TintaSiyasi.com -- Menanggapi kenaikan harga Pertamax dan wacana kenaikan Pertalite di Indonesia, Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana mengatakan, terlalu jauh dari realitas yang terjadi.
"Saya yakin bila ada klaim bahwa kenaikan Pertamax adalah dampak dari invasi Rusia ke Ukraina, tentunya terlalu jauh dari realitas yang terjadi," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Senin (18/04/2022).
Karena menurutnya, yang paling berdampak adalah negara tetangga Uni Eropa. "Apabila terjadi instabilitas politik di Ukraina dan arus pengungsi dari Ukraina ke negara-negara Uni Eropa bisa menimbulkan masalah berkepanjangan bagi stabilitas politik dan ekonomi negara-negara tetangga Ukraina di Uni Eropa," jelasnya.
Menurut Budi Mulyana, dampak langsung invasi Rusia ke Ukraina terhadap Indonesia, secara ekonomi masih terbatas. Hal ini karena pertama, Rusia dan Ukraina bukan negara mitra dagang utama Indonesia. Kedua, Rusia dan Ukraina bukan negara investor Foreign Direct Investment (FDI) atau Investasi Asing Langsung utama ke Indonesia. Selanjutnya yang ketiga, adalah bahwa Rusia dan Ukraina bukan negara investor portofolio utama ke Indonesia.
Keempat, gangguan terhadap stabilitas pasar keuangan global dan pasar keuangan Indonesia masih relatif terbatas. Kelima, dilihat dari sisi permintaan, ekonomi Indonesia lebih banyak digerakkan oleh faktor-faktor domestik, terutama konsumsi rumah tangga dan investasi.
Meskipun demikian, Budi Mulyana mengakui tetap ada risiko imbas negatif dari konflik Rusia dan Ukraina terhadap ekonomi Indonesia.
Pertama, kenaikan harga komoditas energi dan komoditas pangan beresiko meningkatkan tekanan inflasi pada ekonomi Indonesia dan memperbesar defisit neraca transaksi berjalan. Kedua, risiko terganggunya pemulihan ekonomi Eropa dari wabah Covid-19. Uni Eropa merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia dan merupakan investor FDI dan portfolio utama ke Indonesia.
Saat ditanya tentang kemampuan Indonesia untuk menentukan harga minyak sendiri sebab merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi, Budi Mulyana menjelaskan bahwa secara realitas kebutuhan konsumsi BBM dibandingkan dengan kemampuan Indonesia untuk memproduksi BBM secara mandiri, masih belum sesuai. Masih harus mengimpor dari dari luar negeri.
“Secara realitas, kebutuhan konsumsi BBM dibandingkan dengan kemampuan Indonesia untuk memproduksi BBM secara mandiri, masih belum sesuai. Masih harus mengimpor dari dari luar negeri. Sehingga dengan demikian, Indonesia tidak bisa sepenuhnya menentukan harganya sendiri,” ungkapnya.
Belum lagi menurutnya, adanya permainan oligarki yang mengambil keuntungan pribadi dari program pelayanan pemerintah terhadap rakyat menjadikan semakin peliknya penyelesaian urusan pelayanan terhadap masyarakat.[] M. Siregar
0 Comments