Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nonsens, Menempuh Demokrasi untuk Mewujudkan Islam!


TintaSiyasi.com -- Intelektual Muslim Dr. Firman Menne, S.E., M.Si., menegaskan bahwa nonsens menempuh jalan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita kemuliaan Islam. "Untuk meraih cita-cita kemuliaan Islam yang begitu bersih dan lurus ditempuh dengan jalan demokrasi, itu nonsens, tidak bisa," tegasnya dalam acara Ekspo Rajab 1443 H Collaboration Talkshow, yang tayang serentak secara daring di EkspoRajab.com bertajuk Ambruknya Kapitalisme, Tegaknya Peradaban Islam, Ahad (27/02/22).

Ia membeberkan, secara faktual karakter demokrasi penuh dengan kerusakan, karena demokrasi buatan manusia. Tentunya tidak sebanding dengan ajaran Islam yang syariatnya bersumber dari Allah Subhanahu wa Taala.

"Kalaupun misalkan masih ada negara atau bahkan nanti semua negara existing dengan demokrasi, maka tentu itu adalah jalan yang salah dan keliru yang ditempuh oleh negeri tersebut," ungkapnya.

Kerusakan Demokrasi 

Pertama, freedom of speech, yaitu kebebasan berbicara. Dalam demokrasi, kebebasan berbicara terealisasi manakala konten pembicaraan (speech) dalam kaitan mendukung dan mengokohkan ideologi kapitalisme. 

"Tetapi, ketika pembicaraan (speech) justru mengkritisi ideologi kapitalisme, apalagi menawarkan ideologi yang lain, itu tidak berjalan," cetusnya.

Intelektual Muslim tersebut mencontohkan kasus persekusi dan kriminalisasi pada beberapa aktivis Muslim yang berbicara tentang ideologi Islam. "Kisah daripada Prof. Suteki, karena ngomong ini, ngomong itu akhirnya sejumlah jabatannya dipreteli," ujarnya. 

Kedua, konsep demokrasi tentang equality before the law, yaitu setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. 

"Faktanya, justru di alam demokrasi, hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ketika orang yang tidak mempunyai kekuatan itu berperkara, cepat dieksekusi. Sebaliknya, kalau orang-orang gedongan yang memiliki banyak harta atau kelompok-kelompok oligarki bermasalah, itu biasanya lambat atau bahkan mendapatkan keringanan," sambung dia. 

Ketiga, vox populi, vox dei, suara rakyat suara Tuhan. “Itu adalah prinsip ikonik demokrasi. Biasanya didengungkan menjelang masa pemilu, dan segala macamnya. Tetapi kenyataannya, ketika yang dipilih menempati jabatannya, konstituen itu ditinggalkan," tandasnya.

“Beberapa kebijakan pemerintah yang cenderung memenuhi kepentingan atau nafsu syahwat oligarki. Kelangkaan minyak goreng, menurut Faisal Bashri justru karena pemerintah lebih cenderung untuk memenuhi kepentingan oligarki, terutama para pengusaha-pengusaha biodiesel," pungkasnya.[] Heni Trinawati
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments