Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konser Coldplay: Matinya Empati di Tengah Krisis Ekonomi

TintaSiyasi.com -- Masyarakat Indonesia tengah gempar dengan adanya pemberitaan konser group band ternama asal Inggris, Coldplay di 15 November mendatang. Antusiasme masyarakat ditandai dengan perburuan  tiket yang sudah jauh-jauh hari mereka siapkan walau dengan badrol harga yang sangat tinggi. 

Dirilis dari CNNMedia,11/05/2023) dalam unggahan di media sosial PK Entertainment, harga tiket konser Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno akan dijual mulai Rp800 ribu sampai Rp11 juta yang menjadi paket dengan harga termahal. Harga tiket tersebut belum termasuk pajak pemerintah 15 persen, convenience fee 5 persen, dan biaya tambahan lainnya.

Tidak sedikit dari antusiasme masyarakat untuk membeli tiket, rela mengambil tabungan bahkan sampai pinjam ke pinjol. Selain karena mereka memang fans daripada Coldplay juga munculnya FOMO (fear of missing out) yakni rasa kekhawatiran untuk melewatkan event besar ini.

Fenomena ini tentu memperlihatkan, bagaimana standar kebahagiaan masyarakat hari ini. Mereka rela melakukan banyak hal hanya untuk kenikmatan sesaat yang belum tentu sesuai dengan pandangan hukum syara. Bagaimanapun kita akan saksikan dalam konser ini pasti terjadi ikhtilat (campur baur) juga khalwat yang menjadikan rawan banyak kemaksiatan lainnya.

Diwacanakan bahwa keberadaan konser ini akan bisa menaikkan pendapatan khususnya para UMKM atau juga untuk negara lewat pajak yang ada. Meski begitu harus tetap diakui yang sebenarnya mendapatkan untung besar tetaplah para pihak pengusaha besar yang memanfaatkan moment ini semisal pihak penyelenggara. Lagi-lagi para kapitalislah yang sebenarnya meraup keuntungan besar bukan untuk rakyat.Terbayang dengan mahalnya tiket konser yang melangit berapa banyak keuntungan yang akan diraup oleh para kapitalis ?

Inilah kondisi yang nampak wajar dalam sistem kehidupan kapitalisme. Rakyat sendiri bekerja keras siang dan malam hanya demi mengeyangkan perut para kapitalis. Begitu pendek kesenangan yang didapatkan dalam konser dengan harga tiket yang begitu mahalnya. Disisi lain betapa banyak rakyat di negeri ini yang masih sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Indonesia pun masih memiliki PR besar untuk pengentasan angka kemiskinan. 

Demikianlah, nampak jelas jurang kesenjangan hidup orang kaya dan miskin dalam sistem Kapitalisme. Begitu mudah mereka mengeluarkan uang dengan jumlah yang besar untuk menonton konser yang hanya beberapa jam. Sedang bagi mereka yang miskin betapa susahnya untuk mendapatkan uang seharga tiket dengan kerja keras yang boleh jadi harus dengan waktu yang lama.

Bagaimanapun kondisi semacam ini mengkonfirmasi bagaimana rendahnya empati ditengah kondisi krisis ekonomi. Benarlah bahwa kehidupan di sistem kapitalisme akan menjadikan yang kaya semakin kaya juga sebaliknya. Hal seperti ini tentu bertentangan dengan konsep kehidupan dalam Islam. Masyarakat dalam Islam yaitu masyarakat yang saling ta'awun yang saling menopang satu sama lain. 

Masyarakat dalam Islam diajarkan untuk saling peduli sesama, tidak hanya untuk sesama Muslim namun semua. Sebab itu adalah perintah Allah dan sejalan dengan tujuan hidup seorang Muslim yaitu ridho Allah bukan dengan kebahagiaan dunia yang sifatnya sementara.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat: 10; 

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.”

Selain itu, Islam juga mewajibkan dalam hal ini negara untuk memiliki peran besar dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Negara juga memiliki tanggungjawab atas rakyat untuk saling peduli bukan malah bersifat individualis sebagaimana kehidupan Kapitalisme hari ini. Wallahu'alam bishshawab.[]

Oleh: Yuni Ernawati
(Aktivis Muslimah)

    


   
 

 
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments