Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penghilangan Subsidi BBM, Mandat Teori Ekonomi Kapitalis!


TintaSiyasi.com -- Seribu alasan yang diberikan pemerintah kepada rakyat untuk meredam kekecewaan. Tak satupun bisa diterima akal. Jelas jelas rakyat makin terhimpit. Pemerintah tetap ngotot melakukannya. Kenapa? 

Karena pemerintah Indonesia menganut teori ekonomi kapitalis dalam mengurus ekonomi negara. Teori ekonomi kapitalis meyakini subsidi akan berdampak terhadap tingkat kondisi mapan dari agregat makroekonomi seperti konsumsi, penawaran tenaga kerja, dan kesejahteraan agregat. Subsidi juga dapat menyebabkan penumpukan konsumsi non-minyak, alokasi tenaga kerja antar sektor yang tidak efisien, dan distorsi lain dalam variabel makroekonomi. Distorsi harga relatif yang ditimbulkan oleh subsidi menciptakan sebagian besar kerugian kesejahteraan. Menurut teori ekonomi kapitalis, kesejahteraan agregat secara signifikan lebih tinggi jika subsidi diganti dengan transfer lump-sum dengan nilai yang sama (Plante, The long-run macroeconomic impacts of fuel subsidies, 2013).

Selain itu, saat ini Indonesia menjadi bagian dalam mengatasi krisis iklim dunia melalui “Green Economy”. Istilah yang cukup “sejuk” didengar. Salah satunya adalah dengan pengurangan emisi karbon. James P. Walsh, IMF Senior Resident Representative for Indonesia, memuji langkah Indonesia yang sudah mulai mengurangi dan menghilangkan subsidi bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM). Target untuk Indonesia adalah mengurangi subsidi menjadi nol dan bergerak menuju harga berbasis pasar untuk bahan bakar fosil (Anggela, Bisnis.com, 2022). Persis, seperti teori ekonomi yang dilahirkan Adam Smith. Sepenuhnya menyerahkan harga pada mekanisme pasar, dan meminimalkan peran pemerintah sebagai pengurus rakyat.
Bahkan, teori ini meyakini pajak karbon yang memperhitungkan kerusakan yang merugikan lingkungan, akan dapat meningkatkan investasi dalam energy terbarukan. Sehingga emisi gas rumah kaca dapat dikendalikan dan masalah pernapasan akibat emisi solar dan bahan bakar minyak yang menjadi masalah utama kesahatan masyarakat dapat diatasi.

 
Bahan Bakar Fosil Milik Umat

Biar bagaimanapun, seribu alasan, keyakinan dan teori ekonomi yang dianut oleh pemerintah. Kenaikan harga BBM secara nyata sudah menyakiti dan menambah derita rakyat. BBM banyak digunakan oleh kalangan rumah tangga untuk kendaraan bermotor. Di sektor industri, BBM digunakan untuk pembangkit energi pabrik. Dan khusus untuk industri transportasi, BBM sangat vital digunakan sebagai bahan bakar utama kendaraan angkutan. 

Hasil simulasi secara umum terkait dampak pengurangan subsidi BBM dalam jangka pendek. Pelaku perekonomian seperti rumah tangga dan perusahaan masih dapat menaikkan pendapatannya walaupun dengan prosentasi yang makin menurun. Akan tetapi dalam jangka panjang, kenaikan harga energi akan berdampak pada pendapatan rumah tangga dan perusahaan (Nikensari dan Trianoso, Dampak Penurunan Subsidi BBM Terhadap Perekonomian Indonesia: Model Analisa Komputasi Keseimbangan Umum, 2003).

Itulah mengapa, sejak 14 abad yang lalu, Allah SWT sudah mengatur masalah tata kelola energi yang merupakan kepentingan manusia secara umum. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: “Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang, dan api (HR Abu Dawud). 

Berdasarkan hadis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber daya air, padang (hutan) dan api (energi) merupakan milik umat. Sehingga wajib bagi negara memfasilitasi rakyat agar dapat mengakses kebutuhan terhadap energi dengan harga terjangkau dan mudah diperoleh. 

Memang sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi Islam sangat jauh berbeda dalam memandang masalah kesejahteraan. Sistem ekonomi kapitalis berkutat pada angka dan jumlah Produk Domestik Bruto untuk mengukur tingkat ekonomi yang dikaitkan dengan kesejahteraan. Sementara Islam memandang kesejahteraan rakyat secara riil per individu. Apakah dia bisa memenuhi kebutuhan kebutuhannya. Jika BBM adalah kebutuhan umum rakyat, maka negara akan memenuhinya dengan harga terjangkau dan mudah didapat. Disamping, BBM merupakan sumber daya alam milik umat yang dikelola oleh negara. Sehingga wajar jika rakyat berhak memperolehnya dengan mudah.

Adapun masalah pemerintah yang ingin berkontribusi terhadap krisis iklim dunia perlu untuk ditinjau kembali akar penyebabnya. Akar masalah krisis iklim yang melanda dunia saat ini adalah akibat kerakusan para pemilik modal mengeksplotasi alam. Mereka menggerakkan roda industri dengan rakus sehingga menyebabkan emisi karbon yang merusak alam. Menurut data International Energy Agency (IEA), emisi karbon dunia pada 2021 paling banyak berasal dari Tiongkok, yakni mencapai 11,94 gigaton CO2. Negara penyumbang selanjutanya adalah Amerika Serikat dengan emisi karbon 4,64 gigaton CO2, Uni Eropa 2,71 gigaton CO2 dan India 2,54 gigaton CO2. Sedangkan sisanya, gabungan emisi karbon dari negara negara lainnya berjumlah 14,4 gigaton CO2 (Adi Ahdiat, Databoks.katadata.co.id, 2022).

Berdasarkan hal ini, sangat jelas terpampang, bahwa penyebab krisis lingkungan adalah empat negara besar ini. Solusi yang sangat tidak masuk akal, menaikkan harga dengan mengurangi subsidi BBM negara berkembang agar rakyat mengurangi pemakaian energi mereka. Padahal, rakyat memakai BBM sekedar untuk bertahan hidup sebagai energi alat transportasi.

Walhasil, untuk mengakhiri derita umat, kerakusan para pemilik modal dalam mengeksploitasi sumber daya alam harus segera dihentikan. Yakni dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Sumber daya minyak yang dikuasai oligopoli perusahaan minyak dunia seperti BP, Shell, Chevron, ExxonMobil dan sumber daya alam lainnya yang dikuasai para pemilik modal dikembalikan kepangkuan umat untuk dikelola oleh negara berdasarkan sistem ekonomi Islam. Yakni menerapkan pengaturan terkait kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nur Annisa Dewi, S.E., M.Ak.
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments