Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tiadanya Nabi Lagi, Tidaklah Berarti Haram Mendirikan Negara ala Nabi


TintaSiyasi.com -- Membantah pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam RI) Mahfud MD yang mengharamkan mendirikan negara layaknya pada zaman Nabi Muhammad ﷺ karena tidak ada Nabi lagi dan tidak akan turun wahyu lagi setelah wafatnya beliau, Ahli Fiqih Islam K.H. Muhammad Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. menafikan hal tersebut, bahwa tiadanya nabi lagi tidaklah berarti haram mendirikan negara ala beliau.

“Bahwa berakhirnya wahyu dan tiadanya Nabi lagi, tidaklah berarti haram bagi umat Islam mendirikan negara ala Nabi,” tampiknya kepada TintaSiyasi.com, Ahad (10/04/2022).

Kiai Shiddiq memaparkan, Nabi ﷺ mempunya dua kedudukan saat berada di Madinah sebelum meninggal. “Pertama, kedudukan sebagai Nabi (manshib al nubuwwah); kedua, sekaligus kedudukan kepemimpinan (manshib ar ri`asah) sebagai kepala negara. 

“Maka ketika Nabi ﷺ wafat, kedudukan kenabian (manshib al nubuwwah) berhenti (wahyu dan nabi tak ada lagi), sedang kedudukan kepemimpinan (manshib ar ri`asah) sebagai kepala negara, tetap berlanjut,” paparnya.

Ditegaskannya, wafatnya Nabi ﷺ itu menjadi pertanda tugas kenabian berakhir, tidak ada lagi nabi dan wahyu lagi. “Namun walau tugas kenabian berakhir, tugas kepemimpinan negara ini tak berakhir, melainkan dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sebagai kepala negara khilafah pengganti Nabi ﷺ,” imbuhnya.

“Dengan demikian, para khalifah tersebut, hakikatnya telah meneruskan negara ala Nabi Muhammad ﷺ. Negara ala Nabi Muhammad ﷺ inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan khilafah atau imamah,” tuturnya.

Ia menukil dalil hadis riwayat Muslim nomor 1842 yang menyatakan walau tugas kenabian Nabi ﷺ berakhir, namun tugas kepemimpinan negara tak berakhir, disabdakan sendiri oleh Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadis shahih,

كَانَتْ بَنُو إِسْرائيلَ تَّسَوُّسَهُمْ الأَنْبياءِ كُلَّمَا هَلَكَ نَبيُّ خَلْفَهُ نَبيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفاءُ فَتَكْثُرُ

Dahulu Bani Israil dipimpin dan diatur segala urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, dia digantikan nabi lainnya. Dan sesungguhnya tak ada lagi nabi sesudahku, yang ada adalah para khalifah dan jumlah mereka akan banyak. 

“Hadis Nabi ﷺ tersebut jelas menunjukkan, pertama, tidak ada lagi nabi lagi setelah beliau. Ini artinya, kedudukan pertama bagi Nabi ﷺ, yaitu kedudukan kenabian (manshib al nubuwwah) dengan mendapat wahyu langsung dari Allah, telah berakhir dengan wafatnya beliau,” bebernya.

Kedua, akan ada khalifah-khalifah setelah wafatnya Nabi ﷺ. “Ini artinya, kedudukan kedua bagi Nabi ﷺ, yaitu kedudukan kepemimpinan (manshib ar ri`asah), tidaklah berakhir, melainkan digantikan dan diteruskan oleh para khalifah setelah wafatnya Nabi ﷺ.

“Jelaslah bahwa ketika para khalifah itu menggantikan Nabi ﷺ sebagai kepala negara, mereka tidak mendapat wahyu lagi, karena wahyu tidak turun lagi. Para khalifah itu pun juga bukan nabi-nabi, karena tidak ada nabi lagi setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ,” tandasnya.

Kiai Shiddiq menekankan, mereka hanyalah khalifah, manusia biasa, bukan Nabi, dan berpegang dengan wahyu yang terbukukan (Al-Qur`an dan As-Sunnah), bukan mendapat wahyu langsung dari Allah. “Lalu, bagaimana mungkin mendirikan negara ala nabi dikatakan haram?” pungkasnya.[] Reni Tri Yuli Setiawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments