Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Viral Daftar Penceramah Radikal, Prof. Suteki: Ini Tuduhan Jahat dan Pembunuhan Karakter


TintaSiyasi.com -- Beredar daftar penceramah radikal, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menegaskan, tuduhan itu jahat dan merupakan pembunuhan karakter. 

"Jika dinalar, berarti 180 daftar penceramah radikal akan menjadi cikal-bakal terorisme. Ini tuduhan teramat jahat dan dapat dikatakan pembunuhan karakter," ungkapnya dalam Forum Group Discussion (FGD) ke-29 Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB): Radikalisme dan Terorisme dalam Konstruksi Kebijakan dan Kajian, di kanal YouTube FDMPB, Sabtu (19/3/2022). 

Guru Besar Fakultas Hukum Undip ini menjelaskan, ada istilah radikal terorisme dan ekstrem terorisme, yang semua terkesan terhubung dengan terorisme. 

Lebih lanjut Prof. Suteki membeberkan mengapa radikalisme disebut berbahaya. Ia menyebut, perlu flashback ke belakang. 

"Tahun 2020 pernah santer isu penyusunan HIP yang sekarang sudah dihapus RUU-nya. Untuk apa sebenarnya RUU HIP ini dibuat? Kecurigaan saya ternyata terbukti ketika fraksi-fraksi pengusungnya sengaja menolak dimasukkannya Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan larangan menganut ideologi komunisme dan marxisme-leninisme," bebernya. 

Ia memandang, protes umat Islam menggema menolak RUU HIP karena penolakan Tap MPRS tersebut sebagai politik hukumnya.

"Perkembangan terakhir inisiator RUU HIP setuju memasukkan Tap MPRS tersebut dengan syarat agar paham lain yang mengancam dan bertentangan dengan Pancasila dicantumkan juga sebagai ideologi terlarang," imbuhnya.

Namun, menurut Prof. Suteki, Sekjen PDIP menyebut ada dua ideologi yang dimaksud, yaitu khilafahisme dan radikalisme. 

"Dari kasus ini dapat dipahami bahwa radikalisme menjadi isme yang dianggap bahaya, disejajarkan dengan khilafahisme, komunisme, dan marxisme leninisme," ujarnya.  

Tingkat bahaya radikalisme dianggap
meninggi menurutnya, ketika AS menggeser war on terrorism ke war on radicalism yang dinilai lebih soft namun lebih ampuh menjerat orang-orang yang dicurigai melawan AS.

"Yang kemudian diikuti oleh negara pengekornya, termasuk Indonesia. Indonesia membuat jerat antara (intervening trap) berupa ekstremisme dengan sebutan RAN PE 2020," paparnya. 

Dengan demikian, Prof. Suteki menyebut, orang-orang berseberangan dengan pemerintah berpotensi disematkan tiga nomenklatur. 

"Yaitu radikalisme (paling soft), ekstremisme (intervening), dan terorisme (hard)," tandasnya. [] Puspita Satyawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments