TintaSiyasi.com -- Badan Pangan Nasional atau Bapanas mengungkapkan, penyaluran beras medium dalam rangka Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras terus diperluas dan ditingkatkan dengan mendorong beras Bulog ke penjualan ritel.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi mengatakan, langkah ini dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan SPHP sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka stabilisasi harga beras di tingkat konsumen. (beritasatu.com, 29 Januari 2023)
Penjualan beras ke ritel modern ini dianggap sebagai upaya antisipasi naiknya harga beras dan meningkatkan keterjangkauan sampai kepada konsumen agar beras Bulog lebih terserap.
Tapi jika diteliti lebih jauh lagi, ini memungkinkan adanya upaya lepas tangan negara dalam pemenuhan kebutuhan beras ke seluruh segmentasi masyarakat. Karena, jika penjualan melalui ritel modern ini berhasil, maka Bulog akan menghentikan operasi pasar. Langkah ini bisa jadi akan berimbas kepada rakyat kecil dalam menjangkau beras saat harga beras tinggi di pasar.
Karena, pada dasarnya fungsi dari operasi pasar adalah sebagai upaya untuk memperoleh stabilisasi harga dengan sasaran masyarakat umum. Dan ini dilakukan melalui satgas untuk langsung dijual ke masyarakat umum melalui pedagang eceran dan pedagang grosir. Pedagang-pedagang tersebut wajib menjual beras OP CBP pada HET (Harga Eceran Tertinggi) yang telah ditetapkan.
Ritel modern bisa berdampak baik ketika jumlah dan alokasinya tepat. Layaknya obat, ketika diminum sesuai dengan dosis yang dianjurkan dokter, maka obat tersebut dapat dirasakan khasiatnya bagi kesembuhan. Namun, jika obat itu berlebihan jumlahnya, maka ia akan berubah menjadi racun. Tentu racun akan berdampak negatif bagi kesehatan. Namun, positif maupun negatif konsumen adalah kelompok pertama yang akan merasakan langsung dampak dari penjualan beras ke ritel modern.
Memang benar adanya bahwa tidak semua orang akan berbelanja di pasar modern. Demikian juga tidak seharusnya pedagang kecil, pasar tradisional, pasar ritel rakyat, terpaksa dikonversi menjadi pasar ritel modern. Setiap pihak memiliki porsinya masing-masing. Pasar ritel modern banyak digunakan oleh masyarakat yang sudah modern gaya hidupnya atau mereka yang pendapatannya diatas rata-rata.
Sementara, pasar tradisional sering digunakan oleh produsen lokal, pedagang kecil, dan rakyat biasa, yang pendapatannya rendah atau dibawah rata-rata. Dalam hal ini, pemerintah patut mengambil kebijakan yang dapat melindungi masing-masing pihak.
Dalam suasana seperti ini, ada baiknya kita mengkilas balik sejarah dari kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab. Bahwa dalam suasana tertentu, khalifah Umar sering memberikan bantuan sosial dan barang-barang subsidi yang sangat beragam.
Khalifah Umar pernah berpidato dan menyatakan komitmen serta usahanya untuk meningkatkan penerimaan negara serta memenuhi kekurangan kaum Muslimin sebagaimana disampaikan Haekal dalam karyanya, Al-Faruq ‘Umar, Juz I, Darul Ma’arif, tanpa tahun, halaman: 94.
Niat mulianya tersebut direalisasikan melalui bansos dan subsidi di era pemerintahannya. Yang mana kala itu perluasan wilayah Islam sampai ke Syam, Mesir, dan Iraq. Ketika ada daerah lain yang lebih makmur, maka Umar mengusahakan subsidi barang-barang kebutuhan pokok dari daerah yang makmur ke daerah yang kekurangan. Saat kondisi krisis menerpa Madinah, Umar menulis surat kepada semua gubernur di wilayah provinsi-provinsi lainnya untuk mengirimkan bahan makanan sebagai bentuk subsidi silang. Bahan makanan pokok didatangkan dari Syam dan Mesir. Uniknya, selain untuk dibagikan kepada penduduk yang miskin, bahan makanan ini juga menjadi cara Umar memberikan subsidi agar harga makanan tetap stabil.
Kejelian khalifah Umar tampak dalam pengelolaan bantuan pangan dari para gubernurnya itu. Untuk penduduk yang tidak mampu, ia memberikan bahan pangan kiriman dari Mesir, Syria dan daerah lain yang surplus sebagai bansos dengan cara dibagikan secara gratis. Penerimanya didata dengan teliti oleh petugas khusus yang jujur.
Namun, Umar juga tetap memperhatikan kondisi ekonomi pasar di Madinah sehingga mencetuskan penormalan harga bahan pangan melalui model subsidi. Kelebihan bahan pangan setelah diberikan secara gratis dikelola untuk menormalkan harga di pasaran. Artinya, orang Madinah yang memiliki kemampuan untuk membeli bahan pangan dapat memperoleh harga yang wajar, bahkan sama dengan harga barang tersebut di Mesir, Syam maupun Iraq sebagai tempat yang menghasilkannya.
Dengan sumber pendapatan nasional yang memadai (dimana sumber pendapatan negara bukan lah dari pemungutan pajak, melainkan melalui pengelolaan SDA yang tidak boleh dikelola oleh pribadi, swasta apalagi asing), maka penyaluran bansos untuk penduduknya dapat berjalan dengan lancar, subsidipun berhasil dialokasikan tepat sasaran, dan kemakmuran yang merata dapat dirasakakan seluruh rakyat pada zamannya.
Demikianlah gambaran makmurnya negara dalam Daulah Islam, dimana Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok untuk semua rakyat melalui penerapan syariat Islam secara kaffah. Sehingga, para pemimpin yang terpilih senantiasa mencerminkan sikap seorang Muslim yang bertaqawa dan tunduk akan hukum syara’. Para pemimpin tidak akan membuat kebijakan yang mengakibatkan sebagian rakyat susah untuk menjangkau kebutuhan primer, sekunder dan tersier apalagi jika terkait dengan kebutuhan pokok.
Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah
0 Comments