TintaSiyasi.com -- Harga kedelai kembali melonjak. Harga bahan baku tersebut melonjak lebih dari 100% sejak 3 bulan lalu (Tempo.co). Pengrajin tahu dan tempe sangat terpukul dengan adanya kenaikan kedelai ini, karena merekalah pihak yang paling dirugikan, dengan kenaikan harga kedelai membuat produksi terbatas dan terancam gulung tikar.
Di antara mereka adalah sukasih pengrajin tahu dan tempe asal Lampung yang mengeluhkan harga kedelai ini kepada menteri perdagangan Zulkifli hasan saat berkunjung ke Lampung. "Sebelumnya, harga kedelai per kg Rp6.400. Lalu harga kedelai berubah naik lagi Rp11 ribu, dan sekarang ini Rp13 ribu per kg harganya. Saya kaget Pak Menteri harganya bisa sampai segitu, ini membuat saya kesulitan untuk produksi," kata Sukasih (CNN Indonesia, 30/9/2022).
Tanggapan Mendagri Zulkifli hasan soal kenaikan kedelai ini adalah ia mengatakan mengatakan bahwa pihaknya akan menyiapkan skema subsidi untuk mengatasi harga kedelai. Subsidi ini akan diberikan secara berangsur dan kolektif. Sebelumnya Kemendagri memberikan subsidi sebesar 1000 perkilogram untuk kedelai impor dipasar yg akan disalurkan melalui koperasi produsen tahu dan tempe Indonesia atau kopti. Hal ini sebagai upaya membantu pengrajin tahu tempe tradisional. Namun, pengrajin tahu dan tempe masih khawatir jika nantinya subsidi tidak berkelanjutan atau jangka panjang (Surabaya Antara, 29/9/2022).
Indonesia sudah lama menjadi importer kedelai dan masih tegantung pada luar negeri. Sehingga harga kedelai tergantung dengan harga dunia. Hal ini karena produksi dalam negeri tidak mencukupi. Menurut pemerintah, rata-rata kebutuhan kedelai dalam negeri berkisar 2-3 juta ton kedelai pertahun. Sedangkan di dalam negeri, hanya 300 hingga 400 ribu ton yang bisa diproduksi. Sehingga 90% harus mengambil impor dari luar negeri yang kebanyakan berasal dari Amerika Serikat (The Conversation, 13/1/2021).
Ada 2 faktor pemicu ketidakmampuan Indonesia untuk memuwujudkan kemandirian pangan khususnya kedelai. Faktor utama adalah diadopsinya liberalisasi perdagangan. Indonesia merupakan anggota WTO sehingga, Indonesia terikat untuk mengimplementasikan agreement on agriculture.
Unsur utamanya adalah pengurangan subsidi ekspor, pengurangan subsidi dalam negeri dan membuka akses pasar, apalagi setelah penandatanganan Letter Of Intent (LOL) dua kali dan dari IMF penghapusan biaya import diberlakukan.
Akibatnya, Indonesia banyak diserbu berbagai produk impor termasuk kedelai. Hal ini menyebabkan menurunnya produksinya kedelai didalam negeri. Faktor kedua, berkuasanya kepemimpinan paradigma neoliberal yang cenderung abai mengurusi rakyat. Hal ini tampak dari ketidakseriusan pemerintah meningkatkan produktifitas kedelai dalam negeri. Menurut data yang ada selama kurun dua dekade lebih, tidak ada penambahan luas tanam kedelai bahkan cenderung berkurang. “Luas panen kedelai dari tahun 2015 – 2021 juga menurun sebesar 20,45 persen, dari 440.000 hektar menjadi 350.000 hektare,” Kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi” (RM.id, 9/9/2022). Upaya pengembangan bibit berkualitas unggul juga makin melemah. Serta tidak ada perlindungan harga ditingkat petani.
Pemerintah malah membiarkan mafia impor mencari untung dari impor ini. Oleh karena itu kemandirian dan kedaulatan pangan tak akan pernah tercapai, selama kapitalisme liberal masih diadopsi di negeri ini.
Agar terlepas dari ketergantungan pada Impor dan terwujudnya kedaulatan pangan. Solusi satu-satunya adalah menerapkan sistem politik Islam yang hanya bisa diterapkan di dalam negara khilafah.
Khilafah akan menjalankan sistem politik (dalam negeri dan luar negeri) dan ekonomi Islam, termasuk dalam pengelolaan pertanian berdasarkan syariat Islam.
Di dalam negeri, negara hadir sebagai penanggung jawab kebutuhan rakyat, termasuk dalam pemenuhan pangan yang merupakan kebutuhan asasi manusia. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya" (HR. Muslim dan Ahmad).
Negara khilafah akan serius mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan dengan cara menggenjot produksi dalam negeri. Negara wajib mendukung petani agar berproduksi maksimal berupa pemberian kemudahan untuk mendapatkan bibit unggul serta teknologi pertanian terbaru yang memudahkan para petani untuk memajukan pertaniannya.
Negara juga akan meningkatkan kualitas pertanian dengan cara menyalurkan bantuan permodalan, membangun infrastruktur pertanian, jalan, irigasi, dan lainnya. Negara akan menyelenggarakan penelitian, pendidikan, pelatihan, pengembangan inovasi dan sebagainya.
Negara juga akan menerapkan hukum pertahanan Islam yang akan menjamin kepemilikan lahan pertanian berada dikalangan orang mampu mengelolanya supaya tidak ada lahan yang menganggur.
Bahkan juga menghilangkan dominasi penguasaan lahan oleh segelintir orang. Sehingga faktor-faktor yang menyebabkan penyalahgunaan pasar tidak terjadi seperti penimbunan barang, kartel, penipuan dan sebagainya. Khilafah juga akan menghapus para mafia pangan diantaranya dengan cara menghilangkan peran korporasi dan penegakan sanksi Islam.
Kedaulatan pangan akan benar-benar tercapai ketika visi politik luar negeri khilafah sudah terealisaasi. Yakni khilafah wajib menjadi negara yang mandiri, tidak boleh tergantung dan terikat perjanjian yang bertentangan dengan islam.
Oleh karena itu, hanya khilafah yang mampu mewujudkan kemandirian pangan. Termasuk kedelai yang akan menyejahterakan petani kedelai, pedagang hingga konsumen.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Yuli Fikriyah Al-mustanir
Aktivis Muslimah
0 Comments