TintaSiyasi.com -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan masih ada beberapa stasiun TV yang belum mematikan siaran analognya. Hal itu berkaitan dengan perpindahan saluran analog ke digital.
Mahfud mengatakan analog switch off (ASO) merupakan perintah undang-undang dan telah lama dilakukan serta dikoordinasikan dengan beberapa pemilik stasiun TV. Ia menegaskan jika masih ada stasiun TV yang menyiarkan saluran secara analog maka akan dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum.
Perubahan dari TV analog ke digital ini tentunya menyulitkan masyarakat, terlebih masyarakat yang berada di garis ekonomi menengah ke bawah. bukan tanpa sebab, harus adanya komponen yang di beli oleh masyarakat untuk bisa mengakses TV digital tersebut menjadi alasannya. Perubahan ini akan mendorong produksi alat untuk mengakses TV Digital, yaitu Set Top Box (STB).
Dengan demikian, terlihat nampak jelas perubahan ini hanya menguntungkan korporasi. Perubahan ini juga sekaligus menunjukkan bahwa UU Ciptaker tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Nampak keberpihakan penguasa kepada korporasi bukan pada rakyat banyak.
Ini pula yang menggambarkan wajah buruk pemerintah yang hari ini dikuasai oligarki. Dengan kekuatan uang mereka, para oligarki mampu menguasai media, jaringan, mempengaruhi elit partai atau bahkan menciptakan partai baru, dan menempatkan diri mereka atau orang yang mewakili kepentingan mereka dalam suatu jabatan. Dengan demikian mereka mampu mendominasi sistem demokrasi baru dan menerapkan berbagai strategi untuk mempertahankan kekayaan di luar teater politik.
Pada akhirnya kebijakan penguasa tidak lagi berpihak kepada rakyat banyak, namun kepada para segelintir elit. Mereka dengan sukarela menzalimi rakyatnya ketika kebijakan itu bertabrakan dengan kepentingan oligarki. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa pemerintah dan DPR dengan mudahnya meloloskan UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU Minerba, dan UU IKN meskipun ditentang oleh masyarakat luas.
Dalam sistem Islam—yang mengatur secara tegas kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara—akan menghilangkan peluang penguasaan segelintir individu pada barang-barang milik umum, seperti sektor kehutanan dan sektor pertambangan yang depositnya besar. Ini berbeda dengan kapitalisme yang menyerahkan distribusi kekayaan ke mekanisme pasar, yang kemudian menyebabkan segelintir orang menguasai kekayaan tersebut dan kemudian menguasai pemerintahan.
Sistem distribusi kekayaan di dalam Islam memberikan jaminan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat dan serta memberikan peluang yang sama kepada seluruh warga negara untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya serta kebijakan afirmatif kepada mereka yang membutuhkan.
Semoga suatu saat kita dapat kembali hidup dalam tatanan aturan yang datangnya dari Allah Yang Maha Adil, adil untuk seluruh manusia dan alam. Hidup di bawah naungan Islam, yang insyaallah memberikan jaminan keselamatan, kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin ya Rabbal alamin. Insyaallah. []
Oleh: Nanis Nursyifa
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments