TintaSiyasi.com -- Mudir Pondok Pesantren Nahdlatul Muslimat (NDM) Surakarta K. H. Ahmad Fadholi mengungkap, bahaya kapitalisme yang paling nyata adalah berkuasanya oligarki.
"Nah, dampak kapitalisme ini paling nyata kita rasakan. Paling nyatanya dampak kapitalisme di kita itu berkuasanya oligarki," ungkap Kiai Fadholi, sapaan akrabnya, kepada TintaSiyasi.com. Selasa, 22 Februari 2022.
Menurut Kiai, oligarki pemilik modal inilah yang bisa merasakan keuntungan yang sebesar besarnya dengan kekuatan modalnya itu. Ia mengatakan, dampak sekularisme banyak sekali dan sangat buruk. "Semua ini disebabkan karena sekularisme, yaitu ketika agama dipisahkan dari ruang publik. Bahaya yang ditimbulkan sekularisme dan kapitalisme begitu merusak umat," imbuhnya.
"Di antaranya adalah pikiran-pikiran liar, misalnya tentang perkawinan, boleh nikah sejenis. Beberapa aturan yang melarang simbol-simbol dalam tanda petik khusus Islam. Kalau simbol-simbol yang lain kayaknya dibolehkan. Misalnya, di India pelarangan hijab. Orang-orang militan Hindu itu memanfaatkan gagasan sekularisme. Agar hijab itu tidak boleh di ruang publik. Dalam hal ini adalah ruang pendidikan," terang Kiai.
Kemudian, dia melanjutkan dampak buruk sekularisme di Saudi Arabia, negeri Islam yang akarnya sangat kuat, di bawah kepemimpinan Muhammad bin Salman (MBS).
"Wah itu luar biasa sekularisme di sana dan dampaknya sangat buruk sekali. Misalnya, mendatangkan hiburan-hiburan yang tidak sesuai syariat, dalam tanda petik mesumlah, setengah mesum atau mesum di Saudi Arabia," lanjutnya.
Menurutnya, dalam penyebarannya, sekularisme mempunyai saudara kandung yaitu kapitalisme. Ia berharap umat segera menyadari dampak buruknya sekularisme dan kapitalisme. "Nah, ini luar biasa, dari dampak itulah kita berharap sekali umat itu menyadari hal ini," katanya.
"Sehingga kasus Wadas itu ya, sebelumnya ada lagi di pegunungan Kendeng, atau bahkan IKN (ibu kota negara). Mereka memanfaatkan dengan rakusnya itu sehingga tidak malu-malu untuk mengambil hak hak publik itu tidak malu malu," tandasnya.[] Heni Trinawati
0 Comments