Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemerhati Generasi Beberkan Klithih Sebagai Perkara Sistemis, Bukan Kasuistik



TintaSiyasi.com -- Klithih (kejahatan jalanan remaja di Yogyakarta) memakan korban lagi, Pemerhati Generasi, Puspita Satyawati, S.Sos. membeberkan, klithih sebagai perkara sistemis, bukan kasuistik.

"Terus berulangnya kasus klithih menjadi bukti bahwa ini bukanlah perkara kasuistik, tapi ada masalah sistemis di sini," tuturnya dalam program Live Muslimah Bicara: Kekerasan Merenggut Nyawa Generasi, di kanal YouTube Muslimah Media Centre (MMC), Sabtu (16/4/2022).

Aktivis Muslimah Yogyakarta ini melanjutkan, klithih telah berlangsung tiga puluh tahun lebih dan masih menjadi PR besar bagi pihak terkait seperti pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan lembaga pendidikan. 

"Hari ini penerapan sistem yang ada yaitu sekularisme kapitalistik liberalistik membenarkan atas permasalahan yang terjadi itu. Masyarakat termasuk remaja di dalamnya semakin dijauhkan dari penerapan agama," ulasnya. 

Ia mengungkapkan, dalam sekularisme, agama dilarang dibawa ke ruang publik, sementara remaja mainnya di luar rumah, di ruang publik. 

"Termasuk agama tidak boleh dihadirkan di ruang-ruang belajar mereka di sekolah. Di sekolah (negeri), mereka hanya belajar agama sebagai filter hidup sepekan sekali selama dua jam. Sementara mereka mendapatkan pengaruh globalisasi itu tiap jam, tiap menit, tiap detik. Bahkan itu bisa mereka dapatkan dari sesuatu yang dekat dengan mereka, ada di genggaman mereka. Misalnya konten buruk yang ada di HP," ujarnya.

Tentang orang tua yang tidak memperhatikan anak, Puspita menyampaikan, secara fitrah sebenarnya siapa pun akan sayang dan ingin memperhatikan anaknya. 

"Tapi ada kondisi saat-saat terdesak, sehingga orang tua tak bisa mem-full-kan sayangnya, tidak memperhatikan anaknya," cetusnya.   

Terlebih sekarang pandemi, katanya. Ada permasalahan ekonomi, ayah tidak bekerja, ibu harus ikut menopang agar dapur tetap ngebul, sehingga tidak bisa menjalankan peran keibuan dan kerumahtanggaan karena harus bekerja.

"Maka ini masalahnya bukan kasuistik, tapi ada peran sistem termasuk sistem ekonomi kapitalistik yang kesenjangan kepemilikan dan kemampuan ekonomi terasa besar, termasuk dalam mengaksesnya," imbuhnya. 

Puspita menyebut, sudah bekerja keras saja, taruhlah hanya cukup untuk makan tiga kali sehari dengan 'mengorbankan' anaknya tidak diperhatikan.

"Ketika ngobrol tentang klithih dan perang sarung ternyata enggak hanya yang muncul di permukaan ada anak-anak nakal, mulai jahat, tapi di belakangnya ada itu (permasalahan sistem)," pungkasnya. [] Alfia Purwanti
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments