnya. Keempat, orang yang memberi utang rida atau mengizinkan untuk naik haji atau umrah,” jelas Kiai Shiddiq.

Ia menambahkan, tetapi jika utang itu dengan akad talangan haji atau umrah, maka hukumnya haram.

“Ada tiga alasan, pertama, terjadi multiakad (penggabungan dua akad atau lebih) secara mengikat yang telah diharamkan oleh syariah, yakni qardh dan ijarah,” jabarnya.

Kiai Shiddiq mengutip dari Ibnu Mas’ud RA,

نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة واحدة

Nabi ﷺ telah melarang menggabungkan dua kesepakatan (akad) dalam satu kesepakatan (akad). (HR Ahmad).

Kedua, terjadi penggabungan akad qardh dengan ijarah yang telah diharamkan. “Sabda Rasulullah, لا يحل سلف وبيع , ‘Tidak halal menggabung akad salaf (qardh) dengan akad jual beli (atau akad-akad tijarah lainnya, seperti ijarah).’,” nukilnya hadis riwayat Tirmidzi.

Ketiga, terjadi syubhat riba karena akad ijarah (fee pengurusan haji) itu dapat dianggap pengambilan manfaat yang muncul dari akad qardh (pinjaman). “Sabda Rasulullah, كل قرض جر منفعة فهو وجه من وجوه الربا, ‘Setiap pinjaman (qardh) yang menghasilkan sembarang manfaat (tambahan uang, barang, manfaat, dll) maka itu adalah salah satu jenis riba.’,” tegasnya menyitat hadis riwayat Baihaqi.

Dijelaskannya bahwa pembiayaan talangan haji adalah pinjaman (qardh) dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji). 

“Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah. Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank syariah memperoleh imbalan (fee/ujrah) yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan,” bebernya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, “Jika sesorang berhaji atau berumrah dengan harta haram, misalnya uang korupsi, gaji dari pekerjaan ribawi (pegawai bank, koperasi simpan pinjam, asuransi, dll), maka orang tersebut berdosa di sisi Allah, meskipun haji atau umrahnya syah (selama memenuhi berbagai rukun dan syarat haji atau umrah).”

“Kewajiban haji atau umrahnya dianggap sudah gugur, namun tidak ada pahalanya, dan tidak mendapat haji atau umrah yang mabrur. Na’uuzhu billahi min dzalika,” ucapnya menyayangkan.

Ia mengatakan, itulah pendapat jumhur ulama, yaitu pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah, juga satu versi pendapat dalam mazhab Maliki dan Hambali. Sebagaimana pendapat Ibnu Abidin, Hasyiyah Radd Al Muhtar, 3/453; Al Qarafi, Al Furuq, 2/85; Al Wansyarisi, Al Mi’yar, 1/440; Al Hithab, Mawahib Al Jalil, 3/498; An Nawawi, Al Majmu’, 7/51; IbnuRajab, Al Qawa’id, hlm. 13.

”Jika seseorang berhaji dengan harta yang haram, atau naik kendaraan rampasan, maka dia berdosa namun hajinya sah. Dalil kami, karena haji adalah perbuatan-perbuatan yang khusus, sedang keharaman harta yang digunakan adalah hal lain di luar perbuatan-perbuatan haji itu,” ujarnya menukil pandangan Imam Nawawi berkata dalam kitab Al Majmu’, 7/51.

Kiai Shiddiq mengingatkan, meskipun berhaji atau berumrah dengan harta haram tetap sah, selama memenuhi syarat, tetapi haji atau umrahnya tidak mabrur.

“Ada empat kriteria haji atau umrah mabrur, yaitu pertama, ikhlas. Kedua, , sesuai tuntunan Nabi ﷺ. Ketiga, dengan harta halal, dan keempat tidak melakukan hal-hal yang diharamkan dalam haji, yaitu melakukan jidal (berdebat), rafats (bersetubuh dan pengantar-pengantarnya), dan fusuuq (melakukan hal-hal yg haram secara umum, seperti ghibah, mencuri, membunuh, dll),” tuntasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments