Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bullying, Potret Buruk Sistem Sekuler


TintaSiyasi.com -- Kasus bullying kian hari kian merebak, memekakkan telinga. Pelaku dan korbannya pun beragam, tua muda, bahkan generasi pelajar sekali pun. Lebih mirisnya, kadangkala kasus bullying berujung kematian karena korban alami depresi. Teranyar, publik dihebohkan dengan video yang beredar di jagad maya, yakni bullying pelajar terhadap seorang nenek yang diduga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Pada video yang viral, tampak empat sepeda motor yang ditumpangi para pelajar berhenti di pinggir jalan, sementara perekam video ada di motor lainnya dalam rombongan itu. Lalu mereka berhenti, menendang sang nenek hingga terjungkal kemudian meninggalkannya sambil tertawa (cnnindonesia.com, 20 November 2022).

Ada juga kasus bullying yang pelaku serta korbannya sama-sama pelajar. Adalah seperti yang dilansir dalam laman kumparan.com (20 November 2022), yakni bullying yang terjadi pada seorang siswa SMP Baiturrahman, Kota Bandung. Di video yang beredar di Twitter, tampak seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh.

Kasus bullying sejatinya banyak sekali terjadi, bukan hanya yang dipaparkan ini. Pada tahun 2020, KPAI mencatat adanya 119 kasus perundungan terhadap anak. Berdasarkan data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk perundungan. Ini tentu sangat banyak. Bahkan di suatu kanal berita, dilansir adanya bullying terhadap anak berusia 11 tahun yang dibumbui tindakan asusila.

Tentu banyak pertanyaan menyentak kita. Bagaimana mungkin potret pelajar sedemikian parah dan bobroknya? Bukankah seharusnya memiliki akhlak yang baik, yang menghormati yang lebih tua dan menyayangi sesama teman? Bukankah bangku sekolah menghasilkan pribadi yang berkepribadian mulia? Alih-alih seperti itu, akhlak mereka justru anjlok berada di titik nadir. Sungguh membuat miris.

Kasus bullying dari dan yang menimpa pelajar mengindikasikan kegagalan sistem pendidikan hari ini dalam mencetak generasi berakhlak mulia. Bagaimana bisa terbentuk akhlak mulia, jika agama sebagai pondasi justru rapuh? Sistem pendidikan alih-alih melahirkan generasi berkepribadian Islam karena berasas akidah Islam, mereka justru dicetak menjadi generasi pintar teori nihil praktik akibat akidah sekuler.

Kasus bullying juga membuka lebar mata kita bahwa sistem kehidupan hari ini gagal melahirkan generasi yang menghormati yang lebih tua. Bahkan ODGJ sekalipun mestinya kita perlakukan dengan baik. Bukan malah bullying bahkan dengan tindakan kekerasan. Mirisnya, ketika ditanya alasan, pelajar tersebut mengaku tidak sengaja dan sekadar iseng. Sungguh, potret buruk ini menjawab seberapa besar krisis adab generasi muda kita.

Orang tua, pihak sekolah dan masyarakat serta negara mesti lebih perhatian dengan kasus-kasus semacam ini. Orang tua lebih memperhatikan anak, memposisikan diri sesuai usia anak agar anak terbuka. Jangan sampai anak layaknya bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Interaksi anak dengan gadget juga mesti diatur dan diawasi, karena bisa jadi kekerasan dan lainnya yang ditonton menjadi salah satu penyebab anak menjadi pelaku bullying.

Selain itu, menjadi utama dan sangat penting bagi orang tua menanamkan akidah Islam pada anak. Karena dengannya, anak memiliki filter terkait apa-apa yang mestinya tidak dilakukan. Anak-anak juga diajarkan akhlak yang baik. Bukan hanya sekadar mengajar, tetapi orang tua harus berikhtiar menjadi teladan bagi anak. Karena anak adalah peniru yang ulung.

Masyarakat juga harus berjalan sesuai fungsinya, tidak boleh mandul. Adalah dengan beramar makruf nahi mungkar, yakni mengajak kepada kebaikan dan aktif mencegah dari kemungkaran. Jangan sampai masyarakat menjadi setan bisu, statis dan abai melihat kemaksiatan di depan mata.

Pihak sekolah dalam berjalannya pendidikan, mesti berasas akidah Islam bertujuan menciptakan generasi berkepribadian Islam. Sehingga, pelajar yang dihasilkan mencontoh teladan terbaik umat Islam, Rasulullah SAW, yang senantiasa beradab luhur. Jika pun ada kasus bullying, mesti ditangani sebaik mungkin hingga tuntas. Jika setiap ada bullying justru diselesaikan dengan kompromi, meminta maaf, dan solusi remeh lainnya, lantas sampai kapan kasus ini setia ada?

Negara lebih penting lagi, yakni menerapkan syariat Islam secara kafah, tercakup di dalamnya media. Tayangan-tayangan kekerasan, bullying dan semisalnya tidak akan lulus sensor. Dengan adanya penerapan syariat secara kaffah, insyaallah orang tua tidak menjadi orang tua yang tidak tau peranannya dengan baik. Masyarakat juga sadar betul tugasnya, beramar makruf nahi mungkar. Pun sekolah, mulai dari kurikulum hingga tetek bengeknya berjalan selaras Islam.

Dengan penerapan syariat Islam secara kafah pulalah, tidak ada penyelesaian bullying seperti hari ini yakni dengan jalan damai, kompromi dan berakhir sekadar minta maaf dikarenakan pelaku masih di bawah umur. Hal ini karena di dalam syariat Islam anak yang sudah balig sudah terkena taklif hukum yakni bertanggung jawab atas perbuatannya. Jadi tidak menunggu hingga melewati batas "di bawah umur" versi kapitalisme sekularisme.

Dalam sebuah hadis, Nabi SAW bersabda, “Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama Muslim.” (HR. Muslim). Di dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 11 juga dipaparkan larangan bagi laki-laki dan perempuan mencela sesama mereka. Begitu pula di dalam sahih Bukhari, ketika Rasulullah SAW ditanya manakah yang paling utama, Rasulullah menjawab, "Siapa yang kaum Muslim selamat dari lisan dan tangannya."

Dengan demikian, bisa kita tarik benang merahnya. Bahwa potret buruk kehidupan hari ini terkhusus bullying yang kian merebak adalah karena diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Mulai dari hulu hingga hilir membuka jalan terjadinya bullying. Mulai dari pribadi pelaku, orang tua, pihak sekolah, masyarakat hingga negara. Dan sungguh, potret buruk ini insya Allah akan usai ketika diterapkannya syariat Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Khaulah
Aktivis Back to Muslim Identity
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments