TintaSiyasi.com -- Israel kembali menyerang warga Palestina. Israel meluncurkan sederet serangan udara ke jalur Gaza, Palestina sejak Jumat (5/8). Penyerangan tersebut telah menewaskan banyak nyawa warga Palestina. Tercatat pada tanggal (11/08/2022), korban tewas mencapai 48 orang, di antaranya 17 anak meninggal (Viva.co.id, 12/08/2022).
Militer Israel menyebut kembali melancarkan serangan udara besar-besaran ke Gaza untuk operasi pembersihan dan pencegahan terhadap kelompok jihad Islam di daerah itu. Seperti dikutip dari Aljazeera, Perdana Menteri Israel Yair Lapid mengatakan operasi pencegahan diperlukan karena informasi bahwa kelompok jihad Islam merencanakan serangan ke wilayah mereka (CCNIndonesia, 8/8/2022).
Sejak 2008, Israel telah mengobarkan empat perang besar di wilayah Palestina dan menewaskan hampir 4.000 orang, seperempat jumlah tersebut adalah anak-anak. Menurut Defense for Children Internasional, setidaknya 2.200 anak telah dibunuh oleh militer Israel dan pemukiman Israel di seluruh wilayah Palestina sejak tahun 2000, awal dari intifada kedua (suarabatam.id, 9/8/2022).
Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel Tom Nides menegaskan pemerintahnya mendukung serangan ke jalur Gaza. Dia berdalih serangan itu ditujukan kepada orang-orang jahat di gaza yang mengganggu keamanan Israel (inews.id, 12/08/2022).
Bagaimana Sikap Pemimpin Negeri-negeri Muslim?
Kerajaan Arab Saudi menegaskan kembali dukungan negaranya untuk rakyat Palestina dan mendesak masyarakat internasional untuk menghentikan serangan berulang Israel. Dunia disebut perlu mengerahkan semua upaya untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung lama (Republika.co.id, 10/08/2022).
Namun, di saat negara arab menyeru dan beretorika untuk menghentikan kekejaman Israel, di waktu yang sama, mereka melakukan normalisasi terhadap Israel. Hal ini menandakan bahwa negara arab melakukan pengkhianatan terhadap masyarakat Palestina. Seharusnya jika ingin menyelesaikan permasalahan yang ada di Palestina negara Arab mengirim tentaranya untuk mengusir Israel dari tanah Palestina, bukan malah melakukan perdamaian dan menyarankan masyarakat Palestina dan Israel hidup berdampingan.
Nasionalisme menjadi sumber penderitaan umat Muslim, sebab nasionalisme menjadikan kaum Muslim menganggap permasalahan yang ada hanya persoalan internal negaranya saja bukan persoalan mereka, yang seharusnya umat Muslim saling membantu dimanapun mereka berada tanpa ada batasan nasionalisme.
Di sisi lain dengan adanya normalisasi terhadap Israel, Israel menganggap dirinya berada di atas angin, karena mendapatkan dukungan untuk menjajah Palestina dan memiliki kekuatan di atas Palestina. Sehingga Israel tak memiliki ketakutan untuk menzalimi masyarakat Palestina terus menerus.
Melihat sejarah, tanah Palestina merupakan tanah penaklukan yang dilakukan Umar bin Khattab dan Salahuddin Al Ayyubi. Sehingga tanah tersebut menjadi milik kaum Muslim bukan milik Israel. Israel menjadi penjajah di tanah Palestina dan tidak boleh hidup berdampingan dengan masyarakat Palestina.
Solusi untuk menyelesaikan persoalan Palestina hanya dengan hadirnya daulah (negara) Islam. Khalifah sebagai pemimpin negara memiliki tanggung jawab yang sangat berat, salah satunya melindungi umat Muslim yang ada di seluruh dunia. Jika terdapat umat Muslim yang dizalimi oleh kaum kafir, maka khalifah mengirimkan tentaranya untuk melindungi kaum Muslim tersebut dan memerangi kaum kafir yang telah menzalimi kaum Muslim.
Kaum Muslim yang ada di seluruh dunia merupakan saudara seiman dan seakidah, jika ada kaum Muslim dibunuh satu orang saja tanpa alasan yang syari, maka menyelamatkan seorang Muslim lebih baik dari seluruh dunia dan seisinya.
Umat Muslim harus menyadari bahwa tanpa daulah Islam umat Muslim di seluruh dunia akan tertindas dan terpecah belah. Tak ada perisai bagi umat Muslim. Sehingga sebagai umat Muslim, harus terus berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islam hingga berdirilah Daulah Islam, sebab kaum kafir akan terus menerus memerangi kaum Muslim untuk mempertahankan hegemoni mereka di seluruh dunia.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Nur Ana Sofirotun
Sahabat TintaSiyasi
0 Comments