TintaSiyasi.com -- Pengasuh Majelis Baitul Qur’an Guru Luthfi Hidayat menegaskan, "Kehancuran kapitalisme itu beriringan dengan dengan terbitnya fajar kemenangan Islam," katanya kepada TintaSiyasi.com, Senin, 21 Februari 2022.
Menurut Guru Luthfi, sapaan akrabnya, peran penting intelektual Muslim adalah bekerja secara serius, menginvestasikan tenaga, waktu, pikiran dan segala kemampuan untuk menyongsong terbitnya fajar Khilafah Islamiah atas manhaj kenabian. Sebagai satu-satunya harapan ideologi peradaban masa depan.
"Hanya saja, pengusung kapitalisme tidak begitu saja rela tampuk kekuasaan mereka direlakan pada Islam," katanya. Menurutnya, musuh-musuh Islam tahu, saat kapitalisme hancur, Islam pasti menang. "Karenanya mereka saat ini, siang dan malam, dengan ragam falisitas yang ada, terus menghalang-halangi upaya kebangkitan umat Islam ini," katanya.
Kondisi perjuangan ini, katanya, sungguh menjadi peluang amal emas atas intelektual Muslim. "Kausalitas kehancuran ideologi kapitalisme dan munculnya peradaban Islam, memerlukan kerja ikhlas, cerdas dan kerja keras, sesuai dengan metode dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW," katanya.
Ia menjelaskan, sistem demorkasi sebagai sistem pemerintahan kapitalisme, kian nyata menjadikan uang sebagai mesin politik, dan di pemerintahan pada akhirnya tidak lebih sekadar menghasilkan pejabat korup diberbagai sisi kehidupan. "Keadilan sudah lenyap, pisau hukum tajam ke bawah, dan tumpul ke atas. Hukum buatan manusia nyata-nyata hanya menimbulkan kezhaliman di mana-mana," bebernya.
Menurut dia, pendidikan dan kesehatan yang harusnya menjadi asas berkeadilan untuk semua masyarakat, saat sistem kehidupan di hela oleh kapitalisme, pendidikan, dan kesehatan seolah menjadi milik orang kaya saja. "Orang miskin seolah dilarang sakit dan menempuh pendidikan berkualitas dan layak. Jadi, keruntuhan ideologi kapitalisme sudah menjadi sesuatu yang kian niscaya. Ideologi ini benar benar telah menghancurkan fitrah manusia," katanya.
Ia melihat, kondisinya mirip saat sistem kehidupan diatur oleh syariat Nabi Musa dan Nabi Isa yang sudah diganti dan diubah oleh Bani Israil, sehingga meniscayakan Rasulullah mengganti estafet kepemimpinan dunia dengan syariat Islam. "Dengan syariat Islam yang sesuai dengan fitrah manusia, layaknya minuman susu yang dipilih Rasulullah saat peristiwa Isra dan Mikraj," pungkasnya.[] Sri Purwanti/Ika Mawarningtyas
0 Comments