Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nikah Beda Agama? Itu Dampak Pluralisme


TintaSiyasi.com -- Founder Komunitas Istri Strong Asri Supatmiati mengungkapkan bahwa adanya nikah beda agama adalah dampak pluralisme. "Merespons berita viral adanya nikah beda agama, itu terjadi akibat dampak pluralisme," ungkapnya kepada TintaSiyasi, Selasa (08/02/2022).

Asri mengatakan, dilihat dari faktanya, perbedaan agama tersebut terjadi pada laki-laki nonMuslim, sedangkan perempuannya Muslimah. Maka, sudah jelas bahwa jumhur ulama mengharamkan seorang Muslimah menikah dengan lelaki nonMuslim, baik ia musyrik maupun ahli kitab.

"Saya kira hal tersebut merupakan sesuatu yang sudah diketahui secara umum oleh masyarakat, bahwasanya seorang Muslimah dilarang menikah dengan nonMuslim. Ini adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan Islam," tuturnya.

Ia menyarankan, karena haram, maka seharusnya ditinggalkan. Sehingga, kalau dilakukan, tentu pernikahannya tidak sah dan hubungan setelah pernikahan akan dianggap sebagai hubungan zina.

"Pluralisme dari kata plural (beragam) dan -isme (paham), yang berarti paham yang mengakui keberagaman, termasuk mengakui keberagaman keyakinan beragama di tengah-tengah masyarakat yang kemudian harus diakui, dihormati, dan seterusnya," jelasnya.

Menurutnya, plural atau beragam itu fakta dan harus diyakini, sedangkan pluralitas itu fakta adanya keberagaman, dan hal itu disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Taala di dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 13,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ia menegaskan bahwa masyarakat plural. Tetapi kalau pluralisme, yakni sebuah -isme atau ajaran yang mengakui keberagaman dan harus mengikuti keberagaman atau mengakui kebenaran yang beragam, tidak dianjurkan dalam Islam.

"Seperti mengakui bahwasannya semua agama sama saja. Sehingga, antara Islam dan nonIslam, misalkan Budha, Kristen, dan Hindu dianggap sama dan benar. Ini mengarah kepada ajaran sinkretisme, yaitu menganggap semua agama benar," paparnya.

Ia menyatakan, oleh karena dianggap semua benar dan sama, maka akhirnya pernikahan beda agama dianggap sesuatu yang seharusnya diakui lumrah saja.

"Nah, ini bagian dari propaganda untuk mengakui semua agama. Padahal, fakta dan realitasnya agama itu tidak sama. Jika agama itu sama, ngapain banyak-banyak dan berbeda-beda, cukup satu agama, tetapi faktanya agama itu berbeda," paparnya.

Tuntunan Islam

Ia mengingatkan, satu-satunya agama yang diyakini adalah Islam. Oleh karena itu, dalam tuntunan menikah pun harus mengikuti tuntunan Islam.

"Lalu, apakah nikah beda agama itu sesuai dengan tuntunan Islam? Tentu saja tidak. Di dalam Islam sudah jelas, seandainya Muslimah haram menikahi lelaki nonMuslim, maka hal tersebut tidak menjadi alternatif pilihan. Bahkan, sejak awal harusnya tidak membangun hubungan dengan orang nonMuslim," ingatnya.

Lalu ia menjelaskan, jangankan nonMuslim, untuk memilih suami seorang Muslim saja ada keutamaan-keutamaannya. Pilihlah karena agamanya, bukan karena yang lainnya. Misalkan wajahnya dan kekayaannya adalah nomor sekian, tetaapi yang diutamakan adalah agamanya. 

"Membangun pernikahan itu bukan sekadar membangun relasi suami-istri, antara seorang lelaki dan wanita. Tetapi, menikah adalah membangun hubungan bersama-sama suami istri. Membangun hubungan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Taala," jelasnya.

Ia mengatakan, karena di dalam pernikahan yang diamalkan adalah aturan-aturan kewajiban yang berasal dari Allah Subhanahu wa Taala, sebab menikah juga ibadah. Merupakan ibadah karena menyangkut hubungan seorang individu dengan Allah Subhanahu wa Taala, bukan sekadar individu dengan individu.

"Maka, tidak dibenarkan bagi seorang Muslimah mencari imam dalam keluarganya seorang nonMuslim, jelas itu haram. Padahal, yang Muslim saja diberikan syarat, yaitu baik agamanya," lugasnya.

Ia mengungkapkan, kalau Muslim agamanya tidak baik, ahli maksiat, bahkan pezina, hal tersebut tidak menjadi prioritas, bahkan tidak boleh karena hukum asalnya haram menikahi pezina, kecuali pezina tersebut tobat nashuha.

"Jadi, ada pilihan, kalau sudah Muslim saja masih harus memilih, apalagi nonMuslim. Itu sudah tidak masuk dalam kotak pilihan menjadi imam dalam keluarga," terangnya.

Ia menjelaskan, suami nanti menjadi qawwam atau pemimpin. Sedangkan istri ibarat tawanan ketika ia sudah menikah, maka ditawan oleh suaminya. Sehingga, tidak memiliki kebebasan. Ia ditawan kekuasaan suaminya. Kekuasaan tersebut adalah ketika seseorang sudah menikah, memiliki keterbatasan untuk bergaul dengan lelaki lain dan tidak bisa bebas ke sana ke mari.

"Nah, itulah maknanya seorang istri di bawah kekuasaan suami, berarti di bawah perlindungan suami. Baik keamanan, syahsiah, dan masalah pemenuhan kebutuhannya itu berada dalam kekuasaan suami" jelasnya.

Ia menerangkan, kalau suaminya nonMuslim, tentu ia punya kuasa untuk mengubah istrinya. Misalkan diajak pindah ke akidah agama nonMuslim, tentu akan menyesatkan.

"Memang perlu diingat, salah satu strategi Barat untuk melemahkan umat Islam adalah menikahi perempuan-perempuan Muslimah dan suatu saat nanti akan ditarik ke agama suaminya, yaitu nonMuslim," mirisnya.

Ia mengingatkan kembali, para Muslimah harus waspada, jangan tergiur oleh penampilan dan kekayaan. Harusnya sejak dari awal jangan sampai membuka hubungan atau memberi izin untuk memasukan laki-laki nonMuslim ke dalam relasi, apalagi relasi yang dibangun oleh aspek jinsiyah, yaitu gharizah nau'.

"Maka, bagi seorang Muslimah harus fokus, ketika ingin menikah, maka harus menutup pintu untuk tidak menerima pinangan nonMuslim, apapun alasannya," pesannya.

Ia menambahkan, supaya rumah tangga yang dibangun berdimensi akhirat, yaitu untuk mewujudkan ketakwaan.

"Sebab, rumah tangga itu adalah ikhtiar untuk bersama-sama pasangan mengarungi berbagai kewajiban dan ujian untuk meraih jannah-Nya," tutupnya.[] Nabila Zidane dan Nurmilati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments