Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kasus Kekerasan Anak Pejabat dan Penghilangan Jejak Digital sebagai Wajah Kapitalisme


TintaSiyasi.com -- Saat ini sudah jadi hal yang biasa bagi masyarakat kita yaitu menjadikan materi sebagai hal utama untuk diraih. Gaya hidup mewah menjadi dambaan masyarakat kebanyakan, tak terkecuali pejabat di negeri ini. Mulai dari barang branded, mobil mewah, kekayaan yang fantastis menjadi citra yang melekat pada mereka.

Dengan segala kelimpahan harta tersebut, menjadi bumerang tersendiri bagi para pejabat. Hal itu terbukti saat pejabat terkena kasus yang heboh baru-baru ini. Kasus tersebut menimpa anak dari pejabat Dirjen Pajak, yaitu Mario Dandy yang menganiaya David hingga koma.

Penganiayaan yang terjadi pada (20/2/2023) yang dilandasi masalah percintaan antara Mario Dandy, Agnes dan David ini merembet pada terkuaknya hal-hal mengejutkan lainnya. Pasalnya masalah ini memantik pada terkuaknya gaya hidup keluarga pejabat tersebut hingga diketahui kepemilikan harta kekayaan Ayah dari Mario Dandy selaku Dirjen Pajak yaitu Rafael Alun Trisambodo yang mencapai Rp 56 miliar.

Dengan adanya hal itu, tentu menjadi angin yang tak segar bagi Mario Dandy dan keluarga yang notabenenya saat ini menjadi titik perhatian dari seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan diduga Ibu dari Mario Dandy menghapus unggahan di Instagram miliknya yang berisi postingan barang branded, gaya hidup mewah dan lain sebagainya. Bukti-bukti yang dirasa mengantarkannya pada jurang dibersihkan secara instan hingga lenyap tanpa bekas.


Penghilangan Jejak Digital si Pemilik Modal

Upaya menghilangkan jejak digital merupakan salah satu cara untuk menghilangkan jejak adanya kejahatan yang dilakukan. Untuk menghilangkan jejak digital tentu bukan perkara mudah, perlu ada pihak lain atau media tertentu yang bahkan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Di sistem kapitalis ini, pemilik kekuasaan dan modal bisa melakukan apa saja untuk melancarkan aksi sesuai kepentingannya. Hal yang biasa bagi mereka untuk menutupi pelanggaran hukum dan melepaskan diri dari jeratan hukum bahkan untuk menjaga diri mereka agar tidak kehilangan harta bendanya.

Di sisi lain ada banyak kasus yang sampai memborong majalah edisi tertentu guna menghapus berita yang sudah dimuat dalam media tersebut. Ini adalah upaya untuk mempertahankan citra baik yang nyatanya sudah hancur oleh perbuatannya sendiri. Bagaikan bangkai yang pasti tercium, masyarakat dengan segala kecanggihan teknologi sudah lebih peka akan perbuatan para pejabat semacam ini. Masyarakat sudah mulai menjadi pengontrol dari setiap gerak-gerik kasus yang terjadi. Tapi, hal ini tentu belum efektif bila dibandingkan dengan kekuasaan dan modal yang mereka punya guna menyusun strategi yang dapat meringankan bahkan menyelamatkan mereka. Inilah wajah nyata dari kapitalisme yang mengerikan.

 
Wajah Nyata Kapitalisme

Di sistem ini, tujuan hidup hanyalah materi. Materi dijadikan keutamaan yang dapat mengantarkan pada kebahagiaan. Dengan itu, pelanggaran hukum syarak seperti berbohong, memanipulasi, mengambil hak orang lain, semena-mena dan sebagainya merupakan hal yang terkesan wajar. Pemisahan agama dari kehidupan sangat nyata di sistem ini. Agama hanya dijadikan sarana untuk bermanis muka guna meraih kursi jabatan dan sebagai status di kartu kependudukan semata.

Terlebih dengan adanya kasus ini, kalimat “Orang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.” makin nampak nyatanya. Pemilik kuasa dan modal hidup dengan limpahan harta, sedang di luar sana angka kemiskinan masih setia membersamai masyarakat. Padahal, pejabat seharusnya menjadi sosok terdepan yang peka akan keadaan rakyatnya, bukan malah dengan leluasa meraup keuntungan dari jalan mana saja yang tentu menjadi dipertanyakan kehalalannya. 

Dengan kepemilikan harta pejabat yang bernilai fantastis, tentu masyarakat akan mempertanyakannya. Karena pejabat memiliki tanggung jawab kepada masyarakat yang besar, bagaimana tidak terus menerus memantik emosi masyarakat jika melihat pejabat berenang di dalam harta sedang masyarakat haus di dalam kemiskinan.

Itulah imbas dari sistem Kapitalisme yang hanya fokus pada materi dan keselamatan pelakunya semata, tetapi terlupakan bahwa yang yang terpenting adalah keselamatan di akhirat kelak. Hanya Islamlah yang peduli dan mampu mengkondisikan hal ini.


Islam sebagai Solusi Hakiki

Di dalam Islam masyarakat akan diarahkan untuk menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir. Yaitu bagaimana mendapat keridhaan dari Allah SWT sebagai Pencipta dan Pengatur. Dengan itu, aktivitas yang dilakukan akan terikat dengan hukum syarak karena standar baik buruk dan benar salahnya hanya Allah yang berhak mengaturnya.

Masyarakat mengetahui pula bahwa segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat, dengan itu keimanan menjadi benteng guna menjaga ketaatan kepada Allah SWT. Keimanan yang kokoh dapat menghindarkan diri setiap individu pada perilaku curang, jahat dan merugikan. Kesadaran akan sanksi di akhirat akan menjaga perbuatan dan langkah masyarakat ke depannya untuk terus berbuat baik.

Tetapi sayang seribu sayang, saat ini kita hidup dengan landasan yang bukan Islam. Kita menelan berbagai kepahitan kehidupan dengan problematika yang tak kunjung berkesudahan. Masyarakat mendapat ketidakadilan dan kebingungan akan kekeliruan tujuan. Tentu perlu perubahan dari setiap lini peraturan tuk raih perbaikan secara keseluruhan. Yaitu Islam sebagai aturan dan solusi kehidupan. Islam sebagai sistem yang dapat memecahkan seluruh aspek permasalahan berlandaskan Al-Qur’an, Islam sebagai pemandu masyarakat yang selama ini hidup dalam ketersesatan, dan Islam sebagai jalan pulang masyarakat untuk fokus meraih keridhaan.

Semua ini bukanlah harapan kosong, Islam telah membuktikannya dengan peradaban yang gemilang. Islam menguasai dua pertiga dunia dengan penuh kesejahteraan dan keadilan. Hari ini adalah bukti dari fase kehidupan yang Rasulullah SAW sampaikan sebagaimana tertuang dalam hadis:

"Nubuwwah ada pada kalian sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian khalifah di atas manhaj nubuwwah sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian kerajaan yang menggigit sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian, kerajaan yang diktator sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian Khalifah di atas Manhaj Nubuwwah. Kemudian beliau diam." (HR Ahmad, Hadis Hasan).

Maka jadilah salah satu dari bagian yang menjemput fase kehidupan selanjutnya, yaitu menuju untuk berada di dalam naungan Islam sesuai manhaj kenabian.

Wallahu a’lam. []


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments