Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Aksi Mahasiswa, Cendekiawan Muslim: Belum Bisa Membuka Kotak Pandora, tetapi Memecah Kebuntuan


TintaSiyasi.com -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto menyebut bahwa aksi mahasiswa pada Senin (11/04/2022) belum bisa membuka kotak pandora, tetapi sudah memecah kebuntuan

"Nah, sekarang pandemi sudah tidak relevan lagi untuk meredam aksi masyarakat. Sehingga, terjadilah aksi kemarin. Meski unjuk rasa tersebut belum bisa membuka kotak pandora, tetapi sudah memecah kebuntuan. Maka, ini akan menjadi awal dari aksi berikutnya," tuturnya di YouTube Pusat Kajian Analisis Data yang bertajuk Membaca Peluang Ganti Rezim dan Sistem sebagai Agenda Besar Perubahan, Rabu (12/04/2022).

Ustaz Ismail mengatakan, sudah sepantasnya gerakan mahasiswa yang kemarin melancarkan unjuk rasa diberikan apresiasi, terlepas dari berbagai kontroversi yang mengiringinya. “Aksi mahasiswa tersebut merupakan puncak kulminasi kesumpekan politik,” lugasnya.

"Kenapa aksi tersebut penting? Karena sekian lama publik bertanya-tanya, keadaan sudah sedemikian rupa, tetapi semua diem-diem bae. Dalam konteks politik komunikasi atau komunikasi politik, ada beberapa respons publik dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah aksi. Tindakan tersebut dinilai sangat penting." tegasnya.

Kemudian ia menceritakan, beberapa tahun lalu pernah melakukan aksi di depan Kedutaan Amerika terkait invasi Amerika terhadap Afghanistan. Padahal, aksi tersebut tidak terlalu besar, hanya diikuti sekitar 1000 orang. Namun, yang menarik dari unjuk rasa tersebut adalah adanya respons dari media massa. Sehingga dilakukanlah dialog kecil dengan wartawan. "Apakah aksi yang kita lakukan ini ada manfaatnya, Mas?" tanyanya.

Ia melanjutkan ceritanya, wartawan tersebut dengan begitu antusias menjawab bahwa manfaat aksi ada sekali. Yakni, unjuk rasa tersebut akan menjadi bukti bahwa publik Indonesia tidak bisa menerima langkah invasi Amerika ke Afghanistan. Hal tersebut bisa dipakai pemerintah untuk memberikan bukti kepada pihak sana.

"Sebab jika tidak ada aksi, pemerintah juga tidak bisa memberikan bukti. Jadi, diam itu bahaya. Ini belum kita kaitkan dengan kewajiban amar makruf nahi mungkar, tetapi baru berbicara politik saja sudah begitu rupa," lugasnya.

Menurutnya, aksi mahasiswa tersebut ibarat memecah kesunyian yang panjang. Memang bisa dimaklumi, karena pandemi melanda Indonesia dan hampir di seluruh bagian dunia, sudah membuat masyarakat tidak leluasa bergerak. Padahal, Indonesia sedang mengalami berbagai permasalahan, misalkan IKN, langka dan mahalnya minyak goreng, kenaikan BBM, dan pengesahan UU Cipta Kerja yang menimbulkan gejolak, tetapi cepat diredam dengan alasan pandemi.

Ia mengungkapkan, aksi kemarin sebetulnya disemangati pula oleh langkah rezim. Bagi publik, apa yang terjadi sekarang sudah menjadi taraf keterlaluan ketika dengan pongahnya mendorong pengunduran pemilu dua atau tiga tahun, bahkan juga mendorong terjadinya amandemen konstelasi untuk meraih terjadinya tiga periode.

"Padahal, publik tidak bisa dibohongi. Seolah-olah hal tersebut adalah aspirasi dari aparat desa, petani sawit, dan pengusaha," katanya.

Lanjut ia jelaskan, semuanya tidak ada yang kebetulan, tetapi semuanya didesain. Minggu lalu media Tempo mengungkapkan dengan jelas bahwa aktor-aktor utamanya adalah orang-orang yang ada di dekat lingkaran istana, bahkan nama yang disebutkan hampir tak berjarak dengan orang nomor satu di tanah air.

"Artinya, mungkin ini diinisiasi oleh yang bersangkutan. Namun, seolah-olah bukan dia, hal ini terbukti dengan kemarahannya terhadap orang-orang yang melansir gagasan itu," mirisnya.

Ia menganalogikan, orang tersebut seakan-akan sebagai pemadam kebakaran, padahal yang menimbulkan apinya adalah dia sendiri.

"Sehingga, ini menjadi semangat dan menambah kegeraman masyarakat. Jadi menurut saya, aksi mahasiswa kemarin itu adalah puncak dari kulminasi kesumpekan politik," tuntasnya.[] Nurmilati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments