TintaSiyasi.com -- Seolah sudah kehilangan hati nurani pamimpin negeri ini, di tengah para korban gempa Cianjur membutuhkan uluran tangan, mereka justru malah mengadakan acara besar yang mereka beri nama Nusantara Bersatu yang di gelar Relawan Jokowi.
Acara ini tentunya menghabiskan biaya yang besar. Apalagi acara ini juga menyisakan sampah berserakan yang mengotori Gelora Bung Karno ( GBK ).
Seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia (26/11/2022 ), Acara Nusantara Bersatu yang digelar Relawan Jokowi menyisakan sampah berserakan yang mengotori Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat.
Dinas lingkungan hidup DKI Jakarta sampai harus mengerahkan 500 personal pasukan oranye untuk membersihkan sampah dan berhasil mengumpulkan total 31 ton beragam jenis sampah usai acara tersebut.
Adanya dugaan penipuan kegiatan. Pasalnya orang-orang yang datang ke ke acara itu mengaku tidak tahu tentang acara tersebut.
Beragam cerita seperti puas, kecewa dan bingung, datang ke acara pertemuan Akbar Relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bergabung dalam Gerakan Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. (Tempo.com, 26/11/2022 )
Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa pertemuan dengan relawan ini rawan akan kepentingan pribadi dalam hal jabatan atau kekuasaan.
Di tengah duka lara bencana gempa Cianjur penguasa malah mengadakan pertemuan besar dan terkesan abai terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Sudah menjadi tabiat penguasa dalam sistem kapitalisme. Penguasa lebih mementingkan kepentingan pribadi dibanding urusan rakyatnya.
Paham kapitalisme membuat penguasa hanya melihat manfaat sebagai orientasi kebijakannya. Mereka hanya melihat peluang besar untuk menaikkan eksistensi kepemimpinannya, sehingga berbagai cara bisa dilakukan mulai dari pencitraan, mengunjungi korban bencana demi formalitas, sampai mengumpulkan massa dengan klaim itu relawan, sehingga hal itu dianggap lebih penting daripada mengurus korban bencana.
Politik Demokrasi yang menjaga eksistensi kapitalisme mengharuskan seorang penguasa yang sah adalah mereka yang memiliki suara mayoritas.
Sehingga kini publik bisa menyaksikan ada penguasa yang melakukan pencitraan di tengah bencana, di tengah pandemi Covid, melakukan kampanye di tengah himpitan ekonomi.
Dalam pandangan Islam, penguasa harus dapat mewujudkan kemaslahatan bagi siapa saja yang berada dibawah kepemimpinannya.
Seperti sabda Rasulullah Saw:
" Tidaklah seorang pemimpin mengurangi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka dan menasehati mereka, kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka" (Shahih Muslim)
Di hadist yang lain Rasulullah Saw bersabda:
"Imam ( Kepala Negara ) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya" (Shahih Bukhari)
Dalil dalil inilah yang menjadi cara pandang penguasa dalam Khilafah, sehingga banyak penguasa luar biasa seperti pada kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab.
Pernah terjadi bencana paceklik yang berlangsung selama sembilan bulan, kekeringan melanda seluruh bumi Hijaz. Orang-orang mulai kelaparan, mereka datang ke Madinah untuk meminta bantuan kepada Khalifah Umar.
Sikap Amirul Mukminin pun sigap dan tanggap. Khalifah Umar mendirikan tungku-tungku dan posko-posko bantuan makanan yang dananya diambil dari Baitul Mal. Bantuan tersebut bisa mencukupi 6000 penduduk.
Ditengah usaha keras beliau dalam mencukupi rakyatnya, beliau pun tegas pada diri sendiri, beliau berkata: "Aku sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan"
Khilafah Umar hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Khalifah Umar rela menanggung rasa lapar, beliau juga menolak makanan berupa daging dan hati unta yang disiapkan untuk beliau. Beliau menyuruh Aslam untuk membagikan makanan tersebut kepada rakyatnya.
Inilah penguasa dalam Khilafah, mengurus rakyat dengan sepenuh hati bukan untuk kepentingan eksistensi kekuasaannya melainkan demi menjalankan kewajiban yang Allah Ta'ala berikan.
Wallahu'alam bishshawab.
Oleh: Yuniyati
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments